Traffic

CPX

PTP

DOWNLOAD KOLEKSI FILM KAMI

Thursday, February 11, 2010

‘Akbar Tandjung Paling Berpeluang Gantikan Boediono’

Kerja Pansus Angket Century sudah mendekati final. Seluruh anggota Pansus juga telah menyerahkan kepada masing-masing fraksi untuk merumuskan kesimpulan akhir. Meski belum ketahuan keputusan final yang akan diambil Pansus, namun berbagai spekulasi telah berhembus, mulai dari isu reshuffle kabinet, bongkar pasang koalisi hingga pemakzulan wakil presiden.
Adalah dua parpol angota koalisi yang selama ini dianggap paling liar, yakni Golkar dan PKS, disebut-sebut sebagai penentu arah kesimpulan Pansus. Apalagi keduanya dikenal sebagai parpol yang punya ambisi besar untuk melakukan transaksi politik.
Bagaimana perkiraan akhir ‘drama’ pembongkaran skandal dana talangan Bank Century senilai Rp 6,7 triliun ini? Serta peluang deal politik apa saja yang kemungkinan terkadi? Ketua Forum Masyarakat Peduli Parlemen (Formappi), Sebastian Salang, memiliki pandangan-pandangan yang menarik diikuti. Apalagi Formappi melakukan pemantauan dan pengkajian khusus selama jalannya Pansus Century DPR RI. Berikut petikan wawancaranya dengan wartawan Kabar Politik, Petrus Dabu, dan fotografer, Denny MT, di kantor Formappi, Jl Matraman Raya - Jakarta Timur, Senin (1/2).

Tak lama lagi Pansus akan menyampaikan kesimpulan akhir. Bagaiman Anda melihat peta pertarungan yang akan terjadi nanti?
Ya, yang bertarung sekarang ini ada dua kubu yang punya pandangan sangat betentangan terhadap kasus Century ini. Kelompok pertama dipimpin Demokrat, di dalamnya terdapat PKB, PPP, dan PAN. Kelompok ini melihat bahwa bailout terhadap Century ini adalah kebijakan yang tepat untuk menyelamatkan Indonesia dari krisis. Kelompok kedua, ada PDIP, Golkar, PKS, Gerindra, dan Hanura melihat kebijakan bailout ini adalah kebijakan keliru, karena tidak ada alasan kuat, dan mereka tidak menemukan bukti bahwa ada dampak sistemik bila Bank Century ini tidak diselamatkan.
Dua kelompok kepentingan inilah yang bertarung sekarang ini di DPR. Kedua-duanya bersikeras dengan pandangannya masing-masing. Atau tidak menemukan kesepahaman. Akhirnya tidak ada kesimpulan sementara yang dikeluarkan, karena alasan tidak ada dalam mekanisme Pansus bahwa ada kesimpulan sementara. Padahal kalau tidak diatur oleh UU atau tata tertib DPR tidak berarti tidak boleh kan? Akhirnya memang rekomendasi sementara itu tidak ada. Yang ada hanya pandangan masing-masing fraksi.
Tetapi menurut saya, pandangan masing-masing fraksi ini tetap menjadi pegangan bagi publik untuk menilai apakah pandangan fraksi itu konsisten dengan prosesnya. Misalnya, selama proses persidangan anggotanya berapi-api, begitu kritis dan mengungkapan sejumlah data dan fakta, tetapi kalau tiba-tiba pandangan fraksi mengatakan, oh itu nggak ada masalah. Itu artinya, kita bisa menilai pandangan fraksi tidak objektif lagi atau tidak konsisten dengan sikap selama persidangan.

Sejauhmana kemungkinan terjadinya perubahan sikap itu?
Sebetulnya fraksi-fraksi yang masih setia bergabung dengan Demokrat ada dalam posisi itu. Misalnya PKB. Partai ini sangat tidak jelas. Ketidakjelasannya bisa dibaca karena mereka setia terhadap koalisi. Lalu, PAN, dalam proses kelihatan kritis. Tetapi kita belum menemukan pandangan mereka yang jelas terhadap isu-isu penting seputar kasus Century. Kemudian PPP, sikapnya masih gamang. Apakah kebijakan untuk bailout Bank Century ini salah atau benar. Kalau mereka katakan kebijakan itu benar, tetapi mereka menemukan adanya indikasi pelanggaran terhadap UU. Sebaliknya, kalau mereka mengatakan kebijakan itu salah atau ada pelanggaran terhadap UU, maka mereka takut dinilai tidak setia terhadap koalisi. Tetapi Mukernas (Musyawara Kerja Nasional) PPP memutuskan bahwa ada indikasi pelanggaran terhadap UU terkait dengan bailout Century ini. Menurut saya, ini langkah maju karena ini sikap partai. Tetapi kita nggak tahu akan ada perubahan atau tidak. Karena rata-rata partai ini kan oportunis semua. Sikap mereka sangat dipengaruhi oleh deal-deal kepentingan.

Dari kelompok ini, yang konsisten cuma Demokrat dong?
Ya. Fraksi yang punya sikap jelas sejak awal adalah tentu saja Partai Demokrat. Sejak awal Demokrat bersikap bahwa bailout Century adalah kebijakan tepat. Terbukti sekarang ini tidak ada krisis. Artinya, situasi sekarang ini merupakan buah dari kebijakan bailout itu. Mereka konsisten dengan sikap itu.
Sementara kelompok yang jelas sejak awal bahwa ada pelangaran terhadap UU dalam bailout itu adalah PDIP, PKS, Golkar, Hanura, dan Gerindra. Untuk Golkar dan PKS, mereka memang menilai kebijakan bailout century itu tidak tepat. Tetapi pada sisi yang lain, mereka masih terikat dengan koalisi. Apakah pandangan akhirnya nanti, menyatakan kebijakan bailout itu salah lalu harus ada orang yang bertanggung jawab? Kalau seperti itu, mereka bisa saja dinilai mengkhiantai koalisi. Mereka bisa dituduh menggembosi pemerintahan SBY, karena dampaknya terhadap dua orang penting dalam KIB II ini (Boediono dan Sri Mulyani).

Bila pilihan yang diambil partai koalisi adalah perubahan sikap, kira-kira apa dampaknya?
Pertama, taruhannya pada integritas anggota Pansus itu sendiri. Apalagi prosesnya sangat terbuka kepada publik. Misalnya saat rapat seorang anggota Pansus sangat kritis, mencecar saksi dan ahli, membeberkan data-data bukti pelanggaran. Tetapi kesimpulan akhir fraksi ternyata beda. Ini pukulan bagi anggota bersangkutan secara pribadi.
Kemudian kedua, ini juga menjadi tantangan bagi partai itu sendiri. Apakah mereka ingin mengungkapkan kasus ini secara tuntas atau justru menutupinya karena kepentingan kekuasaan. Karena menjadi bagian dari pemerintahan lantas menutupi fakta-fakta yang mereka temukan.
Dan ketiga bagi DPR, ini adalah angket pertama periode ini. Kalau rekomendasinya kabur atau tidak jelas, maka citra DPR semakin anjlok. Masyarakat semakin tidak percaya dengan DPR.

Bicara soal perubahan sikap anggota koalisi tentunya tak bisa dilepas dengan deal politik. Menurut perkiraan Anda, apa bentuk transaksi politik yang mereka lakukan?
Yang saya lihat adalah deal soal posisi kabinet bagi partai-partai itu. Sekarang nampaknya fraksi-fraksi itu otonom, diberi kebebasan untuk berbicara, menggali informasi. Tetapi keputusan akhir nanti kan sangat ditentukan ketua atau pimpinan partai. Saya kira, mereka (pimpinan partai) akan dipanggil presiden untuk mempertanyakan kesetian dan komitmen mereka setelah menandatangani kontrak politik. Kontrak politik ini ada dua, pertama kontrak politik dengan partai dan kedua dengan menteri. Nah, menurut saya ini dimanfatkan betul oleh SBY untuk mendikte sikap akhir dari fraksi-fraksi koalisi.
Selama ini Golkar yang nampak terang-terangan melawan. Menurut saya, pilihannya ada dua, mereka akan habis-habisan dengan konsekuensi berada di luar pemerintahan. Itu artinya menteri-menterinya dicopot. Atau justru Pansus ini dijadikan Golkar untuk meningkatkan posisi tawar dengan SBY. Misalnya, seperti rumor yang berkembang beberapa waktu lalu itu, bahwa Golkar minta Sri Mulyani diganti dengan kadernya.
Atau pilihan jangka panjang. Ok sekarang kita fight habis-habisan dan membongkar ini sampai tuntas, sehingga ada kepercayaan masyarakat terhadap partai itu. Lalu, kepetingannya jangka panjang untuk 2014.

Menurut Anda, pilihan mana kira-kira yang akan diambil Golkar. Posisi Wapres dan Menkeu ataukah rela dikeluarkan dari koalisi?
Sampai sekarang belum terlalu jelas ya. Menurut saya bisa saja beberapa pihak merasa punya peluang mendapatkan posisi itu (Wapres dan Menkeu). Misalnya, Golkar merasa paling besar peluangnya apabila Boedinono diganti. Kalau SBY mau aman, tentu saja memberi kompensasi yang lebih besar kepada Golkar. Tetapi ada juga yang sangat dekat dengan SBY, yaitu PAN melalui Menko Perekonomian Hatta Rajasa. Kita lihat sikap PAN kan nggak jelas, padahal anggotanya cukup kritis di Pansus. PAN melihat kedekatan dengan SBY memberi keuntungan. Bukan tidak mungkin bila terjadi pemakzulan Wapres, maka posisi Boediono digantikan oleh orang PAN.
Hal-hal seperti itu sangat terbuka. Tinggal mana yang dipilih partai-partai, apakah kepentingan jangka pendek ataukah jangka panjang? Kepentingan jangka pendek itu mislanya soal kesetiaan terhadap koalisi, soal penambahan jatah di kabinet. Kepentingannya hanya lima tahun. Tetapi citra partai di mata masyarakat akan hancur. Dan itu berdampak pada dukungan masyarakat terhadap partai.

Lantas bagaimana dengan PKS, bukankah partai ini sejak awal, bahkan sejak menjelang Pilpres, sangat berambisi menduduki posisi wapres?
Kalau PKS meski sejak awal sudah berambisi mengincar posisi RI-2, namun perolehan suaranya tidak cukup signifikan. Bargaining politik atau posisi tawarnya lemah dibandingkan Golkar dan PAN. Meski mereka lebih banyak dari PAN, tetapi dari segi kedeketan dan kepercayaan SBY, PAN jauh lebih punya prospek. Tetapi untuk menambah posisi di kabinet mungkin saja.

Jadi, kalau misalnya Golkar dan PKS memilih konsisten dengan sikap kritisnya, ini berarti peninjauan koalisi?
Itu bisa saja terjadi. Risikonya memang evaluasi kembali terhadap koalisi. Itu tadi pilihannya. Mereka tetap mempertahankan kader mereka di kabinet dengan menjual integritas ataukah memilih yang jangka panjang? Jadi, ini memang urusan koalisi, berbeda dengan mengungkap kebenaran. Menurut saya, pilihannya hanya dua itu. Dan dua-duanya memang tidak mudah. Sama-sama butuh pertimbangan berat. Karena partai-partai ini bukanlah partai yang betu-betul mandiri secara politik dan ekonomi. Partai-partai ini sangat rapuh, apalagi terhadap kekuasaan. Perlu diketahui bahwa partai-partai di Indonesia rata-rata hidup dari kekuasaan. Karena itu, tidak mudah melepaskan kekuasaan. Makanya, saya tidak yakin kalau partai-pratai itu rela melepaskan kekuasaan atau jabatan di kabinet yang sudah diperoleh. Tetapi memang masih ada orang-orang idealis di partai, yang konsisten memperjuankan kepentingan jangka panjang dengan membongkar kasus century ini secara tuntas. Dua kelompok inilah yang sedang bertarung di internal partai, kelompok pragmatis dan kelompok idealis. Kita tunggu saja mana yang memenangkan pertarungan.

Bila melihat tren politik yang ada, kira-kira bagaimana kemungkinan terbesar yang akan terjadi?
Dari yang saya dengar, yang menentukan sekarang adalah Golkar dan PKS. Bola ada di kedua partai ini. Nah, kalau kedua partai ini konsisten, maka yang akan direkomendasikan itu adalah kecenderungan pandangan kedua partai ini, yaitu bahwa kebijakan bailout Century ini adalah kebijakan yang tidak tepat. Karena itu orang-orang yang membuat kibijakan itu harus bertanggung jawab, baik secara politik maupun secara hukum. Sejauh ini saya melihat Golkar dan PKS masih konsisten. Kalau sikap konsisten ini terus dipertahankan, maka hitung-hitungan kekuatan di DPR, kelompok yang menilai kebijakan bailout itu salah menjadi mayoritas, karena ditambah dengan PDIP, Gerindra, dan Hanura.

Artinya ada peluang untuk melakukan pemakzulan?
Ya, kalau sikap Golkar dan PKS konsisten, bukan tidak mungkin sampai kepada upaya pemakzulan terhadap Wakil Presiden Boedino. Tetapi pemakzulan terhadap Presiden saya kira nggak lah. Jadi hanya berkisar pada Wapres, karena dia terlibat langsung, bukan sebagai Wakil Presiden tetapi sebagai Guberur Bank Indonesia saat itu. Dia yang terlibat langsung dalam kebijakan bailout itu.

Kalau pemakzulan Wapres benar-benar terjadi, menurut Anda siapa yang paling berpeluang menggantikannya?
Menurut saya, tentu saja Golkar. Karena, pertama, Golkar pemenang pemilu kedua setelah Demokrat. Kedua, Golkar dikenal sebagai partai oportunis, selalu melihat peluang untuk mendapatkan kekuasaan. Dan partai ini tidak punya tradisi untuk berada di luar kekuasaan, melainkan selalu menjadi bagian dari kekuasaan. Karena itu bukan tidak mungkin Golkar mendapatkan posisi itu.

Nominatornya?
Soal siapa orangnya ya tentu saja dinamika tersendiri di internal Golkar. Bisa saja Ketua Umumnya Aburizal Bakrie, bisa juga Agung Laksono, bisa juga Akbar Tanjung. Ketiganya punya peluang.

Tentunya dari ketiga nama itu ada plus-minusnya?
Kalau Akbar, mungkin saja SBY menganggap terlalu senior dan sulit dikendalikan. Karena itu peluang untuk Aburizal dan Agung Lakono menjadi kuat. Tetapi jangan lupa di internal Golkar itu ada faksi-faksi. Kalau Aburizal yang maju, maka konflik antara faksi itu bisa saja melebar. Kalau Akbar Tanjung, dia bisa menyatukan elemen-elemen yang berkonflik. Kalau Agung Laksono, SBY sudah punya pengalaman bekerja sama sehingga bisa dikendalikan. Intinya, ketiga-tiganya punya peluang.
Dari ketiganya Akbar Tanjung memang punya aura politik yang luar biasa hebat. Tetapi karakter SBY, dia tidak ingin ada matahari kembar. Tapi untuk kepentingan politik, menurut saya, ini pilihan yang pas. Hitung-hitungan politik di internal Golkar mungkin pilihannya adalah Akbar Tanjung. Kelebihannya adalah mempunyai kemampuan melakukan konsolidasi kekuatan politik secara informal. Sama seperti Pak Jusuf Kalla. Ini yang tidak dimiliki SBY dan Boediono sekarang. Mengapa gejolak selalu terjadi sekarang, ya karena SBY tidak memiliki kemampuan konsolidasi kekuatan politik secara informal. Kemampuan Akbar ini sangat dibutuhkan SBY saat ini. Karena SBY terlalu mengandalkan komunikasi politik formal yang kaku.
Jadi, ini menjadi kelebihan Akbar dan sekaligus menjadi kelemahan buat SBY, karena bisa memunculkan matahari kembar dalam pemerintahan. Kalau Akbar menjadi Wapres bisa saja dia menggeser popularitas SBY sendiri.

Selain Golkar, partai mana yang punya kans?
Mungkin saja PAN. Ini terjadi kalau deal antara SBY dan Golkar tidak ketemu. Apalagi ada kedekatan emosional SBY dan PAN melalui Hatta Rajasa. Figur di PAN yang paling mungkin tentu saja Hatta Rajasa sendiri. Sedangkan PKS, menurut saya, mengintip peluang diantara Golkar dan PAN. Tetapi tidak terlalu besar peluangnya.

Bagaimana dengan PDIP, bukankah ini kesempatan untuk melanjutkan rencananya merapat ke pemerintah yang dulu sempat berhembus?
Kalau PDIP, menurut saya, sudah kepalang tanggung. Mereka tidak mungkin berharap ada kompensasi politik dari Presiden SBY dengan pansus ini. Jadi, saya melihat sikap PDIP saat ini lebih merupakan investasi politik untuk 2014. Artinya kalau sikap mereka konsisten dan rekomendasi nantinya bisa membongkar skandal century sampai tuntas, maka orang tentu memberi apresiasi kepada PDIP. Kalau kepentingan politik jangka pendeknya kecil sekali peluangnya. Karena kalau PDIP menerima deal politik jangka pendek dengan menjadi bagian kabinet SBY, justru PDIP akan hancur. Lebih elok kalau mereka main bola panjang saja, untuk tetap menjaga kepercayaan konstituennya.

Partai anggota koalisi lainnya?
PPP, PKB, dan PAN meskipun loyal terhadap SBY tetapi bisa saja dikorbankan kalau SBY membuat deal dengan partai lain yang mempunyai bargaining politik lebih tinggi. Apalagi tampilan menteri dari partai-parai itu tidak hebat-hebat amat. Menurut saya posisi yang paling mudah ditawarkan ke partai lain adalah posisi yang dimiliki oleh ketiga partai itu.