Traffic

CPX

PTP

DOWNLOAD KOLEKSI FILM KAMI

Thursday, February 11, 2010

Harga Termahal Skandal Century

Oleh: Rovy Giovanie
Deal politik diyakini mewarnai proses akhir Pansus Angket Century. Kursi wapres merupakan harga maksimal yang bisa dibarter. Akankah SBY rela melepasnya?

Tanggal 4 Februari 2010 menjadi saat paling mendebarkan buat Wapres Boediono dan Menkeu Sri Mulyani Indrawati. Mungkin juga bagi mantan Sekretaris Komite Stabillitas Sistem Keuangan (KSSK) Raden Pardede dan para tertuduh dalam skandal dana talangan Bank Century senilai Rp 6,7 triliun.
Ya, hari Kamis (4/2) memang merupakan waktu yang menentukan bagi pengungkapan skandal yang tengah ditangani Pansus Angket Century. Meskipun sidang paripurna DPR itu hanya mendengarkan kesimpulan sementara fraksi-fraksi atas hasil kerja Pansus, namun sudah bisa diperkirakan kemana Dewan akan membawa kasus yang menghebohkan ini.
Sejauh ini peta kesimpulan fraksi-fraksi belum bergeser dari perkembangan yang terjadi di Pansus selama ini, yakni mengarah pada dua kelompok besar. Kelompok pertama secara jelas dan tegas menyebut empat lembaga, yakni Bank Indonesia (BI), Komite Stabillitas Sistem Keuangan (KSSK), Komite Koordinasi (KK) dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) sebagai pihak yang bersalah dalam skandal Century. Ini artinya, kesimpulan kelompok pertama ini menyeret nama Boediono yang saat itu menjabat Gubernur Bank Indonesia dan Sri Mulyani Indrawati yang kala itu menjadi Ketua KKSK merangkap KK.
Pengusung kesimpulan ini adalah Fraksi Golkar, PKS, PDIP, Gerindra dan Hanura. Secara keseluruhan, kubu ini memiliki 300 kursi atau sekitar 53 persen dari 560 kursi yang ada di DPR RI.
Sedangkan arus besar kesimpulan kedua tidak melihat proses bailout Century sebagai sebuah kesalahan. Sebaliknya, pemberian dana talangan senilai Rp 6,7 triliun itu justru untuk menyelamatkan perekonomian Indonesia dari krisis. Ini artinya, tidak ada yang harus disalahkan dalam skandal Bank Century, meskipun terdapat beberapa kesalahan kebijakan.
Pandangan ini dimotori Fraksi Partai Demokrat bersama PAN, PPP dan PKB yang menguasai sekitar 260 kursi atau sekitar 47 persen dari total anggota Dewan.
Dalam kalkulasi matematis, kubu Demokrat jelas kalah bila harus berhadapan dengan kelompok Golkar. Apalagi untuk menggolkan sebuah kesimpulan Pansus, paripurna hanya membutuhkan setengah plus satu dari anggota DPR atau 281 suara untuk kuorum, sedangkan persetujuan keputusan Pansus hanya memerlukan dukungan setengah plus satu dari kuorum atau sekitar 142 suara saja. Dengan modal ini, kubu Golkar bisa melangkah ke tahap selanjutnya, yakni mengajukan Hak Menyampaikan Pendapat untuk melakukan pemakzulan atau melimpahkannya ke KPK.
Namun, politik bukanlah matematika. Apapun bisa terjadi. Apalagi terdapat tenggat waktu sekitar 3 minggu antara pengampaian kesimpulan sementara dengan penyampaian kesimpulan akhir pada akhir Maret 2010 nanti. “Dalam tenggang waktu itu mereka bisa saja melakukan deal politik. Kemungkinan ini sangat terbuka lebar, karena Pansus memang sengaja mengulur-ulur waktu agar bisa melakukan tawar menawar politik,” kata Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW), Danang Widoyoko, kepada Mimbar Politik di Jakarta, Senin (1/2).
Kecurigaan semacam ini bukan hanya terlontar dari Danang, melainkan dari hampir semua pemerhati politik dan korupsi di negeri ini. Bahkan para politisi dari kubu Demokrat sendiri mengakui adanya tendensi itu. Apalagi yang menjadi penentu arah kesimpulan Pansus saat ini adalah Golkar dan PKS, karena merapatnya Golkar yang menguasai 106 (20%) kursi di DPR dan PKS dengan 57 (10%) kursi akan membalik arah kesimpulan Pansus.
Anggota Fraksi PKB, Effendy Choirie alias Gus Choi, meyakini Golkar tak akan menyia-nyiakan peluang ini untuk bermain. Apalagi selama ini sudah memperlihatkan manuvernya secara telanjang ke hadapan publik. “Lihat saja saat Golkar mendukung Wiranto-Solahudin Wahid melawan SBY-JK pada Pilpres 2004. Kemudian Jusuf Kalla menjadi wapres dan mengambil alih Golkar dan kemudian JK menjadi capres pada Pemilu 2009 dan kalah, kemudian Golkar diambil alih oleh Ical yang dekat dengan SBY dan masuk lagi kekuasaan. Itu kan sebuah bukti bahwa Golkar selama ini bermain,” ujar Gus Choi kepada Mimbar Politik
Begitu juga dalam kasus Century ini, menurutnya, masyarakat paham bahwa galaknya Golkar dalam pansus adalah untuk kekuasaan dan uang. “Dengan berperilaku galak, Golkar tentunya memiliki bargaining politik yang kuat untuk mendapatkan kekuasaan atau uang,” tegasnya.
Anggota Pansus Century dari Demokrat, Benny K Harman, mengamini. Golkar, menurutnya, memainkan agenda tersembunyi dengan mencari-cari alasan untuk menyingkirkan Wapres Boediono atau setidaknya Menkeu Sri Mulyani. “Sri Mulyani menjadi ancaman karena pernah membuka kebobrokan Ketua Umum Golkar, Aburizal Bakrie. Ini yang membuat kerja Pansus tidak objektif,” kata Benny.
Pun demikian dengan PKS. Meski tak sefrontal Golkar, namun partai Islam terbesar ini juga berusaha memainkan peranannya untuk mencari posisi tawar. Hanya saja ‘harga’ yang bisa dicapai PKS memang tak akan semahal Golkar. Selain karena kepemilikan kursinya yang jauh dibawah Golkar, juga partai ini kurang memiliki hubungan emosional dengan SBY. “Saya curiga bahwa konflik internal yang tengah melanda PKS saat ini hanyalah strategi untuk bermain di dua kaki,” ujar pengamat politik Charta Politika Arya Fernandes.
Begitu juga dengan PDIP yang sekarang berada di luar pemerintahan, juga terbuka kemungkinan melakukan deal politik. Apalagi ada kesan kuat masih adanya keinginan sejumlah kader partai moncong putih ini untuk masuk ke cabinet. Ini bisa dilihat dari kegetolan sejumlah politisi PDIP agar SBY segera melakukan reshuffle kabinet pada 100 hari pemerintahannya saat ini. “Kesannya memang mengarah kesana. Tetapi kalau PDIP sampai berbalik arah dengan mendukung pemerintah, maka pada Pemilu 2014 nanti bisa hancur,” kata Ketua Forum Masyarakat Peduli Parlemen (Formappi), Sebastian Salang.
Sementara sumber Mimbar Politik di kalangan dekat SBY mengungkapkan bahwa tak hanya Golkar dan PKS yang berman dibalik Pansus Century. PDIP juga membuka peluang untuk melakukan pembicaraan khusus dengan Demokrat. “Bentuknya kemugkinan besar memang bukan jabatan baik di kabinet maupun BUMN, karena untuk menghindari sorotan publik. Kita kan tahu kalau cukup banyak kasus yang melibatkan para tokoh PDIP,” ujar sang sumber di Jakarta, Rabu (3/1).
Konon, target deal politik parpol dalam skandal Bank Century ini memang luar biasa. Dengan posisi Boediono yang kian terpojok, bahkan terkesan mengganggu jalannya pemerintahan SBY saat ini, kabarnya Golkar tak malu-malu ‘meminang’ jabatan itu kepada SBY. “Sejauh ini memang belum ada pernyataan resmi yang sampai ke SBY, tetapi nuansanya sudah sampai ke beliau,” ujarnya tanpa menjelaskan apa yang dimaksud dengan ‘nuansa’.
Langkah berani partai warisan Orde Baru ini tentu bukan tanpa alasan. Secara konstitusional, pemakzulan Boediono memang mungkin saja terjadi. Menurut pakar hukum tata negara, Refly Harun, deal politik membuka peluang bagi pemakzulan wapres. "Kalau itu bagian dari kesepakatan politik. Misalkan, asalkan number two (RI2) yang dimakzulkan, bisa saja terjadi," katanya di Jakarta, pekan lalu.
Hanya saja, ini merupakan harga tertinggi yang bisa dibarter dengan skandal Century. Lebih dari itu, yakni pemakzulan presiden, tidak mungkin terjadi dalam situasi saat ini.
Menurut Refly, kekuatan Demokrat di DPR adalah 26,43 persen dari total jumlah 560 kursi parlemen. Dan bila ada deal politik antara Demokrat dengan fraksi lain, bisa saja pemakzulan itu hanya menimpa mantan Gubernur Bank Indonesia yang kini Wakil Presiden, Boediono. “Klausul tidak melaksanakan korupsi, pidana berat, perbuatan tercela. Aturan itu sangat lentur. Ini tergantung Golkar," kata dia.
Namun, kecil kemungkinan SBY mau melakukan itu. Kalaupun pilihannya adalah mengorbankan Boediono, menurut sumber, SBY tak akan mungkin tega melakukannya melalui pemakzulan. “Apalagi Pak Boediono sudah menyatakan kesediaannya untuk lengser,” ujar sang sumber.
Boediono sendiri beberapa kali mengisyaratkan kesediannya melepas jabatan bila memang dikehendaki. Pernyataan terakhir disampaikan ketika menerima kunjungan para pengusaha HIPMI, Jumat (29/1). Dalam pertemuan itu, Boediono transparan menyampaikan legowo untuk kehilangan jabatan. "Pak Wapres mengatakan jabatan hilang itu tidak ada masalah. Beliau semata-mata ingin mengabdi pada bangsa ini," ucap Ketua I Bidang Organisasi Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) Kamrussamad, menirukan ucapan Boediono.
Sebelumnya, Boediono juga sempat dikabarkan pernah menawarkan diri kepada SBY untuk mundur agar tidak mengganggu jalannya pemerintah. Namun tawaran itu ditolak SBY.
Kini, dengan membesarnya muatan skandal Century, apakah SBY masih mempertahankan sikapnya? Ketua Umum DPP Partai Demokrat Hadi Utomo meyakini SBY tak akan memberikan posisi apapun kepada parpol anggota koalisi yang selama ini bersikap keras. ”Pansus Century tidak boleh digadai untuk mencari posisi lebih banyak,” tandas Hadi Utomo kepada Mimbar Politik di Hotel Bumi Karsa, Bidakaria, Jakarta, pekan lalu.
Tak hanya menyangkut Boediono, posisi Sri Mulyani pun dipastikannya akan aman. ”Saya memastikan Sri Mulyani tidak akan dicopot, apalagi digadai,” tegas adik ipar SBY ini.
Bila memang bukan Boediono dan Sri Mulyani yang akan dijadikan barter politik, lantas apa bentuk deal yang akan terjadi? Tukar guling kasus ataukah jabatan basah di BUMN? Yang pasti publik meyakini bahwa tidak lah gratis bagi SBY untuk bisa menyelamatkan anak buahnya dari skandal Bank Century.