Traffic

CPX

PTP

DOWNLOAD KOLEKSI FILM KAMI

Sunday, January 31, 2010

Boediono Sang Biang Kerok

oleh: Rovy Giovanie
Maraknya aksi pendongkelan Presiden SBY ternyata tak lepas dari eksistensi Boediono. Barisan sakit hati memilih untuk ‘berkoalisi’ dengan oposisi lantaran merasa terdepak dari lingkaran Istana gara-gara sang wapres.

Wapres Boediono nampak tak nyaman lagi menjalani aktivitas kesehariannya. Kemana pun pergi, sosok pendiam ini sekarang menjadi incaran kelompok pendemo. Tak hanya di Jakarta yang beberapa hari terakhir semakin marak berbagai demo menuntut pelengserannya bersama Menkeu Sri Mulyani Indrawati, tetapi juga di luar daerah. Ketika berkunjung ke Banjarmasin, pekan lalu misalnya, ratusan aktivis Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) menyambutnya dengan teriakan ‘maling’ uang rakyat. Sebelumnya, ketika bertandang ke Gorontalo, malah memicu bentrokan mahasiswa pendemo dengan aparat yang berusaha melindungi wapres.
Belakangan, tuntutan demo tak lagi sebatas penonaktifan Boediono dan Sri Mulyani, tetapi telah berkembang ke Presiden SBY. Bahkan demo 28 Januari 2010 untuk menyambut 100 hari kinerja pemerintah, berbagai elemen pergerakan menuntut lengsernya SBY-Boediono. Alasan pemicunya memang skandal Bank Century yang diduga kuat melibatkan SBY. Tetapi, menurut penelusuran Mimbar Politik, akar masalah yang memantik gerakan mereka ternyata paham neoliberalisme yang melekat pada sosok Boediono. Setidaknya ini bisa dilihat dari tema yang diusung kelompok-kelompok demonstran, mulai dari Gerakan Indonesia Bersih (GIB), Kelompok Petisi 28, Aliansi 30 Kampus, Front Perjuangan Rakyat hingga Jaringan Muda Penggerak, semuanya menjadikan neolib sebagai musuh bersama.
Yang menarik, bahwa mayoritas penggerak aksi ini ternyata para tokoh yang memiliki kedekatan emosional dengan SBY. Penelusuran Mimbar Politik setidaknya menemukan adanya empat kategori penggoyang pemerintahan SBY. Tiga diantaranya ternyata berasal dari kalangan yang memiliki kedekatan dengan SBY. Pertama, adalah para pejabat aktif yang merasa berjasa dalam Pilpres 2009 lalu, namun tidak mendapat posisi strategis di pemerintahan. Sumber Mimbar Politik yang kini memimpin sebuah badan milik pemerintah bahkan terang-terangan mengaku ikut membiayai Demo 28 Januari untuk mendorong Presiden melakukan reshuffle kabinet. Harapannya tentu saja sang pejabat itu bisa naik ke kursi menteri dalam perombakan kabinet nanti.
Kelompok kedua adalah para mantan Tim Sukses SBY-Boediono di luar pemerintah yang tak mendapat jatah jabatan atau malah didepak dari kursi kabinet. Termasuk dalam barisan ini adalah para mantan menteri KIB I. Sekjen DPP Partai Demokrat, Amir Syamsudin, bahkan sempat menuding Jusuf Kalla ingin menjatuhkan SBY-Boediono. Ketua DPP Partai Demokrat, Ruhut Sitompul, beberapa waktu lalu, juga membeber adanya dua mantan menteri yang ikut mendanai demo pelengseran SBY pada 9 Desember 2009 silam. Meski tak menyebut nama, namun Mimbar Politik menemukan indikasi kebenaran isu ini. Bahkan fakta di lapangan malah menunjukkan lebih dari dua mantan menteri KIB I yang ikut mendukung para demonstran, meskipun hanya berupa dukungan moral.
Sebut saja mantan Staf Khusus Presiden Budang Pertahanan, Mayjen (Purn) Irvan Edison, meski tak terang-terangan mendukung aksi, namun kafe miliknya, Doekoen Coffee, di bilangan Pancoran – Jakarta, menjadi markas kelompok anti-SBY. Pun ketika Mimbar Politik menyambangi kediaman salah seorang mantan menteri KIB I, pekan lalu, puluhan aktivis mahasiswa anti-SBY nampak memenuhi halaman. Rupanya mereka menghadap untuk ‘melamar’ sang mantan menteri itu sebagai calon presiden versi mereka untuk menggantikan SBY. “Sejak awal GMPI sudah menentang duet SBY-Boediono,” tegas Sekjen Gerakan Mahasiswa dan Pemuda Indonesia (GMPI), Elias Sumardi Dabur menjawab Mimbar Politik.
Dalam Pemilu Presiden 2009 lalu, SBY-Boediono banyak mendapat dukungan dari berbagai kalangan dengan membentuk sayap organisasi pendukung. Namun dari sekian banyaknya organisasi pendukung SBY-Boediono, sedikitnya hanya empat orang saja yang dilibatkan dalam Kabinet Indonesia Bersatu II. Mereka adalah Menko Polhukam Djoko Suyanto (Wakil Ketua Tim Kampanye Nasional SBY-Boediono), Kepala BIN Sutanto (sempat tercatat sebagai Tim Relawan SBY-Boediono), Mendagri Gawaman Fauzi (Tim Sukses SBY-Boediono), dan Mensesneg Sudi Silalahi (Tim Sukses SBY-Boediono). Belakangan ada lagi anggota tim sukses yang terakomodasi, yakni Andi Arif sebagai Staf Khusus Presiden. Dan pekan lalu mantan Menko Polhukam Widodo AS, mantan Menkes Siti Fadilah Supari bersama mantan Menlu Hasan Wirayudha dan mantan Menteri Pemberdayaan Perempuan Meutia Hatta juga diberi tempat sebagai anggota Wantimpres.
Sedangkan puluhan bahkan ratusan lainnya tak terakomodasi. Inilah yang membuat Ketua DPP PDIP, Panda Nababan, menjelang pembentukan KIB II yang lalu, berkeyakinan bahwa akan bermunculan barisan sakit hati dari para mantan pendukung SBY-Boediono. "Sangat ditentukan formasi kabinet yang dibentuk SBY. Kok saya yakin kalau ada yang berkoalisi sekarang akan lari balik ke kita karena kecewa. Itu bisa saja terjadi," ujar Panda, kala itu.
Kekuatan ketiga penggoyang SBY adalah para politisi anggota koalisi pendukung pemerintah. Sudah menjadi rahasia umum bahwa parpol-parpol anggota koalisi memiki agenda terselubung. Setidaknya hal ini nampak dari agresivitas Golkar dan PKS menelanjangi kesalahan Boediono dan Sri Mulyani dalam Pansus Angket Century. Sejumlah pakar politik pun menilai tindakan kedua parpol itu bukan semata-mata untuk mengungkap kebenaran, melainkan demi meningkatkan posisi tawar di hadapan SBY. “Mereka ingin meningkatkan jatah kursi menteri,” ujar pakar ekonomi politik, Sukardi Rinakit, kepada Mimbar Politik, beberapa waktu lalu.
Meski para petinggi PKS dan Golkar membantah tudingan itu, namun publik sudah terlanjur curiga. Apalagi sejumlah sumber menyebut skandal Century sengaja diangkat sebagai pintu masuk untuk menggoyang pemerintahan SBY-Boediono. “Kami sengaja mendorong agar skandal Century dibongkar seterang-terangnya, apalagi Pak SBY sudah mengatakan tidak terlibat,” ujar mantan tokoh Tim Sukses SBY-Boediono yang tak mendapat jabatan di pemerintah.
Sedangkan kelompok terakhir penggoyang SBY adalah musuh politik SBY yang kalah dalam Pilpres 2009 lalu. Masuk dalam barisan ini adalah para mantan Tim Sukses SBY-JK pada Pilpres 2004 yang kini sudah merapat ke parpol lain, seperti Letjen (Purn) M Jasin yang kini menjadi think tank di Partai Gerindra dan beberapa lainnya. Mereka tak hanya bergerak di parlemen, khususnya melalui Pansus Angket Century, melainkan juga melakukan gerilya di lapangan. Ada yang dilakukan langsung oleh para politisi parpol-parpol non koalisi itu, tetapi ada juga yang melalui organisasi underbow. Misalnya saja Group Diskusi Aktivis 77/78 yang menjadi wadah sejumlah kader PDIP. Lembaga ini gencar melakukan sosialisasi gerakan people power ke berbagai daerah untuk melengserkan SBY-Boediono. Belum lagi dengan gerakan LSM Merah yang afiliasinya jelas ke parpol non koalisi, khususnya PDIP, juga memasang target untuk mengganti SBY-Boediono secepatnya.
Yang menarik, dari empat kelompok penggoyang SBY itu, kesemuanya ternyata bertemu dalam satu isu pokok, yakni perlawanan terhadap neolib. Bahkan wacana neolib ini justru lebih gencar disuarakan oleh kelompok kecewa dan barisan sakit hati yang masih berada di sekitar pemerintahan SBY saat ini. Ini artinya, target utama mereka sebenarnya adalah Wapres Boediono yang selama ini diidentikkan sebagai pengusung neoliberalisme dalam KIB II. Kecuali kelompok non pemerintah dan non koalisi yang juga memasang target pemakzulan SBY-Boediono.
Tapi apa hubungannya Boediono dan neoliberalisme itu dengan kelompok kecewa dan sakit hati dalam pemerintahan SBY? Pernyataan mantan Menteri Kesehatan Siti Fadilah Supari kiranya bisa menjadi gambaran. Tokoh yang semula dikenal sebagai loyalis SBY ini mengaku terdepak dari kabinet gara-gara Boediono. “Sejak SBY memilih Boediono, dimana masyarakat menyebut dia sebagai orang yang neolib, saya sudah tahu bahwa saya pasti didepak dari kabinet, karena program-program kesehatan yang saya canangkan waktu itu memang melawan arus,” ujar Siti Fadilah kepada Mimbar Politik di Jakarta, Sabtu (23/1).
Belakangan, Fadilah mengetahui bahwa dirinya tidak jadi disertakan dalam tes calon menteri itu lantaran penolakan dari luar negeri. “Belakangan saya diminta untuk ketemu Hatta Rajasa yang disuruh resmi oleh SBY. Katanya presiden sudah berusaha keras untuk mempertahankan saya menjadi Menkes tetapi resistensi sangat kuat. Resistensi dari luar negeri,” tandasnya.
Bila memang demikian, tak salah bila para menteri KIB I yang terdepak lainnya juga berpikiran sama dengan Siti Fadilah, bahwa Boediono sebagai biang keroknya. Tak salah bila para mantan menteri itu belakangan lebih lekat dengan mantan Wapres Jusuf Kalla. Pada saat peresmian Wisma Kalla di Makassar, Senin (18/1), sepuluh mantan menteri KIB berkumpul di Makassar. Mereka antara lain Meutia Hatta (Menteri Pemberdayaan Perempuan), Siti Fadilah Supari (Menteri Kesehatan), Jusman Syafei Djamal (Menteri Perhubungan), Bachtiar Chamzah (Menteri Sosial), Widodo AS (Menkopolkam), Fahmi Idris (Menteri Perindustrian dan Perdagangan), Hasan Wirayudha (Menteri Luar Negeri), Andi Mattalatta (Menkum HAM), Anton Apriantono (Menteri Pertanian) serta mantan Kepala Badan Intelejen Negera (BIN) Syamsir Siregar.
Meski menurut Kalla, pertemuan itu hanya silaturrahmi biasa, namun kesan adanya pembahasan khusus juga tak bisa dipungkiri. Apalagi pertemuan itu dilakukan pada saat suhu politik sedang memanas.
Kesamaan target terhadap Boediono inilah yang konon memperkencang gerakan kelompok kecewa dan barisan sakit hati ini mendesak agar Pansus Century melakukan pengusutan tuntas skandal dana talangan senilai Rp 6,7 triliun itu. Para pengusung agenda tersebunyi dalam Pansus Century pun kian leluasa menjalankan misinya tanpa khawatir dicurigai. “Tentu saja mereka tidak terjun langsung, tetapi ada penghubungnya,” ujar sumber Mimbar Politik.
Faktanya, nyaris seluruh demo yang marak belakangan ini, termasuk Demo 28 Januari 2009, juga menjadikan neolib sebagai isu utama. Bagi mereka, neolib sebagai biang kesengsaraan rakyat, karena program-program pemerintah cenderung mengutamakan kepentingan kapitalis asing ketimbang kesejahteraan rakyat. “Korupsi memang buah dari rezim neolib. Karena itu, sampai kapan pun korupsi akan tetap subur di Indonesia bila rezim pendukungnya tidak diganti,” tegas Sekjen GMPI, Elias Sumardi Dabur.
Mampukah mereka menjatuhkan Boediono? Ataukah gerakan perlawanan bakal terhenti setelah para elit yang sakit hati dan kecewa itu mendapat kompensasi jabatan? Kita lihat saja.

‘Saya Terdepak Setelah SBY Pilih Boediono’

Senyum mantan Menteri Kesehatan, Siti Fadilah Supari, mengembang saat berjabat tangan dengan Presiden SBY seusai pelantikannya sebagai anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres). Dia dilantik bersama delapan anggota Wantimpres lainnya, di Istana Negara, Senin (25/1). Mereka antara lain Emil Salim, KH Ma'ruf Amin, Meutia Hatta, Ginanjar Kartasasmita, Widodo AS, Nur Hassan Wirajuda, Jimly Asshiddiqie, dan Ryaas Rasyid. Dalam perbincangannya dengan Mimbar Politik, Siti Fadilah mengaku terkejut dengan penunjukan dirinya. Pasalnya, pada saat penyusunan Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) II yang lalu dirinya dijegal, meskipun sempat mendapat panggilan tes oleh SBY. Menurut Siti Fadilah, Wapres Boediono lah penyebab pendepakan dirinya dari kabinet, karena sikap dan kebijakannya yang selama ini anti neolib.
Selepas dari kabinet, wanita ramah ini kian vokal menyuarakan aspirasi rakyat. Sikap ini mengundang simpati para politisi dan tokoh masyarakat. Pada awal-awal pembentukan Pansus Angket Century DPR RI, Tim 9 Pansus bahkan menjadikannya sebagai target tokoh yang disambanginya. Dan seiring dengan memanasnya suhu politik tanah air, kediamannya di Komplek Perumahan Billy & Moon, Pondok Kelapa, Kalimalang Blok Q4 No.12 itu kerap disambangi para aktivis anti SBY. Gerakan Mahasiswa dan Pemuda Indonesia (GMPI), beberapa waktu lalu bahkan menobatkannya sebagai salah satu calon presiden pengganti SBY.
Bagaimana sebenarnya pandangan satu-satunya anggota baru Wantimpres ini terhadap pemerintahan SBY-Boediono? Apakah dia sakit hati lantaran terdepak dari kabinet? Berikut wawancara khusus wartawan Mimbar Politik, Alfonsius Takota, dengan Siti Fadilah Supari di kediamannya, Sabtu (23/1) siang.

Pemerintahan SBY-Boediono sekarang memasuki 100 hari. Apa komentar yang ingin Anda sampaikan?
Kalau saya melihat running text di televisi, Pak Hatta Rajasa mengatakan bahwa kinerja 100 hari pemeintahan SBY sudah hampir mencapai 100%. Namun pendapat Hatta tersebut kelihatan sangat kontradiktif dengan apa yang dirasakan oleh masyarakat. Masyarakat awan justru melihat bahwa kinerja KIB II pada umumnya jauh dari harapan. Sebenarnya bagi masyarakat belum ada gebrakan nyata dan menyentuh kehidupan masyarakat kecil. Namun selama ini tidak pernah terekspose karena didominasi oleh Pansus Century, sehingga masyarakat tidak melihat kemajuan apa yang menjadi gebrakan dari Pemerintahan SBY. Saya melihat gebrakan yang agak simpati adalah Menteri Perikanan dan Kelautan Fadel Muhamad. Dia menggratiskan retribusi nelayan. Ini langsung menyentuh kebutuhan masyarakat kecil. Mestinya program-program seperti itu yang digalakkan. Bukan malah didominasi proyek-proyek mercusuar dan menguntungkan orang asing, seperti membuka rumah sakit asing, dibukanya pasar bebas dengan China dan sebagainaya.

Bukankah hal ini tak lepas dari komposisi KIB II. Bagaimana Anda menilai kabinet sekarang?
Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) jilid kedua ini rada aneh menurut saya. Karena jauh dari tradisi yang biasa terjadi. Misalnya tidak ada unsur Muhammadiyah, bahkan NU. Walaupun didalamnya ada orang Muhammadiah dan NU, tetapi bukan unsur dari Muhammadiyah dan unsur NU sebagai organisasi. Kedua, unsur TNI juga hilang dari posisi menteri. Kepala BIN yang sepanjang masa itu seharusnya dipegang oleh TNI ternyata sekarang dijabat polisi, sehingga menimbulkan ketidakharmonisan antara polisi dan BIN. Ketidakharmonisan ini sudah menjadi rahasia umum.

Sepengetahuan Anda, mengapa ini bisa terjadi?
Seharusnya tanyakan kepada SBY. Saya hanya melihat sejarah saja, bahwa sejak negara ini dibentuk, kabinet dipemerintahan selalu ada wakil di kabinet yang berasal dari tiga unsur itu, yakni kekuatan dari Muhammadiyah, NU dan TNI. Ini sesuatu yang sudah menjadi tradisi. Dari presiden ke presiden tiga unsur ini selalu ada. Kementrian agama biasanya dari unsur NU atau Muhamadiyah, tetapi yang terjadi sekarang dari pantai. Kemudian ada lagi Mendagri biasanya dari TNI sekarang tidak lagi. Di KIB II, TNI benar-benar tidak mendapat tempat sama sekali.

Apakah benar komposisi KIB II itu karena pesanan asing?
Saya melihat ada arah kesana. Atau memang karena ada desakan yang begitu kuat dari Pak Boediono. Semuanya bisa saja terjadi.

Apakah masih ada lagi menteri yang menurut Anda seperti Fadel?
Sebetulnya Fadel itu tidak tepat di posisinya. Dia lebih tepat di Bappenas, karena dia menunjukan keberpihakannya kepada rakyat. Selain Fadel saya tidak tahu.

Bagaimana dengan Menkes yang menggantikan Anda?
Seharusnya tanya langsung kepada rakyat. Bagaimana kinerja Menkes menyentuh rakyat kecil atau tidak? Karena untuk menyentuh ke kehidupan rakyat kecil bukan otak atau kepintaran yang dipakai, tetapi hati. Dan hati tidak bisa dipaksakan. Saya belum melihat program-program rill yang dilakukan oleh Menkes sekarang yang menyentuh langsung kehidupan rakyat banyak. Program yang sangat menonjol adalah pemberian obat filaria atau filarialisasi kepada masyarakat. Dimana tiba-tiba terjadi endemi filarialisasi di 380 kabupaten/kota. Data ini dari mana? Sepertinya tidak pernah dilakukan penelitian terlebih dahulu.
Katanya program itu dari WHO yang membersihakan filarisasi di dunia termasuk Indonesia. Namun pelaksanaannya kurang bijak atau kurang etis. Dari proyek ini, 9 orang meninggal karena mengkonsumsi obat-obat tersebut. Namun ketika dikomplain, pemerintah mengelak, bahwa kematian itu bukan karena obat yang dikonsumsi. Jadi, ini satu-satunya program yang menyentuh masyarakat, tapi hasilnya 9 orang meninggal karena obat-obat vaksin filarialisasi.

Mengapa ini bisa terjadi?
Artinya pemerintah, dalam hal ini mentri kesehatan, harus melakukan pengobatan masal itu dengan prosedur yang betul. Pelaksanaannya jelas. Kalau ada program WHO, tidak harus selalu diaplikasikan. Kita lihat dulu. Karena program WHO tidak selalu benar dan menguntungkan rakyat. Kalau WHO memuji kita, maka kita harus hati-hati, karena ada maunya. Pasti ada udang dibalik batu. Jadi jangan senang di puji orang asing. Kerjakan untuk kesejahteraan masyarakat kita. Rakyat kita adalah yang nomor satu, jangan mengharapkan pujian.

Anda termasuk salah seorang yang ikut aktif dalam Tim Sukses SBY pada Pilpres lalu. Tetapi ternyata Anda tidak dipertahankan di kabinet. Mengapa ini bisa terjadi?
Memilih menteri kan hak prerogatif presiden. Tetapi presiden memperoleh hak prerogatif itu atas mandat rakyat. Jadi, tanpa mandat dari rakyat dia tidak akan mendapatkan hak itu. Maka, hak prerogatif harus juga menjadi hak prerogatifnya rakyat. Karena itu dalam menjalankan haknya, dia juga harus melihat kemauan rakyat. Tetapi sudahlah itu adalah kemauan presiden. Tetapi ketika saya didepak sebenarnya sudah saya menduga, sejak SBY memilih Boediono, dimana masyarakat menyebut dia sebagai orang yang neolib. Ada tiga hal yang pasti ada dalam konsep neoliberal. Pertama ada privatisasi. Kedua, penghilangan subsidi dan aktifnya pasar bebas. Makanya sejak beliau memilih Boediono, saya sudah tahu bahwa saya pasti didepak dari kabinet, karena program-program kesehatan yang saya canangkan waktu itu memang melawan arus.

Jadi, Anda kecewa?
Bagi saya, menjadi mentri atau tidak bukan masalah. Sebetulnya saya sudah dipanggil untuk tes pada hari pertama, tetapi hal itu tidak dilakukan oleh presiden. Dan saya langsung menduga, pasti ada sesuatu yang tidak beres. Dan ternyata benar dugaan saya. Saya tidak dipanggil.
Belakangan saya diminta untuk ketemu Hatta Rajasa yang disuruh resmi oleh SBY. Katanya presiden sudah berusaha keras untuk mempertahankan saya menjadi Menkes tetapi resistensi sangat kuat. Resistensi dari luar negeri.

Apakah ini ada kaitannya dengan kebijakan-kebijakan Anda selama ini?
Saya pikir demikian. Karena di mata orang asing, saya ini pembangkan. Tetapi saya benar di mata rakyat. Saya membela rakyat saya. Ketika Anda membela rakyat kecil, maka akan dikatakan orang kampungan, tidak kondusif. Kalau Anda mempertahankan negara sebagai negara yang berdaulat, maka Anda akan dikatakan sebagai orang yang tidak kondusif, tidak kooperatif dan pembangkang. Tetapi kalau Anda mau diinjak kepalanya oleh orang asing, maka Anda akan dikatakan sebagai orang pintar, orang hebat, orang luar biasa, dan lain-lain.

Jadi, SBY waktu itu tidak bicara langsung dengan Anda?
Tidak pernah. Tetapi sudah dilakukan melalui Hatta Rajasa.

Tetapi sekarang kan Anda diminta Presiden untuk duduk sebagai Wantimpres?
Iya. Saya sebenarnya kaget sekali dengan hal itu. Sebenarnya sudah diminta sejak tanggal 18 Oktober 2009 sebelum mereka memanggil Menkes yang sekarang, sebelum pengumuman kabinet. Melalui Hatta, SBY meminta saya untuk menjadi Wantipres. Tetapi mengapa presiden sampai meminta saya untuk menjadi anggota Wantipres, padahal presiden sendiri mengetahui sikap saya yang tidak sejalan dengan beliau. Saya sangat anti neolib.
Tadinya saya pikir saya tidak di beritahu lagi (saat pelantikan). Tetapi kemudian saya di telepon lagi. Untuk saya tidak menjadi masalah. Saya diberi ksempatan untuk memberikan masukan-masukan ke presiden. Saya sudah menerima posisi itu. Tetapi belum mau bekerja.

Menurut Anda, apa alasan Presiden memberi posisi Wantimpres. Apakah untuk membungkam?
Saya tidak tahu itu. Saya sangat surprise bahwa presiden mempercayai saya sebagai Wantipres. Padahal presiden sangat paham siapa saya. SBY sangat mengerti tentang saya. Ini ada yang aneh. Dan dia mempercayai saya sebagai pendampingnya itu adalah suatu hal yang sangat luar biasa. Ya, mudah-mudahan apa yang saya lakukan dapat membawa perbaikan bagi rakyat Indonesia. Itu adalah harapan dari saya.



Kejutan Susno Menyeret Boediono

oleh: Rovy Giovanie
Testimoni Susno Duaji menghebohkan. Wapres Boediono disebut penyebab penghentian penyidikan skandal Bank Century. Mengapa testimoni dibeber menjelang akhir kerja Pansus?

Kekhusukan ibadah umrah Susno Duaji di tanah suci Mekkah, nampaknya terganggu. Gara-gara testimoninya dibocorkan anggota Pansus Angket Century, Selasa (26/1), mantan Kabareskrim Mabes Polri itu harus berurusan dengan atasannya. "Tadi malam salah satu pejabat tinggi Mabes Polri telah meminta klarifikasi kepada beliau (Susno)," kata Kabareskrim Mabes Polri Ito Sumardi di Mabes Polri, Jl Trunojoyo, Jakarta, Rabu (27/1).
Pantas kalau Kapolri Jenderal Bambang Hendarso Danuri merasa perlu segera melakukan klarifikasi kepada Susno. Pasalnya, testimoni yang menghebohkan kalangan politisi itu langsung menohok ke arah Wapres Boediono. "Dalam hal ini Kapolri juga telah menyatakan bahwa tidak ada masalah. Hanya jangan sampai masalah ini jadi isu yang baru. Padahal ini kan sudah lama dan sudah selesai,” jelas Ito.
Testimoni Susno dibocorkan anggota Pansus Angket Century, Andi Rachmat, Selasa (26/1) malam. Di saat Pansus telah memasuki tahap penyusunan kesimpulan akhir, politisi PKS ini mendadak mengungkap adanya testimoni mengejutkan dari Susno. "Dikeluarkan mantan Kabareskrim . Dan saat ini dalam kondisi tertekan, dia mengeluarkan testimoni itu dan sangat tahu konsekuensi pernyataan itu, yang dikeluarkan di bawah sumpah," kata Andi.
Testimoni Susno itu diserahkan seusai menjalani pemeriksaan di hadapan Pansus Angket Century pada 20 Januari 2010. Kala itu, Susno menyerahkannya dalam forum tertutup seusai pemberian keterangan yang dilakukan secara terbuka dan disiarkan media televisi.
Pada bagian akhir testimoni setebal 12 halaman itu, disebutkan bahwa Bareskrim Mabes Polri tidak memprioritaskan penyidikan kasus penyertaan dana Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) sebesar Rp 6,762 triliun karena ada pertimbangan khusus. Pertimbangan yang ditulis dalam testimoni ini seperti menjadi penekanan sendiri bagi Susno Duadji, karena pada tulisan bagian ini, Susno menuliskan dengan huruf tebal.
"Ada di antara anggota KSSK saat itu yang sedang mengikuti Pemilu Wakil Presiden, kemudian menang sehingga menunggu persiapan pelantikan Wakil Presiden, yang tentunya kalau langsung disidik akan terjadi kehebohan, walaupun sebenarnya untuk membuktikan adanya korupsi dalam kasus penyertaan modal dari LPS senilai Rp 6,762 triliun ke Bank Century tidak terlalu sulit," demikian testimoni Susno.
Boediono, mantan Gubernur Bank Indonesia adalah sosok yang disebut dalam jelang pelantikan Wakil Presiden. Boediono juga merupakan anggota Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK).
Bagi anggota Pansus, pernyataan Susno jelas sangat mengejutkan. Apalagi dalam dua kali pemeriksaan yang dilakukan Pansus, Boediono selalu mampu berkelit dari sangkaan keterlibatannya dalam skandal Bank Century. Sejumlah saksi, termasuk saksi ahli, juga tak sedikit yang lebih condong ‘membebaskan’ mantan Gubernur BI itu dari skandal dana talangan Bank Century senilai Rp 6,7 triliun itu.
Tetapi anehnya, kenapa testimoni itu baru diungkap sepeken setelah pemeriksaan Susno di Pansus? Kiranya mustahil kalau anggota Pansus baru mengetahuinya belakangan, karena berkas testimoni itu dibagikan kepada seluruh anggota. Dan sekarang, kerja Pansus sudah memasuki tahap pembuatan kesimpulan yang diserahkan kepada masing-masing fraksi DPR.
Selain itu, apakah sebuah kebetulan bila pembocoran testimoni itu dilakukan Andi Rachmat pada saat tokoh pembuat istilah Cicak vs Buaya itu tengah berada di tanah suci Mekkah? Sumber Mimbar Politik di Pansus Century mengungkap fakta yang tak kalah mencengangkan. Menurut sang sumber, pembocoran testimoni itu sebenarnya merupakan bagian dari skenario geng PKS dan Golkar plus parpol non koalisi. Tujuannya untuk menaikkan posisi tawar di hadapan SBY dalam pembuatan kesimpulan akhir nanti. “Saya sangat yakin kalau kepergian Susno untuk umroh juga merupakan bagian dari skenario ini,” beber sang sumber ketika dihubungi, Rabu (27/1) malam.
Testimoni Susno ini dianggap sebagai senjata pamungkas geng PKS – Golkar setelah gagal menggolkan pembuatan kesimpulan sementara dalam rapat tertutup anggota Pansus, Selasa (26/1) malam. Rapat itu memang dimenangkan kubu Demokrat, PAN, PKB dan PPP yang sejak awal menolak pembuatan kesimpulan awal Pansus. “Kedua partai itu sejak awal berambisi mengambil kendali Pansus,” ujarnya.
Benar atau tidaknya pernyataan sang sumber memang belum bisa diketahui kepastiannya. Namun bila melihat pihak-pihak yang ngotot untuk menindaklanjuti testimoni itu memang berasal dari PKS dan Golkar. “Kesaksiannya (Susno) itu sangat penting memberikan penjelasan betapa bobroknya Bank Century ini dan betapa tidak layaknya bail out itu," ujar Sekjen PKS, Anis Matta.
Sedangkan para politisi Golkar tidak hanya menganggap testimoni Susno itu sebagai dokumen sah, melainkan juga sebagai temuan emas. "Jadi bahan tertulis dari Pak Susno Duadji yang sudah saya baca memang ada beberapa frase kalimat yang agak mengejutkan kita. Makanya ini adalah saya kira adalah sebuah temuan emas kalau itu benar," kata Ketua DPP Golkar Priyo Budi Santoso di Jakarta, Rabu (27/1).
Tetapi Susno sendiri nampaknya lebih meemilih untuk mencari posisi aman. Dalam keterangannya melalui pesan singkat, mantan Kabareskrim Mabes Polri itu membantah bahwa dirinya pernah memberikan keterangan tertulis kepada Pansus. Menurutnya, apa yang diributkan Pansus saat ini adalah kerangka buku yang akan diajukan seorang penulis kepada dirinya. "Bhayangkara sejati itu kerangka tulisan buku yang diajukan pada saya untuk dijadikan tulisan tentang figur saya, tapi belum saya setujui," terang Susno melalui pesan singkat, Selasa (26/1).
Kenapa berkas kerangka buku itu bisa sampai ke Pansus, menurutnya, karena tulisan itu menjadi satu dengan catatan aliran dana yang diminta oleh Pansus dan tak mungkin merobeknya. "Jadi keterangan saya tidak pakai testimoni, ya seperti yang resmi saya sampaikan di depan pansus," terangnya.
Jawaban Susno ini memang terkesan agak janggal. Tetapi yang jelas, hal ini telah memancing reaksi dari kalangan Istana. Juru Bicara Istana Wapres Yopie Hidayat, membantah keras kalau Boediono melakukan intervensi terhadap proses penyidikan kasus Bank Century. "Bahwa kalau memang Pak Susno menghentikan penyelidikan, tidak ada orang yang memerintahkan dan tidak ada orang yang meminta beliau menghentikan," terang Yopie di Jakarta, Selasa (26/1) malam.
Sanggahan juga meluncur dari Istana Presiden. Juru Bicara Kepresidenan, Julian Aldrin Pasha, memastikan bahwa pihak Istana tidak pernah memerintahkan Mabes Polri agar menghentikan penyidikan kasus Century karena Boediono akan dilantik menjadi Wapres.
"Nggak ada sama sekali," tegas Julian di Kantor Presiden, Jl Veteran, Jakarta Pusat, Rabu (27/1).
Sejauh ini, semuanya memang masih sumir, karena masih membutuhkan klarifikasi jelas dan tegas dari sang penyeret nama Wapres. Tetapi apapaun itu, terlepas dari bisa atau tidaknya testimony itu menjadi data resmi Pansus, yang jelas isu ini telah menjadi bola liar yang bisa mengarah kemana saja tergantung siapa yang memainkannya.

Mengamankan Barisan Pemburu Jabatan

oleh: Rovy Giovanie
Tak bisa disangkal, gerakan perlawanan terhadap pemerintahan SBY-Boediono saat ini sarat muatan kepentingan politik. Kalangan Istana pun tak tinggal diam, terus gerilya melakukan pengamanan.

Tawa mantan Staf Khusus Presiden Bidang Komunikasi Politik, Mayjen TNI (Purn) Djali Yusuf, berkali-kali terdengar saat berbincang dengan Mimbar Politik di Hotel Borobudur, Jakarta, Sabtu (23/1). Sepanjang percakapan selama sekitar satu jam, tak sedikit pun menyiratkan kekecewaan. Padahal pensiunan jenderal bintang dua yang ikut berjasa dalam pemenangan SBY-Boediono pada Pilpres 2009 lalu tidak kebagian jabatan dalam Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) II. Bahkan jabatan prestisius sebagai staf khusus presiden yang semula disandangnya kali ini juga telah tanggal.
“Saya tidak merasa bahwa saya tersisih. Hubungan saya (dengan SBY) tetap bagus. Kalau saya tidak melihat bahwa SBY itu sahabat saya, teman seperjuangan saat 2004 dan periode kemarin, kita sudah lari. Tetapi saya melihat di sana ada harapan. Walaupun ada kekurang, kita sama-sama menutupinya. Saya kira yang menerima kebahagian itu adalah semua masyarakat. Itu yang saya pikir,” tegas lelaki berkacamata ini.
Djali Yusuf memang berbeda dengan sejumlah rekan sesama mantan anggota Tim Sukses SBY-Boediono lainnya yang lebih memilih hengkang. Sejawatnya yang dulu sama-sama menjadi staf khusus presiden, Mayjen (Purn) Irvan Edison, misalnya, kini tak hanya menjaga jarak dengan presiden, tetapi juga cenderung berseberangan. Pun dengan sejumlah mantan petinggi tersingkir lainnya atau mantan anggota tim sukses yang tak kebagian jabatan, juga cenderung mengambil posisi berlawanan dengan pemerintah. Inilah yang kemudian melahirkan istilah Barisan Sakit Hati Presiden.
Sedangkan Djali hingga sekarang tak hanya menunjukkan loyalitasnya kepada sang presiden, tetapi justru tampil sebagai tokoh pengaman presiden. Melalui wadah Komite Nasional Masyarakat Indonesia (KNMI) yang dibentuknya, Oktober 2009 lalu, kelahiran Pidie - Aceh ini justru tampil di barisan depan untuk mengawal loyalitas parpol anggota koalisi. Bersama 79 elemen pergerakan yang dinaunginya, ia langsung turun tangan tatkala melihat anggota koalisi mulai melenceng dari komitmen awalnya. “Kami sudah pertama bertemu dengan Fraksi PAN. Mereka jamin 100 % mendukung presiden, meskipun tetap kritis,” jelasnya.
Ini tentunya bukan tugas ringan di saat suhu politik memanas seiring dengan guliran skandal Bank Century di Pansus Angket Century. Apalagi nuansa pembangkangan terlihat nyata dilakukan sejumlah anggota koalisi, terutama Golkar dan PKS. Belum lagi dengan berbagai aksi demo Anti SBY-Boediono yang kian marak dan disinyalir melibatkan para tokoh di sekitar Presiden sendiri.
Namun semua itu tak menyurutkan langkah Djali. Mengatasnamakan suara hati masyarakat bawah yang pada Pilpres 2009 lalu mendukung SBY-Boediono, Djali merasa punya hak untuk didengar. Apalagi massa pendukungnya riil dan tak kalah besar dibanding kelompok-kelompok demonstran yang selama ini kerap mengklaim atas nama rakyat.
Tak salah kalau ada yang menyebut KNMI sebagai wadah gerakan bawah tanah yang sengaja dibentuk SBY untuk mengimbangi kelompok perlawanan --meski Djali mengklaim organisasinya mandiri dan tanpa campur tangan presiden. Faktanya, KNMI memang tak mungkin bergerak sendiri untuk menggarap parpol koalisi. Sebagai gerakan bawah tanah, dia memiliki keterbatasa. Maka, akan sangat klop bila dipadukan dengan Demokrat yang menguasai parlemen. Bila KNMI melakukan penekanan melalui jalur informal, maka Demokrat bergerak lewat jalur formal di parlemen.
Konon, melunaknya sikap fraksi anggota koalisi belakangan ini tak lepas dari peran gerakan ini. Kedua sayap pengaman formal dan informal inilah yang kabarnya memfasilitasi deal-deal politik antara kelompok ‘pemburu jabatan’ di internal koalisi pendukung presiden.
Meski sejauh ini belum jelas apa bentuk deal yang dicapai, namun faktanya memang nampak adanya upaya pelunakan sikap anggota koalisi di Pansus Century. Misalnya saja penggantian sejumlah anggota Pansus yang selama ini dinilai kelewat vokal. Wakil Ketua Dewan Syura DPP PKB Lily Chodidjah Wahid terang-terangan mengaitkan pencopotan dua anggota Pansus dari PKB, Marwan Jafar dan Anna Muawanah –digantikan Agus Sulistiono dan Mohammad Thoha— sebagai upaya deal politik. “Itu reaksi berlebihan. Muhaimin Iskandar (Ketua Umum PKB) takut kehilangan posisinya sebagai menteri,” kata adik almarhum Gus Dur itu.
Namun, tudingan ini dibantah tegas oleh Muhaimin. Baginya, penggantian itu hanyalah penyegaran agar Pansus berjalan lancar. Sanggahan senada terlontar dari Sekjen DPP PAN, Taufik Kurniawan, yang juga mengganti anggotanya di Pansus. Chandra Tirta Wijaya. Politisi PAN yang selama ini vokal itu digantikanAsman Abnur. “Tidak ada motif politik sama sekali. Justru sebenarnya anggota pansus yang di-setting dari awal adalah Asman Abnur,” kilah Taufik.
PKB dan PAN belakangan ini dikenal sebagai anggota koalisi paling loyal terhadap pemerintah. PPP, meskipun tidak melakukan penggantian anggota di Pansus, selama ini diangap masih berada dalam koridor koalisi. Hanya PKS dan Golkar yang memang masih sulit dikendalikan. Meski belakangan sempat melunakkan sikap, namun ada kesan kedua partai ini masih ingin melanjutkan permainan untuk mengangkat nilai tawar setinggi-tingginya di hadapan SBY.
Menurut pakar politik LIPI, Syamsudin Harris, fenomena demikian lazim terjadi dalam politik. Para anggota fraksi dibiarkan bersuara lantang, meskipun sikap resmi fraksinya tetap memegang komitmen koalisi. “Itu strategi politik mereka,” ujarnya.
Sedangkan pengamat politik LSI, Burhanuddin Muhtadi, menilai sikap tarik ulur yang dilakukan Golkar dan PKS tak lepas dari posisi strategis keduanya dalam menentukan pemenang bila Pansus melakukan voting. Tanpa dukungan dua parpol itu, Demokrat hanya mengantongi 14 suara dari 30 anggota Pansus. Artinya, bila PKS dan Golkar bergabung dengan kubu PDIP, Hanura dan Gerindra, maka habislah Demokrat. Posisi inilah yang ‘dijual’ Golkar dan PKS ke Demokrat. Saat ini Golkar memiliki 6 wakil di Pansus, sedangkan PKS 3 orang.
Kiranya lantaran kesamaan kepentingan ini Golkar dan PKS yang sebelumnya kerap saling serang itu kini berbalik menjadi kompak. Maklum, bila salah satu diantara Golkar atau PKS langsung merapat ke Demokrat, maka stretagi untuk menaikkan harga tawar ke Demokrat otomatis akan bubar.
Sekarang Pansus sudah memasuki tahap perumusan kesimpulan akhir yang akan dibacakan dalam sidang pleno DPR, 4 Maret 2010 mendatang. Karena perumusan kesimpulan akhir Pansus diserahkan kepada fraksi, maka mau tak mau Golkar dan PKS harus mengubah strategi permainan bila ingin tetap memburu tambahan jabatan di pemerintahan. Pasalnya, penentu suara tidak lagi 30 anggota Pansus, 560 anggota Dewan.
Burhanuddin berkeyakinan, kedua parpol itu akan terus melakukan gangguan hingga tercapainya posisi tawar. “Motif utama partai koalisi memang untuk membangun posisi tawar terhadap pemerintah SBY-Boediono. Jadi setiap ada persoalan akan dimanfaatkan semaksimal mungkin,” tandasnya.
Strategi apakah yang akan ditempuh para pengaman presiden dari gangguan para pemburu jabatan itu? Perkembangan politik mutakhir sangat lah menentukan.


‘Tak Ada Kontrak Beri Jabatan Tim Sukses’

Di tengah maraknya aksi menggoyang presiden, terbersit kabar adanya keterlibatan orang-orang dalam pemerintah. Sumber Mimbar Politik yang kini aktif memimpin sebuah badan pemerintah malah mengaku ikut membiayai demo menuntut lengsernya Presiden, 28 Januari 2010. Apa sebenarnya yang terjadi di lingkaran dekat SBY? Untuk mengoreknya, wartawan Mimbar Politik, Petrus Dabu, mewawancarai Staf Khusus Presiden Bidang Komunikasi Sosial, Mayjen TNI (Purn) Sardan Marbun, di kantornya, Jl Veteran No.2 – Jakarta Pusat, Senin (25/1). Berikut kutipannya.

Bagaimana komentar Anda terkait penilaian SBY gagal?
Kita menerima SMS dan PO BOX pada hakikatnya malah tidak pernah menggubris soal century. Kalau yang bergerak di lapangan itu kalau menilai itu-itu saja orangnya. Mengenai pernyataan gagal, ya kita lihat, dia mengatakan gagal itu apa faktaya. Selain orang-orangnya itu-itu saja, faktanya apa? Dalam program seratus hari kita sebagian besar dapat dilakukan. Bahkan kalau baca koran-koran sekian persen-sekian persen. Dan itu pun tidak dapat dikatakan sebagai tolok ukur, sejauh ini sepengetahuan saya, bukan karena saya pejabat di staf khusus, dibandingkan KIB sebelumnya sekarang lebih bagus.
Jangan terpengaruh perkataan orang-orang (yang mengatakan gagal). Saya tidak berani mengatakan siapa orang-orangitu. Tetapi mereka ya itu-itu saja, termasuk nanti tanggal 28 Januari.

Siapa mereka yang Anda maksudkan?
Tidak perlu mengidentifikikasi ya siapa internal atau siapa itu. Yang penting kita ambil general, rakyat senang atau tidak dengan pembangunan itu. Itu yang mau kita lakukan. Ada juga yang internal ada juga yang koalisi, misalnya. Dia senang tetapi belum tentu rakyat senang. Yang kita pilih kesenangan rakyat. Kalau rakyat menolak, ya itu yang menjadi perhatian kita. Kalau seandainya orang ada yang melihat internal koalisi yang nggak senang berarti itu kita klasifikasikan bahwa itu kemauan dia sendiri.

Jadi benar ada orang internal Ring-1 yang ikut bermain?
Itu yang mau saya katakan tadi. Nggak perlu capek ngurusin itu. Yang perlu kita urusin apakah pembangunan ini mencapai atau tidak sesuai kepentingan rakyat banyak? Kalau rakyat banyak sudah terpenuhi, lalu ada satu dua yang tidak sesui, maka siapa pun dia berarti kepentingan pribadi, bukan kepentingan 230 juta rakyat Indonesia. Saya nggak mau melihat itu. Kalau kita urusi satu per satu yang intriknya beda akan capek. Habis energi kita. Kalau pun ada (orang internal Ring-1), nggak perlu didengar. Saya tidak mengikuti hal-hal seperti itu. Yang penting, kita fokus untuk kepentingan rakyat, bukan kelompok.

Bagaimana Anda menilai teman-teman Anda di Ring-1 dalam 100 hari pemerintah saat ini?
Bagus. Kalau dari staf sesuai dengan kemampuannya masing-masing, mendukung sekali program 100 hari. Tinggal mungkin karena keterbatasan orangnya ya memang segitu ya mau bilang apa. Tapi saya tidak meragukan soal dukungan (kepada Presiden), soal good will.

Bagaimana dengan isu adanya orang dalam yang mengganggu dari belakang?
Nggak ada. Apa lagi itu? Kalau namanya menganggu atau menolak, saya tidak melihat itu. Kalau pun ada (yang mengganggu) ya sebatas kemampuan.

Faktanya ada orang dalam pemerintahan yang mengaku ikut membiayayi demo?
Sejauh saya ketahui, sekarang ini katakanlah menteri KIB II dan staf khusus, saya katakan tidak ada yang mengganggu. Semua berusaha mendukung dan mensukseskan program seratus hari.

Tidak ada yang main dua kaki?
Ngak, Nggak ada itu.

Bukankah kita tidak bisa menutup mata bahwa banyak mantan tim sukses SBY yang kecewa karena tidak dapat jabatan?
Saya nggak dengar yang begitu-begituan. Sekali lagi, kita tidak perlu menghabiskan energi untuk memikirkan yang begitu, karena memang tidak ada kontrak bahwa semua tim sukses semua harus diwadahi (diberi jabatan). Yang ada justru konsensus bagaimana kita mengabdi kepada bangsa dan negara. Saya kira Presiden dalam menyusun kabinet lebih mengutamakan kompetensi dan faktor-faktor lain sesuai hak prerogratif presiden.
Kalaupun ada tim sukses yang begitu (kecewa), saya kira sudah keliru cara berpikirnya. Bukan negara dan bangsa yang dipikirkan, tetapi diri sendiri. Apalagi kalau dia tidak ada apa-apanya, atau kemampuannya jauh dari persyaratan, saya kira tidak pantas kecewa. Sangat banyak pertimbangan presiden yang mempunyai hak prerogatif.

Lantas bagaimana dengan mereka yang kecewa?
Itu tadi, jangan kita kecewa. Kita membantu harus ikhlas. Jangan mengatakan ikhlas tetapi ternyata tidak ikhlas. Negara bisa rusak kalau begini. Itu lebih jahat daripada orang yang berterus terang. Itu bermian di belakang layar. Dan orang semacam itu mungkin secara kemampuan oke, tetapi mentalitasnya sulit dipertanggungjawabkan.

Bisa jadi musuh dalam selimut?
Tidak ada. Orang transparan kok. Semuanya jelas. Saya bisa memastikan kalau itu solid. Ya 100 % mungkin tidak, tapi kalau soal adanya yang menghambat, saya nggak lihat.

Kalau tidak 100 persen berarti ada yang bermasalah?
Yang bisa memastikan 100 % itu hanya Tuhan. Itu maksudnya. Sebagai manusia sejauh ini saya tidak melihat fakta (internal) yang menghambat.

Tetapi rumor menyebutkan adanya orang dalam pemerintah yang memanfaatkan panasnya suhu politik akibat kasus Century untuk meningkatkan posisi tawarnya?
Oh, saya nggak melihat. Begini ya, dalam soal Century, Presiden sudah mengatakan jangan mengkriminalisasi kebijakan. Setiap pejabat itu mempunyai hak untuk membuat suatu kebijakan, dan kebijakan itu tentunya bukan dilakukan oleh orang per orangan, tetapi oleh organisasi. Jadi positif tujuannya. Tetapi kalau dalam implementasinya ada yang keliru, itu yang diporses. Tetapi memang ada kelompok-kelompok yang memanfatkan kondisi ini. Itu yang saya katakan kelompok itu-itu saja. Mereka yang tidak kesampaian, ataupun orang-orang yang mencari polularitas.
Anda sendiri puas dengan jabatan sekarang?
Harus puas lah. Mengapa tidak. Tidak ada kekecewaan. Saya masih bisa mengerjakan sesuatu. Tolok ukurnya jangan kita menilai diri sendiri. Kalau Bapak Presiden sudah menunjuk, berarti kita sudah dinilai orang lain, itu lah yang bisa kita lakukan. Kalau kita menilai sendiri wah.. kurang..tidak ..

Ada yang mengatakan bahwa salah satu pertimbangan dalam memilih Wantipres yang dilantik kemarin adalah untuk meredam kelompok sakit hati yang mulai menyerang Presiden?
Penilaian untuk mengangkat Wantipres hak prerogatif presiden. Beliau menilai dari segala hal. Pertama kompetensinya, penilaian masyarakat, penilaian orang luar. Seperti Ibu Siti Fadilah, kritiknya sejauh itu membangun ya justru itu yang kita harapkan. Jadi, pengangkatan beliau tidak ada kaitannya dengan upaya untuk membungkam. Nasihat-nasihat beliau sangat diharapkan, karena sudah berpengalaman lima tahun lalu.



Bila Rekomendasi di Tangan Fraksi

oleh: Rovy Giovanie
Kerja Pansus Angket Century hampir final. Meski rekomendasi akhir belum dihasilkan, namun arahnya sudah bisa ditebak. Apalagi rekomendasi final diserahkan kepada masing-masing fraksi.
Wakil Ketua Pansus Angket Century dari Fraksi PDIP Gayus Lumbuun kecewa. Keinginan fraksinya agar Pansus membuat kesimpulan awal akhirnya kandas. Rapat tertutup yang dilangsungkan Pansus, Selasa (26/1) malam, resmi meniadaan kesimpulan awal hasil pemeriksaan para saksi. Pansus akan langsung mengambil kesimpulan final beberapa waktu ke depan. Keputusan ini akan dibacakan pada Rapat Paripurna DPR tanggal 4 Maret 2010.
"Yang terpenting, malam ini pansus telah merumuskan dan mengkompilasi data yang kami miliki," kata Ketua Pansus, Idrus Marham, usai rapat yang berlangsung alot selama empat jam itu, di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa (26/1).
Keputusan ini merupakan kemenangan kubu Fraksi Partai Demokrat (FPD). Sejak awal, fraksi pimpinan Anas Urbaningrum ini menolak kesimpulan sementara Pansus. Apalagi sidang pansus selama ini dilakukan terbuka dan langsung diliput oleh media televisi. “Rakyat sudah mendapat gambaran yang sangat lengkap tentang perkembangan Kasus Bank Century. Karena itu, yang diperlukan adalah kesimpulan akhir,” tegas Anas di Gedung DPR RI Jakarta, Selasa (26/1).
Di belakang Demokrat, berdiri dua fraksi yang bersikap sama, yakni Fraksi Partai Amanat Nasional (FPAN), Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (FPKB). Sedangkan sisanya menghendaki adanya kesimpulan awal. Namun entah kenapa, belakangan Fraksi PPP dan Partai Golkar ternyata melunakkan sikap. "Untuk membuat kesimpulan sementara saya kira oke saja. Tetapi saya yakin tidak ada, hanya evaluasi. Kalau kesimpulan sementara sama saja asumsi," tegas anggota Pansus dari Golkar, Agun Gunanjar Sudarsa.
Meskipun tanpa dukungan PKS, merapatnya Golkar dan PPP membuat posisi Demokrat diatas angin. Dari total anggota Pansus berjumlah 30 orang, kali ini Demokrat mengantongi dukungan 20 orang. Demokrat memiliki 8 wakil, Golkar 6 orang, dan masing-masing 2 orang untuk PAN, PPP dan PKB. Inilah yang akhirnya mengantarkan Pansus memutuskan untuk meniadakan kesimpulan awal. “Sejak awal saya sudah mengatakan, Demokrat dan Golkar yang paling berkuasa di Pansus. Mereka harus duduk bersama dan membicarakan penyelesaikan di dalam Pansus Century," kata anggota Pansus Angket Century dari FPPP, M Romahurmuzy di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (26/1).
Fakta ini tentu berbeda dengan klaim para vokalis Golkar dan PKS yang memposisikan diri di barisan PDIP, Gerindra dan Hanura. Anggota Pansus dari Golkar, Bambang Soesatyo alias Bamsat, bahkan sempat terang-terangan mempublikasikan adanya pengkubuan di Pansus, yakni antara Demokrat, PAN, PPP dan PKB melawa Golkar, PDIP, PKS, Gerindra dan Hanura. Dengan komposisi ini, kubu Golkar memang unggul karena menguasai 16 kursi anggota Pansus, sedangkan Demokrat hanya 14 kursi.
Entah apa maksud Bamsat melakukan klaim itu, apakah sekedar mencari sensasi di depan para aktivis pergerakah, untuk menaikkan posisi tawar Golkar, ataukah justru untuk merusak reputasi Ketua Umum Golkar, Aburizal Bakrie (Ical), di mata SBY. Padahal Bamsat tentunya tahu persis bahwa selama ini Ical selalu ‘tunduk’ ketika SBY mengingatkan agar Golkar merapat ke Demokrat. Apalagi pada hari ketika Pansus menggelar rapat tertutup itu, Selasa (26/1), Presiden meresmikan salah satu proyek jalan tol garapan perusahaan Ical, Bakrie Group, yakni Tol Kanci Pejagan, Cirebon.
Dengan penyerahan rumusan keputusan final Pansus ke fraksi, maka posisi Demokrat justru kian kuat. Meskipun pandangan masing-masing fraksi akan berbeda-beda, namun besar kemungkinan parpol anggota koalisi pada akhirnya akan mengikuti arahan Demokrat. Karena keputusan fraksi mencerminkan sikap parpol. Sedangkan sikap parpol cenderung didominasi keputusan sang ketua umum. Dalam koalisi parpol pendukung pemerintah, nyaris semua ketua umum adalah mereka yang memiliki hubungan dekat dengan SBY, kecuali PKS.
Bila ternyata titik temu tidak berhasil dicapai antarfraksi, kata Idrus, maka hasil rumusan tersebut akan langsung dibawa ke Sidang Paripurna untuk diambil keputusan. Bila hal ini terjadi, maka tak pelak lagi mekanisme voting harus dilakukan. Lagi-lagi posisi Demokrat juga berpeluang besar untuk menang. Taruh saja PKS dan Golkar membelot, Demokrat masih mengantongi 260 kursi dari 560 kursi, atau sekitar 46 persen. Ini berarti Demokrat hanya membutuhkan tambahan suara sekitar 4 persen atau 20 plus 1 kursi untuk memenangkan voting. Kiranya ini tidak terlalu sulit dipenuhi dengan mengambil sebagian suara Golkar. Apalagi mayoritas anggota FPG lebih condong mendukung pemerintah.
Dengan komposisi kekuatan seperti ini, maka secara politis tidak menguntungkan bagi Golkar dan PKS untuk berhadap-hadapan dengan koalisi Demokrat. Selain berisiko untuk terdepak dari koalisi, juga tak memberikan keuntungan politik bagi kedua parpol, selain hanya sekedar pencitraan di mata publik.
Barangkali lantaran ini, PKS belakangan mulai menunjukkan sikap yang lebih bersahabat dengan pemerintahan SBY-Boediono. Setidaknya anggota Pansus Angket Century, Fahri Hamzah memberikan garansi bahwa partainya tidak akan memakzulkan SBY-Boediono lantaran kasus masa lalu. "Kalaupun ada pemakzulan karena pelanggaran, itu harusnya terjadi saat presiden sedang menjabat. Sedangkan kasus Century adalah masa lalu," kata Fahri di sela Rapat Paripurna DPR, Selasa (26/1).
Dengan demikian, maka tak salah pendapat para pakar politik seperti Syamsudin Harris, Soekardi Rinakit dan lainnya yang meyakini bahwa posisi SBY-Boediono masih sangat kuat. Kalaupun Pansus ternyata menemukan indikasi kriminal dalam skandal Bank Century itu, maka tak akan mungkin mampu mengarah ke pelengseran SBY-Boediono. “Tak ada alasan bagi SBY untuk panik,” ujar Syamsudin Harris.

KOMPOSISI ANGGOTA PANSUS
PARPOL JML
Demokrat 8
Golkar 6
PDIP 5
PKS 3
PAN 2
PPP 2
PKB 2
Gerindra 1
Hanura 1
JUMLAH 30



KOMPOSISI ANGGOTA DPR RI 2009-2014
FRAKSI KURSI %

FPD 148 26,40
FPG 106 18,92
FPDIP 94 16,78
FPKS 57 10,17
FPAN 46 8,21
FPPP 38 6,78
FPKB 28 5,00
F-GERINDRA 26 4,64
F-HANURA 17 3,04
Total 560 100,00

Sinyal Demokrat Korbankan Ani

oleh: Rovy Giovanie
Sri Mulyani Indrawati nampaknya benar-benar di ujung tanduk. Kesimpulan sementara Partai Demokat menyebut mantan Ketua KSSK itu paling bertanggung jawab dalam skandal Bank Century.
Rumor tentang pengorbanan Menkeu Sri Mulyani Indrawati yang berhembus beberapa pecan lalu nampaknya bisa menjadi kenyataan. Meski kalangan Istana Negara dan Ketua Umum DPP Golkar, Aburizal Bakrie (Ical), membantah tegas adanya deal untuk melengserkan perempuan yang akrab dipanggil Ani itu, namun ada indikasi kuat Partai Demokrat merelakan mantan Ketua Komite Stabilitas Sektor Keuangan (KSSK) itu sebagai tersangka utama skandal Bank Century.
"Dari mulai akuisisi, merger, KSSK, sampai LPS, sama sekali tidak ada keterlibatan Pak SBY. Nah Pak Boediono jelas. Yang paling bertanggungjawab Ketua KSSK Sri Mulyani," kata anggota Pansus dari Fraksi Partai Demokrat (FPD), Achsanul Qosasi di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (26/1).
Alasan Achsanul, penetapan status Bank Century gagal sistemik ada ditangan KSSK. KSSK juga yang meneruskan bail out ke LPS. Oleh karena kejelasan tersebut, PD akan menelusuri lebih lanjut pansus Century.
Sinyal pengorbanan Sri Mulyani semakin nampak pada hasil rapat tertutup Pansus Angket Century, Selasa (26/1) malam. Sidang yang mementahkan usulan kesimpulan sementara Pansus itu ternyata juga memutuskan untuk melakukan penyitaan data-data KKSK. Langkah ini diambil karena Sri Mulyani sebagai mantan Ketua KKSK dianggap tak kooperatif karena belum juga menyerahkan semua data yang dimiliki KKSK. "Jadi sudah disepakati bahwa itu akan dilihat perkembangan data di hari Jumat (29/1) di dalam rapat konsultasi. Jika dihari itu masih ada data yang belum diberikan maka kita akan menggunakan hak sita," kata Ketua Pansus Century Idrus Marham usai rapat evaluasi pansus Century di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (26/1).
Menurut Idrus, hingga saat ini data yang terpenuhi belum mencapai separuh. Masalah merjer dan FPJP yang sudah dianggap selesai saja masih menyisakan kekurangan data. "Hingga saat ini data yang sudah masuk baru 30 persen. Baru 27 dari total 97 yang sudah diberikan," beber Idrus.
Padahal data-data itu sangat dibutuhkan dalam pengambilan kesimpulan Pansus soal bailout Century. Kelambanan menyerahkan data ini sempat menimbulkan kecurigaan bahwa Ani sengaja menyembunyikan data rahasia untuk menyelamatkan diri.
Fakta ini kian menyudutkan Ani. Apalagi bila sikap akhir Demokrat nanti tetap menyebut Ani sebagai pihak yang paling bertanggung jawab. Karena fraksi-fraksi lain sudah sangat jelas dan nyata menyebut mantan Gubernur BI Boediono dan Ani sebagai calon tersangka skandal dana talangan senilai Rp 6,7 triliun itu. Kalau parpol-parpol koalisi kemudian rela membantu SBY menyelamatkan Boediono, apakah mereka juga bersedia membela Ani?
Ini masih menjadi tanda tanya besar. Apalagi rumor tentang deal politik antara Ical dengan SBY soal pencopotan Ani cenderung dipercayai sebagian kalangan politisi. “Saya kira deal maksimal yang bisa dicapai Demokrat dengan fraksi-fraksi lain hanya sebatas menyelamatkan Pak Boediono. Kalau Sri Mulyani sepertinya agak sulit. Kecuali kalau kesimpulan akhir Pansus nanti tak menyebutkan adanya pelanggaran bail out Century. Tetapi kemungkinan ini sangat tipis kalau melihat perkembangan pemeriksaan di Pansus,” ujar sumber Mimbar Politik di Pansus Century, Selasa (26/1).
Kalaupun pernyataan sumber itu benar, nampaknya SBY tak akan dengan mudah melepas Ani. Perlawanan pasti akan dilakukan dengan berbagai cara untuk melindunginya. Setidaknya sikap resmi FPD sejauh ini tak melihat bail out Century sebagai pelanggaran. Ketua Fraksi Demokrat Anas Urbaningrum malah menyebut pemberian dana talangan Bank Century itu justru menyelamatkan perekonomian nasional.
Bagaimanakah akhir ‘drama’ Century ini? Kita tunggu saja hingga pembacaan keputusan akhir Pansus, Maret 2010 mendatang.


'Koor' Gagal 100 Hari SBY-Boediono

oleh: Rovy Giovanie
Ironis. Ketika pemerintah mengklaim telah 100 persen menyelesaikan program kerja 100 harinya, masyarakat justru meneriakkan koor bahwa pemerintah telah gagal. Survei Indo Barometer pada 8-18 Januari 2010 menunjukkan bahwa kepuasan masyarakat terhadap Presiden SBY makin menurun tinggal 75 persen.
"Tingkat kepuasan masyarakat terhadap SBY menurun jadi 75 persen dari 90 persen pada Desember 2009," kata Qodari di Hotel Atlet Century, Jakarta Pusat, Minggu (24/1).
Qodari menganalisa, tingkat kepuasan tinggi terhadap SBY hanyalah euforia sementara ketika SBY baru terpilih. Fenomena yang sama juga terjadi pada Presiden AS Barack Obama yang anjlok tingkat kepuasan masyarakatnya setelah 1 tahun pemerintahan.
"Ini seperti fenomena bulan madu. Awalnya baik dan hangat, tiba-tiba ke belakang menjadi panas," jelasnya.
Ada beberapa hal yang menyebabkan masyarakat menjadi tidak puas. SBY mengandalkan kinerja para menterinya, namun yang disorot masyarakat adalah respon pemerintah terhadap peristiwa besar yang terjadi. Misalnya saja kasus Century, Antasari Azhar dan pemberantasan mafia hukum. "Tiga hal itu lebih penting daripada hal-hal yang sudah dikerjakan pemerintahan SBY," pungkasnya.
Kemerosotan lebih tajam dialami Boediono. Bila penurunan SBY masih tergolong wajar, maka angka penurunan terhadap Boediono menukik tajam. "Komparasi tingkat ketidakpuasan dan kidakepuasan terhadap Boediono ialah 44 persen berbanding 40 persen," katanya.
Hasil survey ini tak jauh beda dengan penilaian parpol-parpol non koalisi. PDIP, misalnya, memberi rapor merah pada semua departemen dalam KIB II. "Jika dirata-ratakan semua departemen pemerintahan sekarang ini mendapat warna merah. Bahkan, jika ada warna yang lebih ekstrim dari warna merah ini akan kita berikan pada pemerintahan SBY," kata Ketua DPP PDIP, Firman Jaya Daeli di Warung Daun, Jalan Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (23/1).
Firman mencontohkan, kinerja Depkominfo yang dinilainya mengalami kemunduran terkait pembuatan RUU Penyadapan. "Depkominfo dalam hal ini tidak mencapai kinerja yang baik menjelang 100 hari targetnya," ujar dia.
Fakta ini jelas kontradiktif dengan penilaian pemerintah sendiri. Sejak jauh hari para menteri KIB II mengklaim telah merealisasikan hampir 100 persen programnya. Menko Perekonomian Hatta Rajasa, Rabu (5/1) lalu, mengklaim keberhasilan program 100 hari bidang ekonomi yang meliputi 19 program dan 53 rencana aksi, telah rampung hingga 92,2%. Sejumlah program aksi yang telah berhasil dituntaskan itu terkait dengan sumbatan-sumbatan yang menghambat investasi dan pembangunan infrastruktur, misalnya soal aturan Public Private Partnership (PPP).
Menurut pakar ekonomi dari Econit, Hendri Saparini, klaim pencapaian yang disampaikan pemerintah itu hanya di atas kertas. "Memang sudah hampir selesai 100 persen, tapi hanya diatas kertas. Minim realisasi," ujarnya.
Fakta-fakta kegagalan inilah yang belakangan dijadikan opini publik sejumlah kalangan, sehingga memicu aksi besar-besaran pada 28 Januari 2010. “Karena terbukti gagal, gerakan mahasiswa akan menuntut pertanggungjawaban SBY atas kegegalan tersebut,” kata Ketua Umum PB HMI, Arip Mustopa, Minggu (24/1).
Namun, semua tudingan kegagalan itu dibantah Ketua DPP Partai Demokrat, M Jafar Hafsah. Dalam pandangannya, tak ada alasan sedikit pun bagi masyarakat untuk melakukan demo memprotes pemeritah pada 28 Januari nanti. “Justru sebagai gambaran lima tahun mendatang, 100 hari program pemerintah terbukti sukses. Nilai rupiah bagus, tingkat inflasi di bawah satu digit, harga beras stabil, hukum juga sedang digalakkan untuk terus ditegakkan. Sangat tidak relevan kelompok yang menilai 100 hari ini gagal,” kata Jafar.

Demo Mengepung Istana ‘Kosong’

oleh: Rovy Giovanie
Demo besar-besaran 28 Januari 2008 rupanya telah diantisipasi kalangan Istana. Wajar kalau SBY nyantai saja, meski menghadapi tuntutan mundur. Bahkan hari itu Presidem dijadwalkan ke luar kota.
Aktivis Petisi 28, Adhi Massardi, naik pitam ketika mendengar isu pengerahan Paspampres untuk menghabisi pendemo 28 Januari 2010. Sekjen Komite Bangkit Indonesia (KIB) itu bahkan berniat melaporkan Komandan Pasukan Pengamanan Presiden (Paspamres) Mayjen Marciano Norman ke Dewan Kehormatan Militer.
"Kami (Petisi 28) akan melaporkan ke Dewan Kehormatan Militer karena ada upaya-upaya menempatkan Paspampres masuk ke wilayah politik yang tidak pada tempatnya," ujarnya di Jakarta, Senin (25/1).
Entah dari mana Adhi mendengar kabar itu. Yang jelas, rumor pengerahan pasukan khusus untuk ‘menumpas’ pendemo 28 Januari memang sempat berhembus kencang, khususnya di kalangan aktivis pergerakan. Konon, Istana telah memerintahkan semua kekuatan untuk mengantisipasi berbagai kemungkinan, karena demo 28 Januari sudah mengarah ke aksi makar.
Wacana makar ini tak bisa dihindari mengingat target aksi puluhan ribu massa dari berbagai aliansi pergerakan –diantaranya Gerakan Indonesia Bersih, Petisi 28, Front Perjuangan Rakyat, Aliansi 30 Kampus dan Jaringan Muda Penggerak—ini adalah untuk menurunkan SBY-Boediono. Sejumlah pensiunan jenderal ada di belakang mereka. “Kalau SBY tidak mau turun, maka kami terpaksa menurunkannya,” tandas Adhi, beberapa waktu lalu.
Namun, kalangan aktivis menolak mentah-mentah dituding makar. “Yang makar adalah pemerintahan SBY-Boediono sendiri," ujar aktivis Petisi 28 Harris Rusly di Doekoen Coffee, Jakarta, Minggu (24/1).
Menurut Harris, aksi masa besar yang direncanakannya, memiliki konsep yang jelas dan tidak sekedar menumbangkan pemerintahan. "Tapi pemerintah harus diganti. Siapa yang akan mengganti? Kami yang muda yang akan mengganti," tukasnya.
Yang pasti, pemerintahan SBY-Boediono memang tak main-main menghadapi aksi ini. Sidang kabinet, pekan lalu, membahas khusus ancaman demo 28 Januari. Meski Menko Polhukam, Djoko Suyanto, mengaku tak melakukan pengamanan khusus di sekitar Istana, namun faktanya Polda Metro Jaya mempersiapkan 10 ribu personel dan water cannon. Mereka ditempatkan di berbagai obyek vital seperti Istana Negara, Gedung DPR, Bundaran HI, dan tempat lainnya. "Water cannon ada kita siapkan, tapi itu situasional. Setidaknya kita siapkan 10 ribu personel yang akan diterjunkan sesuai kebutuhan," kata Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Boy Rafli Amar di Polda Metro Jaya, Jl Gatot Subroto, Jakarta, Senin (25/1).
Tak hanya itu. TNI juga disiagakan. Menurut Panglima TNI Jenderal TNI Djoko Santoso, pihaknya siap menerjunkan pasukannya kapan pun dibutuhkan."Ini kan masih tertib sipil. Jadi kita serahkan saja ke Kepolisian buat menanganinya. Tetapi, kita siap bila dimintakan bantuan," kilahnya, di Mabes TNI, Cilangkap, Jakarta Timur, Senin (25/1).
Yang menarik, pada hari berlangsungnya demo untuk menduduki Istana itu, SBY dipastikan meninggalkan Jakarta. Desas-desus menyebutkan bahwa Presiden sengaja dibuatkan acara di luar Jakarta untuk menghindari hal-hal yang tak diinginkan. Apalagi aksi pendongkelan ini dilakukan secara terang-terangan.
Jubur Kepresidenan, Julian Aldrin Pasha, tak membantah. Presiden SBY memang dijadwalkan melakukan kunjungan kerja ke Banten, Jawa Barat pada 28 Januari 2010. Tapi, ia membantah bila ini dilakukan untuk menghindari aksi pengepungan Istana. "Presiden bukan menghindari demo. Karena memang sudah jauh-jauh hari disiapkan," kilah Julian, usai pelantikan anggota Wantimpres di Istana Negara, Jakarta, Senin (25/1).
Jadi, siap-siap saja para demonstran gigit jari karena Istana yang hendak dikepung ternyata sedang ditinggalkan Presiden alias kosong.


Poros Sumatera di Pertemuan Bogor

oleh: Rovy Giovanie
Pertemuan Istana Bogor ramai diributkan. Siapa sebenarnya berada di belakang pertemuan yang dituding sebagai upaya melindungi Presiden dari ancaman impeachment itu?
Kontroversi Pertemuan Istana Bogor mengusik ketenangan Presiden SBY. Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat ini menampik anggapan miring yang menyebut pertemuan di Istana Bogor, Kamis (21/1), itu sebagai bentuk ketakutannya atas upaya pemakzulan yang kemungkinan terjadi akibat guliran kasus Bank Century di Pansus Angket Century DPR.
Menurut SBY, prakarsa pertemuan itu berasal dari para pimpinan lembaga negara. "Beliau-beliau ini berkumpul duhulu dan kemudian menghubungi saya, apakah kita bisa berkomunikasi tanpa mengintervensi dan mencampuri wewenang masing-masing yang diatur dalam UU," kata SBY saat ketika membuka Rapimnas TNI 2010 di Mabes TNI, Cilangkap, Jakarta Timur, Senin (24/1).
Terhadap permintaan pertemuan komunikasi dan silahturahim tersebut, Presiden SBY menyambut positif. Sesuai dengan kapasitasnya sebagai Kepala Negara, maka pertemuan yang dihadiri Ketua MA Harifin Tumpa, Ketua Komisi Yudisial M Busyro Muqoddas, Ketua DPR Marzuki Alie, Ketua MPR Taufiq Kiemas, Ketua DPD Irman Gusman, Ketua BPK Hadi Purnomo, Wapres Boediono, dan beberapa orang menteri Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) II itu, lalu SBY pimpin.
Pertemuan tersebut menghasilkan kesepakatan yang merupakan penegasan atas wewenang dan tugas masing-masing sesuai aturan dalam UU. Salah satunya adalah meski dinamika politik bisa memanas, tapi bagaimanapun juga stabilitas politik, sosial, hukum dan keamanan nasional tetap harus dijaga. "Mengapa? Agar semua program pembangunan bisa tetap dijalankan dan rakyat tidak cemas," jelas SBY.
Upaya untuk menjaga stabilitas politik, sosial, hukum dan keamanan nasional dilakukan masing-masing lembaga tinggi negara sesuai wewenangnya. Tidak saling mencampuri peyelanggaraan kewajiban dan tugas yang sebenarnya telah ditetapkan di dalam UU.
Bila ada masalah politik, sosial, hukum dan keamanan yang dihadapi, kiranya dapat diselesaikan dengan kerangka yag telah ditetapkan. Rujukannya adalah UU dan aturan yang berlaku sehingga hasil putusannya jernih, kontekstual dan tidak menimbulkan komplikasi yang tidak perlu. "Itu cara pandang kami semua, para pemimpin lembaga negara yang telah diatur dalam konstitusi kita," papar SBY.
Penjelasan ini merupakan kesekian kalinya terlontar dari Istana Negara. Sebelumnya, klarifikasi serupa juga disampaikan Juru Bicara Kperesidenan Julian Aldrin Pasha, Menteri Sekretaris Negara Sudi Silalahi, dan beberapa anggota Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) Jilid II lainnya.
Sejumlah sumber Mimbar Politik yang mengetahui persis awal pertemuan itu memang tak menyebut SBY sebagai pemrakarsanya. Adalah Ketua MPR Taufik Kiemas disebut sebagai orang pertama yang mengupayakan pertemuan ini. Tetapi Kiemas tak sendirian. Ia bersama Ketua DPR Marzuki Alie. “Kalau nggak salah bermula dari obrolan ringan diantara mereka berdua. Khan sama-sama dari Palembang, jadi gampang nyambung,” tutur sumber tadi kepada Mimbar Politik di Jakarta, Senin (24/1).
Marzuki Alie tak menampik adanya peran Kiemas, meski tak menyebut perannya dalam pertemuan itu. “Idenya memang dari Pak TK (Taufik Kiemas),” ujarnya di Jakarta, Jumat (22/1).
Pembicaraan Kiemas dan Marzuki, menurut sumber tadi, lantas nyambung dengan Ketua DPD, Irman Gusman. Kebetulan Irman juga sesame tokoh asal Sumatera. Hasil pembicaraan ini, menurut sumber tadi, lantas disampaikan kepada Menteri Perekonomian Hatta Rajasa yang dikenal memiliki hubungan pribadi sangat dengan SBY. “Jadi ya, ini pekerjaan dari teman-teman Sumatera yang sekarang menguasai DPR/MPR,” paparnya.
Ketua Komisi Yudisial Busyro Muqoddas malah nyebutkan, bahwa semula tak ada rencana melibatkan presiden. Waktu itu, Ketua DPD Irman Gusman, katanya, mengundang pimpinan lembaga negara ke Gedung MPR untuk membicarkan masalah persoalan negara, khususnya kasus Century. Kiemas dan Irman memandang persoalan kasus century ini perlu menjadi fenomena yang harus dipahami bersama para lembaga negara. "Saat itu petemuan pun berlangsung. Tapi waktu itu ada usulan bagaimana kalau lembaga negara kepresidenan juga dilibatkan dalam masalah ini. Akhirnya semuanya pun sepakat dan jadilah pertemuan Istana Bogor ini dilaksanakan," bebernya.
Terlepas ada atau tidaknya peran presiden, tapi tak bisa dipungkiri bahwa pertemuan itu memang erat kaitannya dengan isu impeachment. Lagi-lagi, Kiemas lah dalam Pertemuan Bogor itu yang mengawali topik pemakzulan. Suami Ketua Umum DPP PDIP Megawati Soekarnoputri itu menjelaskan bahwa berdasarkan ketentuan UUD 1945, sesama lembaga negara tidak bisa saling menjatuhkan. "Secara pribada saya tidak menginginkan adanya pemakzulan itu. Saya ini merasakan bentang sejarah tentang pemakzulan itu. Semua kejadian tersebut membuat hubungan menjadi tidak baik," tuturnya.
Pengalaman sejarah Indonesia menunjukkan, pemakzulan sudah terjadi 4 kali, yaitu pada zaman Soekarno, Soeharto, Habibie, dan Gus Dur. Sebagai Ketua MPR, Kiemas memang memiliki peran penting dalam proses pemakzulan, karena MPR lah yang akhirnya memutuskan lolos atau tidaknya impeachment.
Sebagian pakar menduga, peran aktif Kiemas untuk melindungi Presiden ini tak lepas dari hutang budinya pada saat pemilihan Ketua MPR, tahun 2009 lalu. Tanpa dukungan SBY, memang kecil kemungkinan Ketua Deperpu PDIP ini duduk di kursi empuk Ketua MPR. Ada juga yang mengaitkan pembelaan Kiemas ini bakal tak lepas dari iming-iming ‘bonus’ jabatan di sejumlah BUMN. Bahkan tak tertutup kemungkinan juga di kabinet bila terjadi reshuffle nantinya.


Thursday, January 21, 2010

Pembeli Pesan Demo Lengserkan Presiden

Oleh: Rovy Giovanie
Demo besar-besaran yang bakal terjadi 28 Januari 2010 nampaknya tak akan satu tujuan. Mereka bakal menyuarakan tuntutan sesuai dengan siapa yang ‘membeli’ pesan.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati hanya tersenyum tipis menanggapi maraknya demo yang menuntutnya mundur, belakangan ini. Tokoh yang tengah dibidik Pansus Angket Bank Century ini malah mengaku tak tahu apa alasan para pendemo itu.
Apalagi yang mendemonya, Selasa (19/1) lalu, adalah para ibu-ibu yang tak tahu apa-apa soal Bank Century. "Tanyakan saja sama pendemonya. Lumayan kan mereka dapat tambahan BLT (bantuan langsung tunai)," ujar Ani, nama panggilan Menkeu ini seusai melakukan kunjungan di Terminal Peti Kemas, Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Selasa (19/1).
Bisa jadi Ani hanya asal celetuk saja untuk melampiaskan kejengkelannya. Tetapi fakta di lapangan memang berhembus kabar tentang maraknya aksi demo pesanan. Bentrokan antar demonstran yang terjadi di gedung DPR RI, Rabu (13/1) lalu, ternyata tak lepas dari faktor pesanan itu. Massa Jaringan Muda Penggerak (Jamper) mendapat ‘pesanan’ hanya sampai pada tuntutan Wapres Boediono dan Menkeu Sri Mulyani mundur, sedangkan para kelompok demonstran merah sampai pada tuntutan SBY mundur. “Kami tidak mungkin meningkatkan tuntutan SBY mundur karena kami yang memberi pesan hanya sampai pada tuntutan kepada Boediono dan Sri Mulyani,” ujar salah seorang demonstran Jamper ketika dihubungi Mimbar Politik, kala itu.
Situasi semacam ini nampaknya bakal terjadi pada aksi demo besar-besaran yang berlangsung pada 28 Januari 2010 nanti. Demo dalam rangka 100 hari pemerintahan SBY-Boediono ini bakal diramaikan oleh berbagai elemen pergerakan. Mimbar Politik mencatat sedikitnya lima aliansi organisasi pergerakan bakal turun ke jalan. Diantaranya Gerakan Indonesia Bersih (GIB), Kelompok Petisi 28, Aliansi 30 Kampus, Front Perjuangan Rakyat (FPR), dan Jaringan Muda Penggerak (Jamper). Baca juga berita ‘Ngamen Politik Hingga Pendongkelan Presiden.’
GIB terbilang sebagai aliansi kelompok pergerakan kaum intelektual yang berseberangan dengan SBY. Entah sengaja atau tidak, nyaris semua tokoh yang memotori organisasi ini adalah mereka yang semula mendukung pasangan Jusuf Kalla – Wiranto pada Pilpres lalu. Sebut saja nama-nama seperti Ketua PP Muhammadiyah Din Syamsudin, pakar komunikasi politik Efendy Ghazali, pakar politik Yudi Latif, Ketua Kontras Usman Hamid, dan masih banyak lagi lainnya. Wajar bila pesan yang mereka usung dalam demo nanti juga tak jauh-jauh dari nilai-nilai yang selama ini kerap disuarakan Kalla, termasuk soal skandal Bank Century. Sesuai dengan para tokoh dan elemen yang menggerakkannya, GIB memilih jalur perjuangan yang lebih intelek, meskipun tujuan akhir mereka sebenarnya adalah untuk mengganti kepemimpinan SBY-Boediono.
Lain halnya dengan Kelompok Petisi 28. Aliansi sejumlah LSM dan organisasi mahasiswa yang kerap disebut ‘kelompok merah’ ini secara telanjang menyuarakan tuntutan agar SBY-Boediono mundur. “Bila tidak mau turun, maka dengan terpaksa kami akan menurunkannya,” kata aktivis Petisi 28 dari elemen pakar UI, Boni Hargens kepada Mimbar Politik, pekan lalu.
Siapakah yang berdiri di belakang kelompok ini? Bila melihat para tokoh yang tergabung di dalamnya, seperti Adhi Massardi, Boni Hargens, Harry Rusli Moti, dan beberapa lainnya, kelompok ini memiliki kedekatan dengan Ketua Komite Indonesia Bangkit, Rizal Ramli. Sumber Mimbar Politik malah menyebut mantan Menko Perekonomian era Presiden Gus Dur itu sebagai penyandang dana utama kelompok ini. Selain itu juga terdapat sejumlah pensiunan jenderal yang berseberangan dengan SBY.
Namun tudingan ini dibantah orang kepercayaan Rizal, Adhi Massardi. “Nggak lah. Semua elemen bergerak sendiri, karena kita memiliki keprihatinan yang sama terhadap pemerintahan di bawah kepemimpinan SBY yang sudah gagal. Dan kalau sudah gagal ya harus turun,”katanya kalem ketika dihubungi Mimbar Politik, Rabu (20/1).
Tetapi kedekatan Petisi 28 dengan Rizal dan sejumlah jenderal tak mungkin terbantahkan. Setidaknya keberadaan Adhi dalam Petisi 28 adalah representasinya. Belum lagi dengan isi pesan yang mereka usung, sama persis dengan apa yang menjadi tuntutan Rizal, yakni pemerintahan SBY-Boediono telah menyengsarakan dan malah merampok uang rakyat. Rizal juga meyakini pemerintahan SBY dalam waktu dekat ini.
Soal keberadaan para jenderal juga sulit disanggah. Mantan Kasad, Jenderal (Purn) Tyasno Sudarto, beberapa kali tampil bersama dengan para aktivis Petisi 28. Tuntutannya juga sama, lengsernya SBY. “Yang punya negara ini rakyat. Rakyat harus ambil kembali kedaulatannya. Negara ini dimerdekakan untuk menyejahterakan rakyat,” ujar tokoh Gerakan Revolusi Nurani ini di Doekoen Coffee, Pancoran, Jakarta Selatan, beberapa waktu lalu.
Yang mengejutkan adalah keterlibatan mantan Staf Khusus Presiden Bidang Pertahanan dalam Kabinet Indonesia Bersatu Jilid I, Mayjen (Purn) Irvan Edison. Meski dia tak pernah tampil terang-terangan di permukaan, namun penggunaan kafe miliknya, Doekoen Coffee, sebagai ‘markas’ Petisi 28 adalah representasi keberpihakannya pada upaya pelengseran bekas atasannya itu. Sejumlah pakar memasukkan Irvan sebagai bekas orang dekat SBY yang sakit hati.
Kelompok selanjutnya adalah Aliansi 30 Kampus. Namanya mungkin masih terdengar asing, karena perkumpulan aktivis lintas kampus se Jabodetabek ini memang baru terbentuk. Mereka adalah para aktivis kampus yag berseberangan dengan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) karena perbedaan pesan yang diusungnya. Bila BEM menolak pelengseran SBY, maka kelompok baru ini justru membawa misi utama penurunan SBY-Boediono dalam aksi 28 Januari 2010 nanti.
Menurut sumber Mimbar Politik, berdirinya kelompok baru ini tak lepas dari peranan politisi PDIP. Nama politisi muda PDIP yang belakangan Nampak vocal dalam Pansus Angket Century, yakni Maruarar Sirait, disebut sebagai salah satu sponsor utamanya. “Setahu saya Pak Ara, karena teman-teman sering bertandang ke kantornya,” ujar salah seorang aktivis yang menolak disebutkan namanya.
Entah dari mana Ara mendapatkan dana, yang pasti rumor keterlibatan PDIP dibalik aksi-aksi pelengseran SBY memang sudah lama berhembus, terutama di kalangan LSM Merah. Konon, langkah ini ditempuh untuk memperlancar pergerakan politik PDIP, baik di parlemen maupun di lapangan. Apalagi PDIP tidak masuk dalam koalisi pemerintah, sehingga kepentingan untuk mengganti kekuasaan jelas menjadi salah satu agendanya.
Namun, kabar ini dibantah mentah-mentah oleh Ara. Ketika dikonfirmasi Mimbar Politik, Rabu (20/1), putra tokoh gaek PDIP Sabam Sirait ini mengaku tak sedikit pun mengucurkan dana untuk para pendemo. “Tolong garis bawahi, itu tidak benar,” tandasnya.
Bagi Ara, maraknya aksi menuntut lengsernya SBY-Boediono adalah murni aspirasi rakyat yang sudah bosan dengan gaya SBY yang hanya mengutamakan politik pencitraan. “Itu aspirasi murni dari rakyat,” ucap Ara.
Kelompok berikutnya adalah Front Perjuangan Rakyat (FPR). Aliansi ini merupakan kumpulan berbagai organisasi para buruh dan pekerja. Tak mengherankan bila tuntutan mereka dalam aksi 28 Januari nanti akan berbeda dengan massa lainnya. Mereka lebih mengutamakan isu perburuhan dan ketenagakerjaan.
Meski demikian bukan berarti tak ada kelompok yang menunggangi. Sumber Mimbar Politik menyebut orang internal pemerintahan SBY sendiri yang berada di belakang gerakan ini. Mereka tak lain adalah para pejabat yang kecewa lantaran tidak ditunjuk sebagai menteri pada saat pembentukan KIB II, Oktober 2009 lalu. Sementara posisi menteri yang semula diincar itu ternyata disusuki orang yang dianggap tak memiliki kapasitas. Sebut saja, misalnya, Menakertrans Muhaimin Iskandar yang berkaitan langsung dengan soal perburuhan.
Sumber Mimbar Politik yang mengakui ikut mendanai FPR menyarankan agar SBY segera merombak kabinetnya, terutama terhadap para menteri yang dicap sebagai neolib. Sebagai buktinya adalah berlakunya perdagangan bebas antara Indonesia dengan Cina sejak awal Januari lalu yang dianggap berdampak fatal terhadap nasib para industri dalam negeri, termasuk para buruh dan pekerja. “Mari Elka Pangestu itu Menteri perdagangan Cina, yang memperluas pasar Indonesia untuk produk Cina. Untuk itu kita tidak bisa menggadaikan nasib bangsa kita di tangan mereka,” tuding tokoh muda yang kini menduduki posisi lumayan strategis di sebuah badan milik pemerintah ini.
Kelompok terakhir, Jaringan Muda Penggerak (Jamper) tak jauh berbeda dengan FPR. Gabungan beberapa kelompok pergerakan ini juga lebih dekat dengan lingkaran dalam koalisi pemerintahan SBY-Boediono. Nama Ketua Umum DPP Golkar Aburizal Bakrie (Ical) disebut-sebut berada di belakang aksi ini. Konon, Ical lah dimaksudkan oleh Ketua DPP Partai Demokrat Ruhut Sitompul, beberapa waktu lalu, sebagai salah seorang mantan menteri yang terlibat dalam aksi 9 Desember 2009 lalu.
Target Ical, menurut sumber Mimbar Politik, adalah posisi Wapres dan Menkeu Sri Mulyani. Karena itulah aksi yang kerap dilakukan Jamper, belakangan ini hanya menyuarakan dua tuntutan itu. Demo di depan Istana Wapres, Selasa (19/1) lalu, misalnya, para aktivis Jamper meneriaki Boediono sebagai maling.
Politisi senior Partai Golkar, Zaenal Bintang, tak menampik kemungkinan keterlibatan Ical. Menurutnya, sejumlah petinggi partainya memang mengincar jabatan Wapres, seperti Ical, Agung Laksono, Akbar Tandjung dna beberapa lainnya.
Namun Ical ketika dikonfirmasi Mimbar Politik melalui Twitter, membantah kabar itu. Ia malah mengaku baru mendengar kabar ini. “Saya tidak pernah terlibat membiayai demo,” tulisnya singkat, Rabu (20/1).
Bantahan juga datang dari Koordinator Jamper, Ghea Hermansyah. “Saya tidak pernah ketemu dengan Aburizal Bakrie,” tangkis Ghea ketika dihubungi via telepon, Rabu (20/1).
Kalaupun isu yang diusung dalam demonya hanya sebatas pada tuntutan Boediono dan Sri Mulyani mundur, menurut Ghea, karena tidak mungkin untuk langsung menjatuhkan SBY. Presiden, menurutnya, baru bisa dikaitkan dengan skandal Bank Century setelah Boediono dan Sri Mulyani dijatuhkan.
Entah benar atau tidak bantahan Ical dan Ghea, yang pasti arus dana bantuan untuk demonstran itu memang tak mengucur langsung dari Ical. Orang-orang kepercayaannya yang menjadi penghubung.
Meski demikian, kalangan pengamat pesimis aksi 28 Januari 2010 mampu menggoyang pemerintahan SBY. Pakar intelijen, Wawan H Purwanto, belum melihat adanya kekuatan signifikan yang bisa membuat SBY cemas.



Gerilya Pasukan Pengaman Presiden

Oleh: Rovy Giovanie
Presiden SBY kali ini lebih tenang. Bila saat menghadapi demo 9 Desember 2009 lalu sempat panik, kali ini Presiden belum sedikit pun menampakkan keresahan terhadap bemo besar-besaran yang akan mengguncang Jakarta 28 Januari 2001 nanti. Padahal isu yang diusung kali ini jauh lebih radikal, yakni pelengseran presiden. Ada apakah?

Ketenangan Presiden ini nampaknya tak lepas dari kesiapan pasukannya melakukan upaya peredaman. Menurut sumber Mimbar Politik, pasukan Ring-1 Istana diam-diam sudah melakukan berbagai langkah untuk mengantisipasi aksi yang berpotensi rusuh ini. Staf Khusus Presiden, Andi Arif dan Velix Wangai, misalnya, selama beberapa pekan terakhir sibuk melakukan gerilya untuk meredam aksi. Konon kedua mantan aktivis mahasiswa ini telah berhasil ‘membungkam’ induk-induk organisasi mahasiswa seperti HMI, PMII, GMNI, PMKRI, dan sejenisnya. Upaya ini sudah dilakukan jauh hari setelah kecolongan dalam kasus Aksi 9 Desember 2009, termasuk deal dengan para petinggi organisasi mahasiswa itu. “Makanya mereka sangat yakin kalau demo nanti mungkin besar. Mereka nggak mau mengulangi kesalahan seperti kasus 9 Desember 2009 lalu,” ujar sumber Mimbar Politik di kalangan dekat Istana, Rabu (20/1).
Selain itu, aksi penyusupan sudah pasti dilakukan di hampir semua kelompok aksi. Tujuannya bukan untuk mengacaukan, melainkan justru meredam agar arah gerakan tidak sampai membahayakan Presiden. “Tetapi langkah antisipasi sudah tentu juga dipersiapkan, termasuk kemungkinan terjadinya tindakan anarkis,” sambungnya.
Sedangkan untuk show of force, demo tandingan nampaknya juga menjadi salah satu pilihan. Mantan Staf Khusus Presiden yang hingga kini masih dekat dengan SBY, Mayjen (Purn) Djali Yusuf, kabarnya mendapat tugas khusus untuk menangani hal ini. Komite Nasional Masyarakat Indonesia (KNMI) yang dibentuknya, beberapa waktu lalu, kabarnya siap bergerak. Organisasi yang beranggotakan sekitar 79 elemen aksi ini bahkan bertekad menghadang siapapun yang berniat menjatuhkan pemerintahan SBY-Boediono. "Kami menyerukan kepada seluruh elemen bangsa untuk dapat menjaga soliditas bangsa dan mengingatkan kepada tangan-tangan agitator yang menari siang malam untuk berhenti menbar fitnah, caci maki dan adu domba. Jangan coba-coba mengoyak stabilitas nasional yang kondusif sehingga mengganggu dan merobohkan roda perekonomian di tengah krisis global yang belum pulih ini,” kata Djali Yusuf, beberapa waktu lalu.
Namun, politisi Partai Demokrat, Yahya Sacawirya berkeyakinan bahwa counter aksi semacam itu tak diperlukan. Ia berkeyakinan bahwa aksi pendongkelan Presiden tak akan mendapat dukungan rakyat, karena misi yang diusung merupakan kepentingan segelintir orang saja. “Kalau mereka merepresentasikan rakyat, maka rakyat yang mana. Buktinya SBY-Boediono merupakan presiden yang dipilih langsung oleh rakyat,” tegasnya.
Tetapi bila dibutuhkan, menurut politisi berlatar belakang militer ini, Demokrat pun mampu mengerahkan massa berjumlah sangat besar dalam waktu singkat. “Kami tahu cara melawan massa dengan massa. Tapi kami tak akan melakukan itu,” tegasnya.
Tetapi tentunya upaya perlawanan pihak Istana ini sangat tergantung pada situasi di lapangan. Bila perkembangan tak memungkinkan, jangankan hanya mengerahkan massa, pasukan pun bisa jadi diterjunkan. Apalagi sejauh ini militer kita masih solid berada di belakang presiden.


Ngamen Politik Hingga Pendongkelan Presiden

Oleh: Rovy Giovanie
Puluhan ribu pendemo berbagai elemen bakal mengguncang Jakarta pada peringatan 100 hari SBY–Boediono, 28 Februari 2010. Targetnya, mulai pendongkelan presiden hingga sekedar orasi politik.

Markas Persatuan Mahasiswa Kristen Indonesia (PMKRI), Senin (18/1), nampak ramai. Ratusan tokoh aktivis pergerakan memadati kantor yang berlokasi di Jl Samratulangi, Jakarta. Beberapa politisi dan tokoh nasional nampak hadir, diantaranya Ali Muchtar Ngabalin, Efendy Ghazali, Adhi Massardi, Usman Hamid, dan beberapa tokoh aktivis ormas Cipayung.
Entah kebetulan atau tidak, mereka adalah para tokoh yang pada Pilpres 2009 lalu merupakan pendukung pasangan Jusuf Kalla – Wiranto. Tetapi, kehadiran para tokoh aktivis iru bukan untuk memenuhi hajatan Kalla ataupun Wiranto, tetapi untuk rapat penting. Mimbar Politik yang mencoba bergabung dalam kerumunan massa itu ternyata menjumpai bahwa mereka ternyata tengah menggelar rapat teknis Gerakan Indonesia Bersih (GIB) yang mempersiapan aksi demo besar-besaran pada peringatan 100 hari pemerintahan SBY-Boediono, 28 Februari 2010 mendatang.
GIB yang diantara motor penggeraknya adalah para pemimpin ormas Islam terbesar di Indonesia, Din Syamsuddin (Ketua PP Muhammadiyah) dan Hasyim Muzadi (Ketua Umum PBNU), itu nampaknya tak mau ketinggalan dengan Kelompok Petisi 28 yang lebih dulu mengumumkan rencana aksinya pada tanggal yang sama. Bedanya, bila Petisi 28 secara vulgar mengumumkan targetnya untuk melengserkan SBY-Boedino, maka GIB masih merahasiakan agendanya. “Apa isi tuntutannya, apakah gerakan cabut mandat, kita tunggu 28 Januari nanti,” ujar salah seorang motor penggerak GIB, Efendy Ghazali kepada Mimbar Politik di sela-sela rapat itu.
Rapat yang digelar di kantor PMKRI itu nampaknya bukan satu-satunya yang digelar para aktivis pergerakan. Selama beberapa hari terakhir, pertemuan serupa nampaknya juga dilakukan kelompok-kelompok lain. Petisi 28, misalnya, secara berkala melakukan koordinasi di Doekoen Coffee, sebuah kafe milik mantan Staf Khusus Presiden bidang Pertahanan, Mayjen TNI (Purn) Irvan Edison. Tak hanya aktivis yang hadir disana, tetapi juga beberapa mantan jenderal yang selama ini berseberangan dan sakit hati akibat sikap dan kebijakan SBY.
Kelompok organisasi pergerakan yang dikenal radikal ini kabarnya telah siap 100 persen dengan rencana aksi 28 Januari 2010 mendatang, termasuk puluhan ribu massa yang bakal diturunkan.
Selain itu juga masih ada beberapa aliansi pergerakan lainnya yang belakangan juga sibuk mempersiapkan diri, seperti Aliansi 30 Kampus, Front Perjuangan Rakyat, beberapa lainnya. Bahkan kelompok para pensiunan tentara –banyak diantaranya adalah jenderal purnawirawan-- juga sibuk melakukan rapat di kawasan Gedung Cawang Kencana, Jl Mayjen Sutoyo, Jakarta. Meskipun tak satu pun diantara mereka yang hadir dlam pertemuan itu mau memberi bocoran, namun isi pertemuan bisa ditebak, yakni tak jauh dari rencana aksi besar-besaran pada 28 Januari 2010 nanti. Apalagi mereka yang nampak hadir adalah para pensiunan tentara yang selama ini getol ‘menyerang’ kebijakan SBY-Boediono.
Kelompok politisi ternyata tak mau ketinggalan. Mereka yang saat ini sibuk dengan Pansus Hak Angket Century DPR RI rupanya juga diam-diam melibatkan diri dalam aksi yang menggulirkan isu besar tentang kegagalan SBY itu. Hanya saja pertemuan para politisi dari parpol yang selama ini berseberangan dengan pemerintah itu tidak dilakukan terang-terangan. Ada yang dilakukan di sebuah kamar hotel, atau kadang juga dilakukan secara diam-diam di ruang kerjanya di gedung parlemen. “Biasanya mereka hanya memberi perintah dan arahan. Jadi tidak butuh waktu lama dan hanya melibatkan para pimpinan aksi saja,” tutur sumber Mimbar Politik di kalangan aktivis.
Yang menarik, bahwa penggerak aksi ini ternyata bukan hanya politisi dari parpol non pemerintah, tetapi juga ada yang berasal dari parpol anggota koalisi. Bahkan para pejabat pemerintah aktif pun ada yang ikut bermain. Bedanya, bila politisi non anggota koalisi cenderung berada di belakang aksi yang memasang target lengsernya SBY-Boediono, sedangkan politisi anggota koalisi hanya sebatas menggoyang kabinet atau maksimal Wapres Boediono.
Mungkinkah target ini bisa tercapai? Kalangan pengamat pesimis. Tetapi sebaiknya tunggu saja sampai 28 Januari 2010 nanti.


GIB Kerahkan 20 Ribu Massa

Oleh: Rovy Giovanie
Berbeda dengan aliansi organisasi pergerakan lainnya, Gerakan Indonesia Bersih (GIB) nampak lebih intelek. Para tokoh yang ada di belakangnya memang para intelektual yang selama ini selalu kritis terhadap pemerintahan SBY-Boediono. Entah kebetulan atau tidak, mereka adalah para tokoh yang pada Pilpres 2009 lalu berada di barisan pendukung pasangan Jusuf Kalla – Wiranto. Sebut saja diantaranya adalah Ketua PP Muhammadiyah Din Syamsudin, Zainal Bintang, Ali Mochtar Ngabalin, Efendy Ghazali, Yudi Latif dan banyak lagi lainnya.

Keikutsertaan GIB dalam aksi 28 Januari 2010 nanti lantaran organisasi yang dibentuk pada 2 Desember 2009 ini memiliki komitmen antikorupsi dan pemberantasan mafia hukum. Pada peringatan Hari Antikorupsi Dunia, 9 Desember 2009, GIB mengerahkan ribuan massa sehingga sempat menimbulkan rumor people power.
Dalam aksi tangal 28 Januari nanti, organisasi yang mengklaim beranggotakan 54 elemen ini bakal mengerahkan sedikitnya 20 ribu massa. Menurut Korlap Aksi, Ton Abdillah dari Ikatan Mahasiswa Muhamadyah (IMM), aksi akan dilakukan dari depan Gedung Indosat Jl MH Thamrin menuju Istana Negara sekitar pukul 13.00 WIB.
Aksi GIB, menurut Efendy Ghazali, merupakan aksi damai. Para pelaku aksi hanya ngamen politik alias orasi politik dari para perwakilan elemen GIB. Namun, pakar komunikasi politik UI ini masih merahasiakan apa tuntutan yang bakal disuarakan. “Apa isi tuntutannya, apakah gerakan cabut mandat, kita tunggu 28 Januari nanti,”ujarnya kepada Mimbar Politik.
Yang pasti, Efendy menyebut lima kegagalan SBY yang akan menjadi sorotan aksi yang akan dipimpinnya bersama Yudi Latif itu. Semuanya akan disampaikan secara ilmiah. “Jadi ada dua PhD (SBY dan Boediono bergela PhD) sehingga pasti ilmiah,”ujarnya.
Meski belum bersedia menyebutkan apa lima kegagalan SBY yang akan menjadi sorotannya, poin-poin itu kabarnya merupakan hasil diskusi yang dilaksanakan di kantor PBNU, Jl Kramat Raya, Jakarta, Rabu (13/1) lalu. Intinya tidak jauh dari isu yang berkembang saat ini, mulai dari kasus Bank Century, kriminalisasi KPK, perburuhan hingga soal AFTA. Dari kesemua poin itu, menurut GIB, SBY telah gagal total. “GIB ingin menyatakan kepada publik bahwa pemerintahan SBY-Boediono adalah pemerintahan yang gagal,” ujar Ton Abdillah.
Meski demikian, Ton berkilah bahwa aksi GIB tak serta merta bisa disimpulkan bertujuan menjatuhkan pemerintahan SBY. “Endingnya memang berbeda-beda, tapi tema besarnya sepakat, SBY gagal,”ujarnya.
Maklum, elemen yang berada dibawah naungan GIB memang beragam. Mulai dari mereka yang terang-terangan menuntut penurunan SBY-Boediono hingga yang cuma mengkritisi kebijakan pemerintah yang dinilai kurang berpihak pada rakyat. Diantara kelompok radikal yang masuk dalam aliansi LSM ini adalah Relawan Pembela Demokrasi (RepDem), Gerakan Mahasiswa dan Pemuda Indonesia (GMPI), dan beberapa lainnya. Sedangkan organisasi-organisasi induk semacam PBNU, PP Muhammadiyah, HMI, PMII, dan sejenisnya cenderung mengkritisi pemerintahan SBY secara normatif. Maklum, massa organisasi semacam itu memang bertebaran dimana-mana, termasuk dalam pemerintahan yang berkuasa saat ini.



Petisi 28: Turunkan SBY!

Oleh: Rovy Giovanie
Kelompok Petisi 28 merupakan salah satu organisasi garis keras yang paling frontal menentang pemerintahan SBY-Boediono. Aliansi sejumlah organisasi pergerakan ini secara terbuka menuntut lengsernya SBY dari kursi presiden. Organisasi ini bahkan memasang tenggang waktu tanggal 28 Januari 2010 sebagai puncak aksi people power untuk mengganti pemerintahan SBY-Boediono.

Berderet alasan yang melandasi tuntutan radikal itu. Selain dianggap gagal, SBY diyakini Petisi 28 terlibat dalam skandal Bank Century. Hal ini, menurut salah seorang tokohnya, Boni Hargens, sudah jelas dibeberkan oleh George Junus Aditjondro melalui bukunya ‘Membongkar Gurita Cikeas’. “SBY harus jujur, siapa di belakang Century. Kami meyakini Cikeas berada dibalik skandal Century itu. SBY menyelamatan uang Budi Sampoerna yang digunakan untuk membiayai iklan politiknya saat Pilpres 2009,” tandas pakar politik Universitas Indonesia itu kepada Mimbar Politik, Minggu (17/1).
Alasan mendasar lainnya, SBY dianggap telah menjerumuskan bangsa Indonesia ke jurang kesengsaraan. Tokoh Petisi 28 lainnya, Adhi Massardi, menganggap pemerintahan SBY telah mengakibatkan sekitar 175 juta lahan potensial Indonesia dikuasai asing. “Kalau SBY tidak mau mundur, maka dengan terpaksa kami akan himpun massa untuk menurunkannya,” ancam mantan Juru Bicara Presiden era almarhum Gus Dur itu.
Kelompok lembaga pergerakan ini mengklaim menaungi sedikitnya 32 organisasi dari berbagai elem, mulai organisasi mahasiswa hingga LSM. Kesemuanya akan mengerahkan massanya pada tanggal 28 Januari 2010 nanti dengan total massa yang diperkirakan mencapai puluhan ribu.


KLAIM KOMPONEN PETISI 28 -- tabel

NO ORGANISASI PIMPINAN
1. PRD Agus Jabo Priyono
2. FKPI Haris Rusly
3. Koalisi Anti Utang Dani Setiawan
4. Global Institute Justice Salamudin Daeng
5. Aktivis 98 Ahmad F.Kasino
6. INSIDe Danial Nafis
7. Pengamat Politik UI Boni Hargens
8. GMNU Shadatul Kahfi
9. Jaringan Kemandirian Nasional (Jaman) Iwan Dwi Laksono
10. Majelis ProDem Beathor Suryadi
11. RepDem Masinton Pasaribu
12. PMKRI Stevanus Asat Gusma
13. Komite Bangkit Indonesia Adhie Massardi
14. FKPI John H Mempi
15. KPA Iwan Nurdin
16. GMNI Rendra Valentino
17. DKR Agung Nugroho
18. Indonesian Club Gigi Guntoro
19. HMI MPO M.Chozin Amirullah
20. STN Yudi Budi Wibowo
21. LMND Lalu Hilman Afriandi
22. GMNI Cokro
23. Hikmahbudhi Kusman
24. IMM Ton Abdilah
25. PMII Andin Jawaludin
26. HMI DIPO Nasir Siregar
27. FKPI Hartsa Mashirul
28. Nusantara Center Yudi Haryono
29. FNPBI Dominggus Oktavianus
30. SRMI Marlo Sitompul
31. Eksponen 98 Edysatria T.Girsang
32. FAM UI Uray Zulhendri


Aliansi 30 Kampus Siap Duduki Istana

Oleh: Rovy Giovanie
Tak mendapat dukungan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM), sejumlah aktivis mahasiswa yang menghendaki pelengseran Presiden SBY tak patah arang. Awal Januari 2010 lalu, aktivis dari sekitar 30 perguruan tinggi se-Jabodetabek ini membentuk wadah baru. Biar terkesan besar, aktivis mahasiswa yang lebih lekat dengan kelompok merah ini menyebut diri sebagai ‘Aliansi 30 Kampus’.

“Alianisi 30 kampus ini terbentuk dari individu-individu saja. Dari hasil diskusi dengan teman-teman. Kami bukan perwakilan BEM,”ujar Okta, perwakilan dari Universitas Kristen Indonesia (UKI) kepada Mimbar Politik, pekan lalu.
Dalam pertemuannya di kampus STIE & STIMK Jayakarta, Salemba Raya, Jakarta Pusat, 10 Januari 2010, mereka mengumandangkan tuntutan yang nyaris sama dengan sikap Petisi 28, yakni menjadikan tanggal 28 Januari 2010 sebagai deadline (batas waktu) SBY untuk turun dari kursi Presiden. "Ultimatum mahasiswa untuk SBY-Boediono, 100 hari skandal Century harus tuntas. Jika tidak, SBY-Boediono mundur," ujar Jubir Aliansi 30 Kampus, Anton Cornelo. Untuk mewujudkan target itu, menurut Anton, sekitar 10.000 massa aliansi ini bakal megepung dan menduduki Istana Negara dan Gedung DPR RI.
Anehnya, aliansi aktivis mahasiswa lintas kampus ini mencatut sejumlah organisasi induk mahasiswa sebagai bagian dari gerakan mereka, seperti HMI, PMII, PMKRI, IMM, GMKI, HMI MPO, dan beberapa lainnya. Tak hanya itu ormas besar seperti PBNU dan PP Muhammadiyah juga dicantumkan sebagai elemen gerakan ini. Tentu saja juga melibatkan sejumlah LSM seperti Kompak, Kontras, Jaman, dan sebagainya.

FPR Cukup Telanjangi Dosa SBY

Oleh: Rovy Giovanie
Berbeda dengan Petisi 28 yang secara telanjang menuntut pergantian pemerintahan, Front Perjuangan Rakyat (FPR) tak sampai sejauh itu. Organisasi yang dibentuk pada peringatan Hari Buruh se-Dunia 2008 ini hanya ingin mempermalukan pemerintahan SBY-Boediono yang sudah melakukan dosa dan kejahatan terhadap rakyatnya. “FPR akan menelanjangi berbagai kekejaman yang telah dilakukan rezim SBY pada rakyat,” jelas Koordinator Lapangan FPR, Aan Anshori, kepada Mimbar Politik, pekan lalu.

Sesuai dengan namanya, aliansi sejumlah organisasi ini beranggotakan berbagai organisasi buruh dan tenaga kerja, meskipun juga ada beberapa organisasi mahasiswa yang ikut bergabung. Dalam aksi tanggal 28 Januari 2010 nanti, FPR mengedepankan isu yang berkaitan langsung dengan bidang mereka, terutama menyangkut dunia perburuhan dan ketenagakerjaan.
Aan menyebutkan beberapa slogan yang nantinya akan diusung dalam demo, diantaranya “Hentikan Perampasan Upah, Tanah dan Pekerjaan!; Lawan Rejim Boneka, Anti Rakyat SBY-Boediono!”
Aksi yang sengaja digelar untuk memperingati 100 hari pemerintahan SBY ini tak hanya digelar di Jakarta, tetapi juga di kota-kota lain di seluruh Indonesia. Soal jumlah massa yang diturunkan, FPR tak mau gembor-gembor. Namun dengan jaringannya yang nyata, yakni para buruh, FPR tak sulit untuk mengerahkan puluhan ribu massa. “Sekarang kami belum tahu berapa yang akan ikut turun,” ujar Aan.

KLAIM KOMPONEN FPR:
1. Gabungan Serikat Buruh Independen (GSBI)
2. Aliansi Gerakan Reforma Agraria (AGRA)
3. Asosiasi Tenaga Kerja Indonesia (ATKI)
4. Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia (OPSI)
5. Serikat Buruh Aspirasi Pekerja Indonesia (SB-API)
6. Serikat Buruh Koas Eterna Jaya Industries (SBK-EJI)
7. Serikat Buruh Bangkit (SBB)
8. Front Mahasiswa Nasional (FMN)
9. Gerakan Mahasiswa Keristen Indonesia (GMKI)
10. Himpunan Mahasiswa Budhis Indonesia (HIKMAHBUDHI)
11. Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI)
12. Central Gerakan Mahasiswa Universitas Bung Karno (CGM-UBK)
13. Sarekat Hijau Indonesia (SHI)
14. Liga Pemuda Bekasi (LPB)
15. Komite Pemuda Cengkareng (KPC)
16. Arus Pelangi (AP)
17. Forum Pemuda Kota Bekasi (FORDASI)
18. Gerakan Rakyat Indonesia (GRI)
19. Serikat Pekerja Hukum Progresif (SPHP)
20. Serikat Becak Jakarta (SEBAJA)
21. Jaringan Rakyat Miskin Kota (JRMK)
22. International NGO Forum of Indonesia Development (INFID)
22. Institute for National and Democratic Studies (INDIES)
23. Migrant Care
24. Urban Poor Consortium (UPC)
25. PBHI Nasional
26. Cianjur Peduli Migrant (CPM)
27. Jaringan Advokasi Tambang




Gagalnya Pansus Century Seret SBY

Oleh: Rovy Giovanie
Upaya Pansus Century mengaitkan skandal dana talangan Rp 6,7 triliun dengan Presiden SBY akhirnya kandas. Masihkah lawan politik SBY punya alasan melengserkannya?


"Untung Anda tidak panggil saya Robert Tantular." Demikian Marsilam Simanjuntak menyindir anggota Pansus Angket Century dari Partai Golkar, Bambang Soesatyo, dalam sidang Pansus di Gedung DPR RI, Senin (18/1) malam.
Beberapa waktu lalu, Mantan Ketua Unit Kerja Presiden untuk Pengelolaan Program dan Reformasi (UKP3R) itu memang sempat berang. Waktu itu Bambang Soesatyo, akrab dipanggil Bamsoes, dengan yakinnya menuding Menkeu Sri Mulyani berbincang dengan bos Bank Century, Robert Tantular. Namun tudingan it ternyata terbukti salah, karena sang pemilik suara yang didengarnya dari rekaman jalannya sidang Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) itu adalah Marsilam Simanjuntak.
Tetapi justru lantaran pengakuan Marsilam hadir dalam sidang yang memutuskan bail out Bank Century itu lah nama SBY diseret-seret. Setelah ‘malu’ lantaran salah mengidentifikasi suara dalam rekaman, Bamsoes nampaknya menghibur diri dengan mengaitkan kehadiran Marsilam dalam rapat KSSK itu dengan Presiden. Apalagi dalam sebuah wawancara dengan media massa, Marsilam sempat mengatakan bahwa kehadirannya sebagai Ketua UKP3R itu atas ijin SBY.
Guliran wacana oleh Bamsoes itu pun seolah menjadi ‘peluru’ para lawan politik SBY. Tak pelak tuntutan agar Pansus memanggil Presiden bergulir kencang. Tak hanya di kalangan politisi, tetapi juga di tingkat aktivis pergerakan. Bahkan isu ini ikut menjadi salah satu alasan mereka untuk menuntut SBY lengser.
Ketua PP Muhammadiyah yang selama ini dikenal gencar mengkritisi SBY, Din Syamsuddin, mendesak Pansus segera memeriksa Presiden. "Presiden SBY tidak boleh diam. SBY perlu ambil alih tanggungjawab. Sudah cukup alasan untuk dipanggil pansus, tidak perlu dihindari," ujar Din di Jakarta, Jumat (15/1). Ia tak menjelaskan apa saja alasan pemanggilan Presiden itu.
Sudah bisa diduga, para aktivis yang selama ini satu barisan dengan Din –yang notabene para pendukung mantan Wapres Jusuf Kalla— pun satu suara. Koalisi Masyarakat Sipil Anti Korupsi (Kompak), misalnya, menggelar jumpa pers khusus untuk mendesak Pansus memanggil SBY. "Kompak tegas minta SBY dipanggil, karena menjadi penting. Harus agendakan Pak SBY sebagai saksi," ujar aktivis Kompak Fajroel Rachman Gedung DPR RI, Jakarta, Jumat (15/1).
Aktivis Kompak lainnya Effendi Gazali menyatakan pemanggilan ini sejalan dengan kata-kata SBY sendiri untuk membuat kasus Century menjadi terang benderang dan jelas sejelasnya. "Bisa dipanggil dalam konteks mantan presiden waktu periode lalu," katanya.
Seolah sudah janjian, sejumlah LSM dan organisasi mahasiswa lainnya yang selama ini berseberangan dengan pemerintah pun langsung mendukung. Sebut saja misalnya Komite Penyelamat Kekayaan Negara (KPKN), Konsorsium Mahasiswa Jakarta dan Konsorsium Mahasiswa ITB, ikut menghadap Pansus guna mendesak pemeriksaan Presiden.
Dan yang mengejutkan, anggota Wantimpres yang belum lama ini dipensiunkan, Adnan Buyung Nasution, juga tegas-tegas memnita SBY mempertanggungjawabkan skandal Bank Century. "Kalau ini merupakan kebijakan murni dan bersih, maka presiden sebagai kepala negara harus mengatakan ini adalah kebijakan negara, kebijakan pemerintah. Yang menjadi kepala pemerintah adalah presiden harus berani mengatakan ini adalah tanggung jawab saya, karena ini semua adalah setahu dan seizin saya, saya pertanggungjawabkan," kata Buyung di sela-sela acara mimbar bebas memperingati 36 tahun peristiwa Malapetaka 15 Januari (Malari) dan 10 tahun berdirinya Indonesia Democracy Monitor (Indemo) di Hotel Nikko, Jakarta Pusat, Jumat (15/1) malam.
Hanya saja Buyung tak mengharuskan Pansus memanggil SBY. Cukup melalui pidato kenegaraan saja untuk memberi kejelasan, sehingga masyarakat tidak lagi menduga-duga dan mencari-cari otak di belakang semua ini. "Siapa yang mendikte Sri Mulyani? Memaksakan kepada Sri Mulyani? Apalagi Sri Mulyani bilang saya ditipu. Ini makin parah keadaannya. Maka perlu leadership yang kuat untuk mengatakan bahwa siapa yang bertanggung jawab," terang Buyung.
Namun berbagai tuntutan untuk memeriksa Presiden itu menjadi kehilangan relevansinya setelah Marsilam menjalani pemeriksaan Pansus. Tokoh pro demokrasi itu secara tandas menegaskan bahwa kehadirannya dalam rapat KSSK itu bukan atas perintah presiden. "Saya tidak diutus presiden, saya tidak mewakili presiden, saya tidak melapor presiden sebelum dan sesudahnya, sampai sekarang pun saya tidak katakan satu katapun kepada presiden mengenai narasumber. Bahwa saya sebagai UKP3R betul. Saya datang sebagai narasumber," tegasnya.
Meski mendapat penjelasan itu, anggota Pansus tak puas. Seperti Bamsoes yang menyebutkan notulensi rapat KSSK tertanggal 21 Nopember 2008, bahwa kehadiran Marsillam bukan sebagai narasumber, tapi sebagai UKP3R. "Saya punya fakta Anda hadir bukan narsum, dalam notulen rapat KSSK disini dikatakan di dalam daftar peserta rapat tertulis UKP3R, tidak ada ada nama jelasnya Marsilam Simanjuntak. Di dalam bagaian lainnya disebutkan ada pertanyaan dari UKP3R," tegas Bambang.
Di bagian lain, anggota Pansus Angket Century Maruarar Sirait menanyakan kehadiran Marsilam di KSSK jika sebagai narasumber di bidang apa?
Mendengar pertanyaan itu, Marsilam menegaskan konsep dalam melihat narasumber oleh penanya bukan konsep yang dia mengerti. "Konsep narasumber yang dimaksud bukan konsep yang saya mengerti. Saya tidak membidangi bidang tertentu,” jelasnya seraya menegaskan dirinya juga tidak pernah menanyakan kepada pengundang (KSSK) untuk apa dirinya diundang ke KSSK, meski dirinya menganggap wajar dirinya diundang karena pihak pengundang percaya pada dirinya.
Penjelasan Marsilam kali ini memang agak mengejutkan. Pasalnya dalam sejumlah wawancaranya di media massa, mantan Jaksa Agung era Presiden Gus Dur itu mengaku hadir dalam rapat KKSK atas perintah Presiden. Bamsoes dan sejumlah anggota Pansus yang selama ini dikenal vokal, seperti Maruarar Sirait (PDIP) dan Akbar Faisal (Hanura), pun mencecar Marsilam untuk menjelaskan pernyataannya yang saling bertolakbelakang. Namun, Marsilam tetap kukuh bahwa kehadirannya tanpa sepengetahuan SBY.
Bamsoes dan kawan-kawan sempat meminta agar copy rekaman hasil wawancara di sejumlah media massa itu ditampilkan, namun politisi Demokrat yang dikenal sebagai ahli telematika, Roy Suryo, menengahinya. Menurut Roy, menampilkan rekaman wawancara di media massa tidak ada artinya, karena yang bisa dijadikan rujukan hukum adalah keterangan yang disampaikan dibawah sumpah. “Apakah wawancara di media massa dilakukan dengan sumpah?” Tanya Roy.
Pernyataan ini lah yang mengakhiri debat kusir dalam sidang Pansus Jumat (15/1) dinihari itu, sehingga sidang yang melelahkan itu akhirnya ditutup.
Namun nampaknya upaya mengaitkan SBY dalam skandal Bank Century ini tak berhenti disitu. Sejumlah anggota Pansus yang selama ini menggulirkan wacana pemanggilan SBY terus mencari alasan pemanggilan. Jurus terbaru bakal dilakukan melalui pemeriksaan saksi ahli. Menurut Ketua Pansus, Idrus Marham, keterangan ahli itu lah yang akan menentukan perlu tidaknya Pansus memeriksa SBY. "Setelah kita kolekting data ada pandangan pakar setelah itu dievaluasi apakah mantan Presiden dan Presiden kita panggil," katanya di Gedung DPR, Jakarta, Senin (18/1). Pakar yang akan diundang Pansus, menurut Idrus, ada delapan (8) orang, diantaranya ekonom Herman, Icsanoordin Noersy, Kristianto Wibisono, dan Kwik Kian Gie.
Parpol anggota koalisi tentu keberatan dengan upaya yang dinilai memaksakan pemeriksaan Presiden. "Kami jelas itu, tidak ada urgensinya apa pun menghadirkan Presiden. Memang ada yang usul, tetapi kami yakin sebagian besar anggota pansus dapat berpikir jernih dan akan berpikir tidak akan ada urgensinya menghadirkan Presiden," kata Ketua Fraksi Partai Demokrat, Anas Urbaningrum di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Senin (19/1).
Ketua DPP PPP, Lukman Hakim Saefuddin sependapat. Wakil Ketua MPR RI ini mengakui bahwa ada urgensi Pansus untuk memanggil Presiden. "Bagi PPP, meski pemanggilan presiden itu mungkin ada urgensinya dan relevansinya, tetapi akibat dampak negatifnya akan lebih besar daripada kemungkinan positifnya," katanya di Jakarta, Selasa (19/1).
Akankah upaya ‘menyeret’ SBY dalam skandal Bank Century ini akan berhasil? Kita tunggu saja perkembangannya.