Traffic

CPX

PTP

DOWNLOAD KOLEKSI FILM KAMI

Wednesday, January 20, 2010

Golkar, Antara Dualisme dan Perpecahan

Oleh: Rovy Giovanie

Pernyataan Bambang Soesatyo dan Agun Gunanjar soal koalisi rupanya berbuntut panjang. Bukan hanya Partai Demokrat yang tersinggung, Golkar sendiri kabarnya juga memberi peringatan keras.

Bukan kali ini saja Bambang Soesatyo bikin repot Ketua Umum DPP Golkar Aburizal Bakrie. Sejak aktif di Pansus Angket Century, politisi yang akrab dipanggil Bamsoes itu sedikitnya telah dua kali membuat Ical, panggilan akrab Aburizal Bakrie, berurusan dengan pemerintahan Presiden SBY.
Yang pertama terjadi sekitar sebulan lalu ketika Bamsoes mempublikasikan rekaman hasil rapat KSSK (Komite Stabilitas Sistem Keuangan) yang diduga memuat perbincangan antara Menkeu Sri Mulyani dengan pemilik Bank Century, Robert Tantular. Tudingan yang ternyata salah itu sempat menimbulkan perang dingin antara Ical dengan Sri Mulyani, apalagi sempat terlontar tuntutan penonaktifan Sri Mulyani dan Boediono dari beberapa politisi Golkar, termasuk Bamsoes.
Kini, Bamsoes ‘berulah’ lagi. Dalam jumpa pers di ruang wartawan DPR RI, Jumat (15/1), dia terang-terangan menyebut Golkar bukanlah partai koalisi pemerintah. "Sejak awal Partai Golkar tidak pernah menggalang koalisi dengan Partai Demokrat atau pemerintah," ujar Wakil Bendahara DPP Golkar itu. Waktu itu hadir juga sejumlah aktivis Kompak yang menuntut pemanggilan Presiden SBY oleh Pansus.
Dalam waktu hampir bersamaan, anggota Pansus dari Golkar lainnya, Agun Gunanjar, juga melontarkan hal sama. Dalam wawancara khusus dengan Mimbar Politik, Agun malah marah ketika Golkar disebut sebagai partai koalisi. “Saya tidak pernah merasa Golkar sebagai bagian koalisi,” ujarnya.
Kontan saja pernyataan itu membuat pemerintah dan Partai Demokrat tersinggung. Ketua Fraksi Partai Demokrat DPR RI, Anas Urbaningrum, secara halus menyentil Bamsoes. "Kami sarankan (Bamsoes) diberikan pengertian dan pemahaman," ujar Ketua DPP PD itu.
Bagi Anas, pernyataan Bamsoes sama sekali tak mencerminkan sikap partainya, karena koalisi Golkar dengan Demokrat dan anggota koalisi lainnya sangat jelas. "Partai Golkar termasuk yang menandatangani kontrak koalisi di BMC," paparnya.
Pernyataan Anas ini diperkuat rame-rame oleh para elit Golkar, termasuk Ical sendiri yang menegaskan terpeliharanya dukungan terhadap pemerintahan SBY. Sekjen Golkar, Idrus Marham, malah membeberkan kesaksiannya sewaktu menandatangani kontrak koalisi. “Penandatanganan itu dilakukan langsung oleh ketua umum Golkar Aburizal Bakrie. Selaku sekjen saya mendampingi. Jadi saya kira semua ini clear," tegasnya.
Tak hanya melalui klarifikasi di media massa, Ical kabarnya juga memanggil dan memberi peringatan keras terhadap Bamsoes dan Agun Gunanjar. Bahkan sempat beredar kabar bahwa kedua politisi itu dicopot dari keanggotaan di Pansus, meskipun akhirnya kabar itu dibantah Ketua DPP Golkar Priyo Budi Santoso.
Reaksi spontan para elit Golkar itu diduga lantaran kekhawatiran dianggap sebagai pembangkang oleh SBY. Apalagi sejumlah pengamat menilai sikap keras Golkar itu sebagai bentuk politik ‘dua kaki’ untuk membangun posisi tawar. “Parpol yang bersuara lantang itu bertujuan untuk menambah jatah di pemerintah,” ujar pakar politik Ikrar Nusa Bhakti.
Sementara pihak SBY dan Demokrat kabarnya tak akan memberi toleransi parpol yang ‘bermain-main’ dalam evaluasi nanti. Konon Golkar dan PKS masuk dalam barisan ini. Inilah yang kabarnya membuat para petinggi Golkar kebakaran jenggot akibat pernyataan ‘konyol’ Bamsoes dan Agun itu.
Bamsoes yang semula nampak gagah saat melontarkan pernyataan kontroversial itu pun mendadak menjadi ciut. Ia membantah pernyataan yang semula dilontarkannya sendiri. Mantan pengurus HIPMI ini malah menuding Anas dan sejumlah politisi lainnya salah mengartikan pernyataannya.
Reaksi keras para petinggi Golkar itu juga mengesankan perpecahan di tubuh Golkar. Apalagi isu keretakan Golkar sudah berhembus sejak berakhirnya Munas di Riau, beberapa waktu lalu. Sejumlah politisi yang tersingkir dari kepengurusan Golkar malah telah hengkang ke partai lain. Yuddy Chrisnandi telah pindah ke Hanura. Belakangan, gerbong mantan Ketua Umum Jusuf Kalla, termasuk Surya Paloh, kabarnya bakal menyusul. “Suatu saat perpecahan itu pasti akan meledak,” kata orang dekat Kalla, Zainal Bintang.