Traffic

CPX

PTP

DOWNLOAD KOLEKSI FILM KAMI

Wednesday, July 7, 2010

Taktik Politik SBY Amankan Kekuasaan

Berbaliknya konstelasi kekuatan di internal koalisi kono merupakan taktik politik SBY dalam mengamankan kekuasaan. Ironisnya, pendukung setianya pun malah dikorbankan.


by: Rovy Giovani
Mantan teman dekat SBY itu hanya bisa mengucap prihatin ketika mendengar keluhan seorang politisi yang merasa tersingkir dari lingkaran inti Presiden. Namun, tokoh senior ini tak sedikit pun nampak terkejut dengan kabar ini. Ia mengaku hapal betul dengan gaya politik Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat itu yang disebutnya lebih mengutamakan kekuasaan dibandingkan kawan.
Cerita sang kawan presiden ini juga tergambar jelas dalam konstelasi baru kekuatan politik di internal koalisi. Sejak meredanya skandal Bank Century yang disusul dengan terbentuknya Sekretariat Gabungan (Setgab) Koalisi, memang terjadi perubahan signifikan di lingkaran dekat Presiden.
Ketua Umum DPP PAN yang semula lengket bak perangko dengan SBY itu belakangan kian berjarak. Bila semula Hatta selalu dilibatkan dalam berbagai aktivitas SBY diluar kedinasan, kini Hatta hanya diajak bicara sebatas tugasnya sebagai Menko Perekonomian. “Buktikan sendiri kalau tidak percaya,” ujar sumber Mimbar Politik di lingkungan Istana di Jakarta, Rabu (30/6).
Nasib serupa juga dialami sejumlah tokoh politik lain yang selama Pansus Century lalu dikenal sebagai loyalis pemerintahan, seperti PKB, PPP dan bahkan juga Demokrat sendiri. Meskipun perubahannya tak sedrastis yang dialami Hatta –karena sebelumnya memang jarang dilibatkan SBY--, namun nampak ada aura kekecewaan. Kini, Presiden lebih sering berkomunikasi dengan Ketua Umum DPP Golkar, Aburizal Bakrie alias Ical.
Bisa dimaklumi kalau komunikasi SBY dengan Ical itu kian intensif. Saat ini Ical menjabat Ketua Setgab Koalisi yang memiliki tugas penting dalam mengorganisasi parpol-parpol anggota koalisi. Apalagi dengan peran Setgab yang cukup besar dalam memberi ‘masukan’ kepada Kabinet Indonesia Bersatu, maka otomatis komunikasi itu memang harus dilakukan. “Sekarang ini, partai-partai yang ada di Setgab sudah dapat menentukan arah pembangunan negeri ini,” bangga Ical dalam diskusi tentang Setgab yang diadakan Parmusi di Episentrum Kuningan, Jakarta, Kamis (24/6).
Selain dengan Ical, kedekatan SBY dengan petinggi PKS juga kian membaik. Dalam Munas PKS di Hotel Ritz Carlton, beberapa waktu lalu, Ketua Majelis Syuro PKS, Hilmi Aminuddin, bahkan melontarkan pernyataan tentang koalisi permanent dengan pemerintahan. SBY yang hadir kala itu juga menyamburnya dengan penuh apresiasi.
Kabarnya, hubungan mesra PKS dengan Presiden ini tak hanya formalitas di permukaan saja. Kontak antara Hilmi dengan SBY juga semakin lancar. Begitu pun dengan para menteri asal PKS yang semula ketar-ketir karena khawatir tergusur, kini sudah merasa aman dan nyaman kembali.
Bagi kalangan pemerhati politik, fenomena ini cukup menyita perhatian. Bagaimana parpol-parpol yang beberapa waktu lalu sempat membuat pemerintahan SBY nyaris jatuh gara-gara skandal Century, kini malah dipeluk mesra.
Masih segar di ingatan publik, betapa para politisi Demokrat dan parpol loyalis pemerintah menghujat Partai Golkar dan PKS ketika Pansus Angket Century masih bergulir. Mereka tak hanya mengecam kedua partai itu sebagai pengkhianat, tetapi juga memintanya hengkang dari koalisi. Apalagi kala itu pernyataan sejumlah politisi Golkar seperti Bambang Soesatyo dkk, terang-terangan menohok pemerintahan SBY. Pun demikian dengan politisi PKS yang dikenal vokal seperti Andi Rahmat dkk kerap membuat merah telinga petinggi Demokrat dan juga pemerintah.
Pada saat yang sama, Demokrat bersama PKB dan PAN membela habis-habisan pemerintahan SBY. Pun juga PPP, meskipun akhirnya menyeberang ke kubu lawan, namun para petinggi partai pimpinan Suryadarma Ali itu relative loyal kepada pemerintah.
Tetapi begitu kubu Demokrat kalah dan kemudian skandal Century mereda, para loyalis itu justru terpinggirkan. Hatta Rajasa tergusur dari posisi korrdinator koalisi. Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar yang pasrah bulat-bulat ke SBY pun hanya diberi senyuman. Sementara Ical yang jelas-jelas membiarkan partainya ‘mengerjai’ Demokrat malah diberi kursi empuk sebagai Ketua Harian Setgab Koalisi.
Tak salah bila pengamat politik, Yudy Latif, menyebut SBY sebagai tokoh yang kurang menghargai jasa-jasa orang mendukungnya. Yang lebih menjadi prioritas SBY, menurutnya, hanyalah kelangsungan kekuasaannya.
Ketua Bidang Komunikasi dan Politik DPP PAN, Bima Arya Sugiarto, tak membantah realitas semacam itu. Baginya, dalam politik memang tidak dikenal adanya anak emas. Karena itu, Bimsa juga tak merasa PAN dianakemaskan ketika selama ini menjadi pendukung setia pemerintahan SBY-Boediono.
Demikian juga dengan ‘hak istimewa’ yang diperoleh Golkar dari SBY, menurut Bima, hal itu tak dirasa mengejutkan. Sebagai presiden, SBY memang dianggap wajar menempuh langkah seperti itu, karena yang harus menjadi prioritas adalah kelangsungan pemerintahan.
Pengamat Politik dari HIJ'D Insitute Suhendra Ratu Prawiranegara, juga menganggap taktik politik SBY itu sudah tepat. Didekatinya Golkar dan PKS kembali, menurutnya, memang merupakan pilihan yang harus dilakukan. “Golkar masih memiliki kekuatan riil dalam perpolitikan nasional. Berdasarkan jumlah kursi di parlemen pun, Golkar memiliki kursi yang signifikan setelah Partai Demokrat. Tentu juga jam terbang Golkar menjadi pertimbangan," jelas Suhendra.
Masalahnya adalah kenakalan Golkar sebagai parpol berpengalaman. Berbagai indikasi telah menunjukkan bahwa Golkar kini tak hanya mendapat tempat istimewa di sisi presiden, tetapi malah terkesan ikut mengendalikan pemerintahan. Pakar sosiologi politik Thamrin Amal Tamagola malah menyebut Ical sudah menjadi Presiden defacto.
Namun, Ketua DPP Partai Demokrat, Sutan Batoegana, membantah tegas. Menurutnya, tak ada satu parpol pun yang bisa mengendalikan presiden, termasuk Golkar. Ia memastikan bahwa Setgab tidak akan pernah mengintervensi pemerintah.
Pakar politik Ikrar Nusa Bhakti juga menilai Demokrat tak mungkin membiarkan Golkar merajalela. Apalagi persaingan menuju 2014 sudah semakin dekat. Sedangkan kedua parpol ini pasti akan bersaing pada Pemilu nanti.
Maka, cukup tepat bila rangkulan SBY kepada Golkar dan PKS saat ini hanyalah sekedar taktik politik untuk menyelamatkan kekuasaan, yang kebetulan Giolkar juga berusaha memanfaatkannya.