Traffic

CPX

PTP

DOWNLOAD KOLEKSI FILM KAMI

Saturday, February 13, 2010

Tatkala Koalisi Beradu Nyali

oleh: Rovy Giovanie
Koalisi pendukung pemerintah dalam bahaya. Demokrat mengancam bakal mendepak parpol pembangkan dari koalisi, tetapi Golkar dan PKS malah menantang. Sekedar adu nyali? Sekjen DPP Partai Demokrat Amir Syamsuddin panen kecaman. Kunjungannya menemui Presiden SBY untuk mengusulkan perombakan kabinet, pekan lalu, memancing amarah sebagian petinggi parpol anggota koalisi. Reaksi paling keras meluncur dari Golkar dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS).
"Sekjen dan Wakil Ketua PD melakukan berbagai kesalahan fatal dengan ancamannya kepada partai-partai koalisi," kata Wakil Sekjen DPP PKS Fahri Hamzah di Jakarta, Senin (8/2).
Bagi Fahri, usulan Demokrat untuk untuk me-reshuffle kabinet itu telah melangkahi SBY. Tindakan ini dinilai sebagai upaya merusak citra koalisi di mata publik.
Kamis (4/2) lalu, Amir memang menemui Presiden. Ia didampingi Ketua Fraksi Partai Demokrat Anas Urbaningrum dan Ketua DPP Partai Demokrat Jaffar Hafsah. Amir sendiri mengakui bahwa kunjungannya itu memang untuk mengusulkan reposisi kabinet. Tetapi ia membantah bila itu dilakukan sebagai bentuk tekanan atau ancaman. “Kita hanya perlu reposisi,” kilah Amir di Jakarta, Jumat (5/2).
Tetapi Amir tak membantah bahwa usulan ini tak lepas dari liarnya pernyataan sejumlah politisi anggota koalisi, terutama dari PKS dan Golkar, yang sudah dianggap melampauai batas kewajaran. Apalagi Amir mengaku mendengar pernyataan Sekjen PKS Anis Matta, bahwa apa yang dilakukan para politisinya itu justru atas arahan SBY. "Maka untuk itu saya perlu ketemu dengan presiden. Beliau tercengang, dan saya sampaikanlah pemikiran kami yang tidak punya kekuatan mengikat. Tapi reaksi Presiden, saya akan pertimbangkan sebaik baiknya. Itu kata beliau," papar dia.
Wacana reshuffle sebenarnya telah bergulir lama. Namun kala itu parpol koalisi tak menanggapi serius. Namun kali ini masalahnya menjadi beda, karena reshuffle tak hanya menjadi isu, tetapi sudah menjadi usulan Demokrat.
Konon, usulan reposisi kabinet ini memang sengaja digulirkan menjelang penyampaian pandangan awal fraksi dalam Pansus Angket Century. Tujuannya untuk mengerem parpol anggota koalisi agar dalam pandangan awal fraksinya mendukung sikap Demokrat.
Namun usul reshuffle ini ternyata malah direaksi negatif. Dalam pandangan awal fraksi di Pansus Century, Senin (8/2) lalu, jumlah pendukung Demokrat malah menyusut. PAN dan PPP yang semula jelas-jelas berada di barisan Demokrat, kali ini malah berbalik merapat ke kubu Golkar dan PKS bersama parpol nonkoalisi. Praktis Demokrat hanya mendapat dukungan dari PKB.
Dalam pandangan awal Pansus Century, Demokrat dan PKB tak melihat adanya pelanggaran dalam pengucuran dana talangan Rp 6,7 triliun kepada Bank Century. Sebaliknya kubu Golkar dan PKS melihat adanya tindak pelanggaran hukum dibalik kebijakan bailout yang melibatkan Gubernur Bank Indonesia waktu itu, Boediono, dan Ketua Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KKSK) Sri Mulyani Indrawati.
Menurut pakar ekonomi politik UI, Andrinof Chaniago, sikap balik arah PAN dan PKS itu hanyalah strategi untuk membangun posisi tawar. Apalagi bila perombakan kabinet benar-benar dilakukan, maka ini merupakan momentum untuk menambah jatah kursi menteri. “Akhirnya mereka pasti akan kembali ke Demokrat,” tegasnya ketika dihubungi Mimbar Politik, Rabu (10/2).
Selain itu, tak tertutup kemungkinan kedua parpol ini juga memanfaatkan kasus ini untuk melakukan deal kasus yang tengah menimpa para politisi mereka. PPP, misalnya, beberapa tokohnya kini sedang berurusan dengan hukum, diantaranya Ketua Majelis Pertimbangan PPP Bachtiar Chamsyah yang terbelit kasus sapid an mesin jahit. Selain itu juga ada Endin J Soefihara yang telah menjadi tersangka kasus korupsi pemilihan Deputi Gubernur BI, Miranda Goeltom.
Begitu pun PAN, salah seorang politisi andalannya, Abdul Hadi Jamal, telah divonis hukuman tiga tahun penjara karena kasus korupsi Dermaga Timur. Kini Hadi tengah mengajukan Peninjauan Kembali (PK) ke Mahkamah Agung.
Para petinggi kedua partai memang membuka ruang untuk terjadinya perubahan sikap dalam pandangan akhir nanti. Sekjen DPP PPP, Irgan Chairul Mahfiz, misalnya, secara transparan mengemukakan adanya ruang untuk melakukan penyamaan persepsi. Begitupun dengan Ketua Umum DPP PAN Hatta Rajasa, belum menganggap pandangan awal fraksinya itu sebagai sikap akhir partai. “Pansus masih berjalan. Masih banyak fakta-fakta yang belum dicocokkan,” tegasnya di sela-sela pelantikan pengurus DPP PAN di JCC, Selasa (9/2) malam.
Lain halnya dengan PAN dan PPP, dua parpol anggota koalisi lainnya, Golkar dan PKS, justru terkesan menantang. Wakul Ketua Pansus Century dari PKS Mahfudz Siddiq menjamin bahwa sikap partainya tak akan berubah dari pandangan awal hingga pandangan akhir. “Kami berkomitmen untuk membuka skandal Century hingga sejauh-jauhnya. Ini justru bentuk komitmen kami mendukung koalisi dalam menciptakan pemerintahan yang bersih,” ujarnya diplomatis.
Reaksi jauh lebih keras terjadi di Golkar. Ketua Umum DPP Partai Golkar Aburizal Bakrie alias Ical malah terkesan emosional saat mendengar adanya ancaman dari Demokrat. "Saya tidak pernah bisa mengancam, sifat saya seperti dulu. Dari dulu tidak pernah mengancam. Tetapi, jangan coba-coba ancam saya," kata Ical dengan serius sebelum acara pertemuan kader Golkar yang ada di legislatif dan eksekutif di Gedung DPR, Senanyan, Jakarta, Rabu (10/2).
Ical pun memerintahkan anggotanya di Pansus agar terus menjaga komitmennya guna mengungkap skandal Century hingga ke akar-akarnya. Ia menolak tegas melunakkan sikapnya mengikuti dikap Demokrat. "Harusnya partai Demokrat ikut yang tujuh (fraksi), masa tujuh ikut dua. Dari awal, Partai Golkar konsisten. Golkar tidak pernah mundur dari pendapatnya. Golkar meminta pemerintahan bersih dan berwibawa," tegas Ical.
Mantan Menko Kesara Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) Jilid I ini pun menyatakan kesiapannya bila menteri dari Golkar dikeluarkan dari kabinet. "Siap atau tidak, itu sebagai konsekuensi logis, Partai Golkar siap menerima jika presiden mengubah susunan kabinet, karena itu hak prerogatif presiden," katanya.
Bos Bakrie Group ini memang nampak serius menyikapi usulan reposisi kabinet yang disampaikan Demokrat kepada Presiden. Rabu (10/2) lalu, dia mengumpulkan seluruh menteri asal Golkar di DPR, diantaranya Menko Kesra Agung Laksono, Menteri Perindustrian MS Hidayat dan Menteri Kelautan dan Perikanan Fadel Muhammad. Selain itu juga hadir para gubernur asal Golkar dari berbagai daerah, antara lain, Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah, Gubernur Sumatera Selatan Alex Noerdin, dan Gubernur Sulawesi Barat Adnan Anwar. Hadir pula Wakil Ketua DPR Priyo Budi Santoso, dan ketua Pansus yang juga Sekjen Golkar Idrus Marham.
Tak jelas apa yang dibahas dalam pertemuan tertutup itu. Menurut sumber Mimbar Politik, pertemuan ini tak lepas dari memanasnya suhu politik akibat skandal Bank Century. “Kenapa gubernur juga diundang karena kalau sampai Golkar didepak dari koalisi, dampaknya tentu juga ikut dirasakan para gubernur. Apalagi bagi mereka yang terlibat kasus,” ujar sumber tadi.
Yang pasti, Golkar memang tengah mencari alat untuk memperkuat posisinya. Bersama PKS dan parpol nonkoalisi, kini Golkar berusaha mencari-cari alasan kuat untuk menyeret SBY. Diantaranya adalah dengan mengaitkan aliran dana Bank Century kea rah perusahaan-perusahaan yang menyumbang Tim Sukses SBY-Boediono pada Pilpres 2009 lalu. Ini dilakukan berdasarkan data yang diterima Pansus dari PPATK. Salah satu penerima aliran dana Century, menurut data tersebut adalah PT Asuransi Jaya Proteksi (AJP). "Pada data Century, PT AJP terdaftar dan pada laporan KPU sebagai penyumbang pasangan capres SBY-Boediono," kata anggota Pansus dari Golkar, Bambang Soesatyo alias Bamsat di Gedung DPR, Senayan, Rabu (10/2).
Namun pakar politik UI, Arbi Sanit, tak percaya kalau Golkar berani memutuskan keluar dari koalisi. "Ical hanya melakukan gertak-gertak. Kalau dihitung, banyak ruginya kalau di luar pemerintahan. Bisnisnya bisa dipreteli," kata Arbi Sanit kepada Mimbar Politik.
Ical memang tengah menghadapi segudang masalah yang ujungnya bisa menyeretnya ke meja hijau. Semuanya berskala besar. Kasus penunggakan pajak yang dilakukan salah satu anak perusahaan Bakrie Group, Kaltim Prima Coal (KPC), nilainya mencapai Rp 2,1 triliun. Sedangkan dendanya, menurut ketentuan, KPC harus membayar 4 kali lipatnya, yakni sekitar Rp 8,4 triliun. Jauh lebih besar ketimbang skandal Century yang sekitar Rp 6,7 triliun.
Belum lagi dengan kasus Bakrie Life yang merugikan ribuan nasabahnya. Dan yang paling fenomenal adalah kasus Lapindo Brantas yang konon masih menyimpan segudang permasalahan serius. Belum lagi dengan perusahaan-perusahaan Ical lainnya.
Mungkin karena alasan ini, Demokrat juga tak mau kalah ngototnya. Anggota Dewan Pembina Partai Demokrat, Hayono Isman tegas-tegas memberi pilihan kepada parpol anggota koalisi yang tak mau mendukung Demokrat. Untuk saat ini, menurut Hayono, Demokrat bisa memaklumi terjadinya perbedaan pendapat di Pansus. Karena, menurutnya, Demokrat sendiri memang salah karena tidak menjalankan fungsi koordinasi dengan baik dengan mitra koalisinya.
Tetapi, bila sampai pandangan akhir nanti mereka masih mengambil jalur diluar koalisi, menurutnya, sebaiknya para menteri dari kedua parpol itu mengundurkan diri. “Kalau mereka punya etika, semestinya begitu (mengundurkan diri). Kalau tidak di koalisi, menterinya ditarik saja. Jangan sampai SBY yang menggganti,” tandasnya.
Pernyataan serupa dikemukakan Ketua DPP Partai Demokrat, Anas Urbaningrum. Meskipun tak secara tegas mengakui adanya pembongkaran koalisi, namun ia memastikan SBY akan emngambil sikap setelah melihat kesimpulan akhir fraksi di Pansus Century. “Saya yakin pada akhirnya koalisi akan solid,” tegasnya.
Banyak pakar yang meragukan keberanian SBY mengeluarkan Golkar dan PKS dari koalisi. Apalagi Golkar memegang peranan kunci dalam koalisi. "Mendepak kedua partai itu dari koalisi, sama saja bunuh diri politik. Oposisi semakin kuat dan Demokrat makin tidak bisa kendalikan Pansus Bank Century," ujar pakar politik dari LSI, Burhanuddin Muhtad.
Menurutnya, yang mungkin dilakukan SBY adalah mendekati ulang Golkar. Bila dibandingkan dengan PKS, Partai Golkar adalah pemegang kursi terbesar kedua di DPR. Golkar juga punya sejarah koalisi yang lebih harmonis dengan SBY.
Di atas kertas, koalisi pemerintah di DPR saat ini berjumlah 423 kursi (75,53%), terdiri dari Partai Demokrat 148 kursi, Partai Golkar 107 kursi, PKS 57 kursi, PAN 46 kursi, PPP 37 kursi dan PKB 28 kursi. Sedangkan oposisi hanya 137 kursi (24,47%) yang terdiri dari PDIP 94 kursi, Partai Gerindra 26 kursi, dan Hanura Partai 17 kursi.
Hitungan itu akan berubah jika usulan Partai Demokrat agar SBY mendepak PKS dan Partai Golkar diterima. Kekuatan oposisi akan menguat menjadi 301 (53,75%) dengan bergabungnya Partai Golkar dan PKS ke barisan PDIP cs. Sementara, koalisi pemerintah hanya sebesar 259 (46,25%) dengan hilangnya suara Golkar dan PKS.
Barangkali karena posisi strategis ini, maka Golkar bekerja maksimal dalam memanfaatkan kasus Century untuk menaikkan posisi tawarnya. Tak cukup hanya dengan menggusur Sri Mulyani, melainkan juga Wapres Boediono. Setidaknya bisa dilihat dari pernyataan Bambang Soesatyo yang dengan sangat percaya diri mengatakan bahwa SBY tak mungkin melepas Golkar dan PKS. “Jangankan tanpa Golkar dan PKS, sekarang saja kelabakan menghadapi Pansus,” gertaknya.
Namun, Ketua Umum DPP Partai Demokrat memastikan bahwa SBY tak akan melakukan deal dengan anggota koalisi yang selama ini melakukan pembangkangan. “Saya pastikan tidak ada penggantian Sri Mulyani dan Boediono,” tegasnya kepada Mimbar Politik, pekan lalu.
Hayono Isman juga meyakinkan kalau partainya tidak mau terintimidasi oleh pengurangan jumlah kursi di parlemen bila ditinggalkan Golkar dan PKS. “Jangan sampai kita terintimidasi oleh angka-angka matematis. Ini masalah prinsip. Jadi disini saya bilang ke SBY untuk bertindak tegas. Jangan ragu-ragu,” tandasnya.
Sumber Mimbar Politik di Istana Negara juga membenarkan bahwa SBY kali ini akan bertindak tegas. Kalau sampai Golkar dan PKS benar-benar berani melawan pada kesimpulan akhir nanti, sumber tadi memastikan SBY akan mendepaknya darii koalisi. “Mungkin banyak orang tidak percaya karena SBY dianggap peragu. Tapi lihat saja nanti,” tegas sang sumber.
Bila benar demikian, maka sama saja dengan adu nyali antara Demokrat bersama SBY melawan Golkar dan PKS. Kita tunggu saja siapa yang akan memenangkan permainan ini.




Gerilya Merancang Koalisi Baru

oleh: Rovy Giovanie
Sikap menantang yang dipertunjukkan Golkar dan PKS nampaknya membuat gerah Presiden. Partai Demokrat pun mempersiapkan koalisi baru sebagai antisipasi kemungkinan terburuk. Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra, Prabowo Subianto, benar-benar marah. Selasa (9/2) lalu, dia langsung mencopot Desmond Mahesa dari kursi Ketua Fraksi Gerindra di DPR. "Kata Pak Prabowo, untuk kepentingan yang lebih luas saya diistirahatkan menjadi Sekretaris Fraksi Gerindra," ujar Desmond di Jakarta, Selasa (9/2).
Lelaki yang gemar berkepala plontos ini mengaku tak tahu alasan pencopotannya. Namun, publik mungkin masih ingat, beberapa hari lalu, fraksi pimpinan Desmond mengeluarkan pernyataan keras tentang pemakzulan presiden. Bahkan Desmon sendiri mengajak Pansus Century untuk tidak takut melakukan pemakzulan.
Pernyataan inilah yang membuat Prabowo marah besar. Apalagi wacana pemakzulan itu disuarakan secara resmi atas nama fraksi. Tetapi mengapa Prabowo marah? Bukankah mantan Danjen Kopassus itu selama ini dikenal sebagai seteru SBY yang kerap melontarkan pernyataan pedas?
Menurut sumber Mimbar Politik, kemarahan mantan cawapres terkaya itu bukan lantaran etika politik sebagaimana disampaikan Prabowo pada saat peringatan Hari Jadi Gerindra, Sabtu (6/2). Yang benar, menurutnya, adalah karena adanya pendekatan politik yang tengah dijalin Prabowo dengan SBY.
Ketua DPP Demokrat Ruhut Sitompul sempat keceplosan tentang kemesraan baru antara dua mantan tokoh militer itu. Waktu itu Ruhut mengaku heran kenapa politisi Gerindra menyuarakan pemakzulan, padahal Prabowo sedang mesra-mesranya dengan SBY.
Konon kemesraan SBY dan Prabowo ini erat kaitannya dengan suhu politik terkini. SBY, menurut sang sumber, tengah melirik Gerindra untuk dijadikan calon mitra koalisi baru bila Golkar dan PKS tetap membangkang. Prabowo pun, katanya, menyambut baik. Apalagi Prabowo punya kepentingan besar guna menghadapi Pilpres 2014. “Bagi Prabowo, koalisi dengan Demokrat memang pilihan terbaik, karena SBY tidak mungkin mencalonkan diri lagi,” ujar sumber tadi.
Sedangkan bagi SBY, masuknya Gerindra juga sudah cukup untuk mengamankan posisinya di parlemen. Tanpa Golkar dan PKS, koalisi masih menyisakan kursi 46,25 persen di parlemen. Bila ditambah Gerindra yang memiliki 26 kursi (4,64%), maka koalisi baru menguasai sekitar 51 persen kursi parlemen. Biarpun Cuma beda tipis, namun bila koalisi solid, maka cukup untuk mengamankan pemerintah. “Untuk apa koalisi besar kalau malah mengganggu terus,” ujarnya.
Namun, menurut Ruhut Sitompul, Demokrat juga melirik PDIP. Apalagi ada kemungkinan perubahan sikap partai moncong putih ini dalam kongres yang digelar April 2010 mendatang. Ketua Dewan Pertimbangan Pusat PDIP Taufik Kiemas tak menampik kemungkinan itu. “Sesudah kongres baru kita tahu. Sekarang sebelum kongres masih sebagai oposisi,” ujarnya kepada Mimbar Politik di Gedung MPR, Senin (8/2).
Peluang perubahan sikap PDIP dalam kongres di Bali nanti memang cukup besar. Apalagi skenario menaikkan Puan Maharani sebagai wakil ketua umum kemungkinan besar akan mendapat restu Mega. Kekuatan terbesar yang harus dihadapi Kiemas hanya faksi garis keras yang kini dimotori Theo Sjafe’i dan Sabam Sirait. Kubu fusi PDIP ini sejak awal menolak koalisi dengan pemerintah. .”PDIP konsisten, kita tidak ada bargaining politik atau bargaining apa pun. Kita tetap oposisi,” ujar politisi PDIP, Maruarar Sirait, putra Sabam Sirait.
Sebaliknya Kiemas justru sejak awal mengupayakan. Bahkan menjelang pembentukan KIB II, Oktober 2009 lalu, nama Puan Maharani dan Pramono Anung sudah hampir dipastikan duduk dalam kabinet. Rencana ini gagal gara-gara tak mendapat restu Mega. Namun Kiemas jalan terus dengan membangun kerjasama dengan Demokrat untuk meraih kursi Ketua MPR yang kini didudukinya.
Bila PDIP ikut merapat ke koalisi baru, maka kekuatan Demokrat di parlemen akan kembali signifikan. Dengan tambahan kursi PDIP 94 (16,78%), maka koalisi baru menguasai sekitar 67 persen di parlemen.



Ganjalan Politik Ical dari Internal

oleh: Rovy Giovanie
Manuver politik Aburizal Bakrie (Ical) dalam menghadapi SBY diperkirakan tak bakal mulus. Faksi-faksi Golkar kemungkinan besar bakal mengganjalnya.
Dibalik suaranya yang lantang, Partai Golkar ternyata tak solid. Faksi-faksi dalam tubuh partai beringin itu memiliki sikap dan pandangan berbeda dengan sang Ketua Umum, Aburizal Bakrie.
Konon Trio Alpha yang menjelang Munas di Pekanbaru, Riau, Oktober 2009 lalu, selalu kompak menghadapi kubu Surya Paloh dan Jusuf Kalla, kini mulai merenggang. Masing-masing alpha –Aburizal Bakrie, Akbar Tandjung, dan Agung Laksono—kini tak hanya jalan sendiri-sendiri, tetapi juga terlibat dalam persaingan.
Persaingan ini, menurut mantan Ketua DPP Golkar Zainal Bintang, nampak jelas seiring dengan memanasnya suhu politik akibat skandal Bank Century. Masing-masing memiliki target sendiri-sendiri. Target yang diincar Ical, menurutnya, memang kursi wapres. “Kursi terbanyak di parlemen setelah Demokrat kan Golkar. Nah agar ke depannya (SBY) aman dari guncangan tsunami di Senayan, maka yang paling menonjol memperoleh kursi tiket wapres itu kan Golkar, dalam hal ini Aburizal Bakrie,” ujarnya ketika dihubungi Mimbar Politik, Selasa (9/2).
Tapi, kasus pajak senilai Rp 2,1 triliun yang sedang menimpa perusahaannya membuat Ical tak leluasa bergerak. Situasi ini tak disia-siakan pesaing Ical di internal Golkar sendiri. Agung Laksono yang kini menjadi wakil ketua umum berpotensi menggeser Ical. “Agung dengan Aburizal bedanya cuma satu spasi. Dia Golkar tulen dan posisinya seksi sebagai Menko,” ujarnya. Dalam kiprahnya di lapangan, manuver Agung terepresentasikan melalui Setya Novanto yang kini menjadi Ketua Fraksi Partai Golkar di Senayan.
Peluang Akbar menggeser Ical juga tak kalah besarnya. Sebagai politisi handal dan berpengalaman, Akbar lebih mampu bermanuver. Apalagi sebagai mantan Ketua Umum PB HMI, Akbar juga memiliki jaringan yang cukup kuat di Partai Demokrat. Manuver kubu Akbar, menurut Zainal, bisa dilihat dari gerakan dua kadernya yang kini duduk di Pansus, yakni Agun Gunandjar dan Ade Komaruddin.
Tak mengherankan bila sebagian besar kalangan tak percaya dengan pernyataan Ical bahwa Golkar akan mempertahankan sikapnya berseberangan dengan SBY, meskipun dengan risiko didepak dari koalisi. Apalagi para petinggi Golkar sendiri juga memiliki sikap berbeda-beda dalam menyikapi pandangan awal fraksi di Pansus Century.
Akbar Tandjung, misalnya, melihat ada ruang terbuka bagi Golkar untuk berubah sikap. “Dalam politik selalu ada kemungkinan sebelum pandangan akhir,” ujarnya kepada Mimbar Politik.
Akbar sendiri berkeyakinan pada akhirnya akan tercapai kesepahaman dengan koalisi. Alasannya cukup banyak hal-hal yang debatable dalam kasus Century. Ia mencontohkan soal sistemik atau tidaknya kondisi waktu itu. Juga tentang status uang Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) yang dipergunakan untuk bailout senilai Rp 6,7 triliun. Karena perbedaan-perbedaan itu, menurutnya, Golkar juga akan mengkajinya sebelum penyampaian pendapat akhir.
Besar kemungkinan bakal terjadi persaingan ketat antar faksi dalam rapat penentuan sikap akhir Golkar. Bila melihat peta yang ada saat ini, faksi Akbar dan Agung kemungkinan besar akan menyatu, karena kesamaan visinya dalam mempertahankan koalisinya dengan pemerintahan SBY. Bahkan besar kemungkinannya duet Akbar-Agung menjadi penentu manuver Golkar menjelang detik-detik penyampaian pendapat akhir.



Kejutan dari Barisan Pendukung Presiden

oleh: Rovy Giovanie
Mengejutkan. Dua fraksi yang selama ini disebut-sebut berada di barisan pendukung Partai Demokrat, yakni PAN dan PPP, ternyata berubah haluan dalam pandangan awal Pansus Century. Para anggota Pansus Angket Century dari Partai Demokrat menarik nafas panjang ketika Fraksi PAN menyampaikan pandangan awal dalam sidang Pansus Angket Century di DPR RI, Senin (6/2). Maklum, pandangan awal fraksi yang dibacakan Asman Abnur itu memang lemeset dari perkiraan. PAN yang selama ini dianggap seiring sejalan ternyata berubah pandangan. Bila semula tak melihat bailout Century sebagai pelanggaran, kali ini justru melihat adanya indikasi korupsi dibalik prose situ.
Para politisi Demokrat dan para pendukung SBY semakin terkejut ketika sikap serupa juga dilakukan PPP. Hingga berakhirnya penyampaian pandangan awal oleh seluruh fraksi, praktis hanya PKB yang satu haluan. Sisanya berada di barisan yang menuding mantan Gubernur Bank Indonesia (BI) Boediono dan mantan Ketua Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) Sri Mulyani sebagai pihak yang bertanggung jawab dibalik skandal Bank Century.
Dengan demikian, bila dibuat score, maka posisinya adalah 2:7 untuk kekalahan Demokrat. Saat ini Demokrat memiliki kursi terbanyak di Pansus, yakni 8 kursi dari 30 kursi keseluruhan anggota Pansus. Sedangkan PKB hanya memiliki dua kursi. Sehingga total suara yang kini sudah berada di genggaman Demokrat hanya 10 kursi alias sepertiga suara keseluruhan Pansus.
Bila kondisi ini bertahan hingga pandangan akhir yang disampaikan pada 4 Maret mendatang, maka kekalahan jelas akan dialami Demokrat. Ini artinya posisi Boediono dan Sri Mulyani benar-benar diujung tanduk.
Namun kalangan Demokrat meyakini score itu bakal berubah pada pandangan akhir fraksi nanti. Setidaknya PAN dan PPP yang selama ini selalu setia bersama Demokrat hampir bisa dipastikan akan kembali merapat ke Demokrat. "Kita tunggu saja nanti ketika pemandangan akhir," kata Ketua FPD Anas Urbaningrum ketika dihubungi melalui telepon, Selasa (9/2).
Sekjen DPP Partai Demokrat Amir Syamsuddin menilai perbedaan pandangan pada pandangan awal merupakan hal wajar. Apalagi proses pemeriksaan di Pansus masih terus berjalan. Tetapi pada akhirnya, Amir berkeyakinan akan tercapai titik temu. “Saya yakin kesamaan pandangan akan tercapai,” ujarnya di Jakarta, Selasa (9/2).
Sejauh ini baru PAN dan PPP yang mengindikasikan terjadinya perubahan sikap pada pandangan akhir nanti. Ketua Umum DPP PAN Hatta Rajasa, misalnya, mengungkapkan bahwa masih banyak yang perlu dikaji sebelum penyampaian pandangan akhir pada 4 Maret mendatang. Dan yang pasti Menko Perekonomian itu menjamin PAN selalu mendukung pemerintah hingga 2014 nanti. “Tidak ada yang perlu diragukan akan komitmen kami dalam mendukung pemerintah,” tegasnya di sela-sela acara pelantikan pengurus PAN di JCC Jakarta, Selasa (9/2) malam.
Indikasi serupa disampaikan Sekjen DPP PPP Irgan Chairul Mahfiz. PPP, menurutnya, akan selalu menjaga komitmen dalam berkoalisi. Kalaupun belakangan terjadi masalah tak lebih dari kurangnya komunikasi diantara anggota koalisi. . "Andaikata komunikasi solid, tentu tidak berujung seperti ini. Tanpa menafikan perbedaan atau mengecilkan persoalan, komunikasi harus berjalan lebih elegan," ujarnya di gedung parlemen Jakarta, Selasa (9/2).
Sedangkan anggota koalisi lainnya, yakni Golkar dan PKS, sejauh ini belum menampakkan tanda-tanda merubah sikap. Sebaliknya, para politisi kedua partai ini ramai-ramain melontarkan janji untuk tetap lurus mempertahankan sikap pada pandangan akhir nanti.
Menurut pakar politik UI, Arbi Sanit, pembelotan sikap anggota koalisi ini menunjukkan adanya kepentingan yang ingin dinegosiasikan dengan SBY. “Mereka punya target sendiri-sendiri," katanya kepada Mimbar Politik, Selasa (9/2).
Arbi melihat partai koalisi sengaja membelot untuk memperoleh dukungan masyarakat. Jika sudah mendapat dukungan, di kesimpulan akhir fraksi nanti, partai koalisi akan menunjuk hidung target mereka. "Ini kan politisasi, aneh, sengaja membelot untuk menarik simpati masyarakat. Kalau sudah, mereka akan dianggap benar saat menembak target nanti," analisis Arbi.



Demokrat Masalahkan Proses Merger

oleh: Rovy Giovanie
Sebagai partai utama pendukung pemerintah, sikap Fraksi Partai Demokrat (FPD) sudah bisa ditebak. Meskipun mengakui adanya masalah sejak awal mula pembentukan Bank Century, namun fraksi terbesar di DPR ini tak melihat adanya pelanggaran dalam proses bailout. FPD menilai izin merger tiga bank yakni CIC, Danpac dan Pikko menjadi Bank Century seharusnya tidak pernah keluar. "Tahun 2001-2003 ditemukan ada pelanggaran yang signifikan," katanya.
Beberapa pelanggaran yang ditemukan Demokrat seperti surat-surat berharga yang fiktif. Pembayaran pihak ketiga juga menyebabkan bank kesulitan likuiditas. Selain itu, surat berharga yang semula dinilai macet, kemudian diubah menjadi lancar. Hasil fit and proper test, yang semula dinyatakan tidak lulus untuk merger, tidak diproses lebih lanjut. Ini berarti Bank Indonesia sebagai pengawas perbankan menafikan berbagai pelanggaran itu, sehingga 6 Desember 2004, keluarlah persetujuan merger ketiga bank itu menjadi Bank Century. "Izin akuisisi seharusnya tak boleh terjadi. Karena itu, kami menilai Bank Indonesia tidak prudent," ujarnya.
Selain poin soal akuisisi, ada lima poin lain dalam pandangan awal ini. Mengenai pemberian fasilitas pinjaman jangka pendek (FPJP) –salah satu poin penting skandal ini--, FPD menilai sudah sesuai hukum. "Kami memahami penetapan Bank Century dalam penetapan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik oleh KKSK memang seharusnya dilakukan untuk mencegah krisis," tambah Achsanul.
Pengucuran dana Rp 6,67 triliun, menurut Demokrat, adalah tindakan sah secara hukum karena tidak ditemukan adanya unsur melawan hukum. "Belum terjadi kerugian negara dalam penyertaan modal sementara," tambah dia. Untuk poin ini, Demokrat berdalil bahwa dalam lima tahun mendatang, saham yang disertakan pada Bank Mutiara --sebelumnya Bank Century-- akan dijual kepada investor.




Golkar: Ada Aksi Berlanjut Melawan Hukum

oleh: Rovy Giovanie
Dalam pandangan awalnya, Fraksi Partai Golkar tak berbeda dengan sikapnya di Pansus Century selama ini. Fraksi Partai Golkar menyimpulkan, sementara ini ada 59 penyimpangan dalam kasus Century. Golkar membagi penyimpangan itu dalam sejumlah babak, mulai dari sebelum merger tiga bank menjadi Bank Century, saat merger, saat pengucuran Fasilitas Pinjaman Jangka Pendek, dan saat pengucuran Penyertaan Modal Sementara (PMS).
"Kasus Bank Century adalah perbuatan berlanjut melawan hukum yang dilakukan pemilik bank dengan melibatkan pejabat otoritas monerter dan oknum pejabat otoritas fiskal. Pemberian FPJP dan PMS yang dalam pelaksanaannya diduga kuat telah melanggar hukum," ujar Agun Gunanjar Sudarsa, anggota Panitia Khusus Angket Century dari Partai Golkar, saat membacakan pandangan awal Golkar dalam rapat Pansus.
Dalam penjelasan awalnya, Golkar juga berpendapat dana Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) adalah bagian dari keuangan publik. Sedangkan mengenai Perppu Jaringan Pengaman Sektor Keuangan juga dianggap tidak berlaku lagi sejak Desember 2008, sehingga bailout dianggap melanggar hukum.
FPG, menurut Agun mendukung penuntasan kasus yang sudah dibawa ke ranah hukum. "FPG mendukung kasus pemilik Bank yang melibatkan otoritas moneter untuk diproses hukum," papar Agun.



PDIP Tegaskan Indikasi Korupsi

oleh: Rovy Giovanie
Berbeda dengan fraksi lainnya, pemaparan kesimpulan awal kasus Bank Century oleh Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (FPDIP) berlangsung singkat, hanya sekitar lima menit. Dalam pandangan yang dibacakan Eva Sundari ini, FPDIP menilai perlu melakukan pendalaman beberapa hal terkait pengucuran dana para Bank Century. Salah satunya soal repo aset Bank Century dan fasilitas pinjaman jangka pendek (FPJP).
Juga mengenai perhitungan CAR yang tak valid dan berubah-ubah.
Berdasarkan indikasi-indikasi pelanggaran perbankan itu, FPDIP minta penegak hukum menyelidiki Bank Indonesia terkait kasus-kasus tersebut. Fraksi partai moncong putih ini juga menyatakan sepakat dengan temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), salah satunya, bahwa tak ada alasan menetapkan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik. "Berdasarkan hal tersebut, kesimpulan sementara ada indikasi tindak pidana korupsi, tindak pidana perbankan," kata Eva.
"Kami minta penegak hukum bertindak tegas menyelidiki Bank Indonesia, KKSK, dan KK," tegas Eva, lalu menutup paparannya dengan pekikan 'Merdeka'.
Sebelumnya, PDI Perjuangan mengungkap 45 temuan penting dalam kasus skandal Rp 6,7 triliun Bank Century. Dalam pemaparan temuan ini, partai ini sama sekali tidak menyebut nama pejabat yang diduga terseret. "Dari sembilan temuan BPK diuraikan lagi, PDIP menemukan 45 temuan penting. Itu penjabaran dari sembilan kategori temuan dalam audit investigasi BPK," kata anggota Pansus Century dari FPDIP Hendrawan Supratikno.


PKS Langsung ‘Tunjuk Hidung’ Boediono

oleh: Rovy Giovanie
Selain Golkar, partai anggota koalisi yang terang-terangan berseberangan dengan Demokrat adalah PKS. Dalam pandangan awalnya di Pansus Angket Century, partai Islam terbesar ini terang-terangan menunjuk Boediono dan Sri Mulyani Indrawati sebagai pihak paling bertanggung jawab dibalik skandal Bank Century.
FPKS menemukan 14 poin penting adanya penyimpangan-penyimpangan dari sebelum Bank Century merger hingga diberikannya Penyertaan Modal Sementara (PMS). Selain itu, PKS juga merekonstruksi ke-14 poin tersebut kedalam 66 sub tema. Salah satunya, PKS menduga kuat adanya perubahan surat yang ditandatangani Gubernur BI yang disampaikan kepada KSSK.
"Intinya ada perubahan informasi penting dimana tidak diketahui KSSK. Yang pertama tidak diberitahukannya penyebab negatifnya CAR Bank Century. Kedua yakni merubah biaya bailout, yang seharusnya Rp 1,77 triliun menjadi Rp 632 miliar," ujar Juru Bicara PKS Andi Rahmat.
PKS juga mengungkap fokus penyelamatan Bank Century, yakni deposan-deposan besar. "Seperti BUMN dan YKKBI, serta deposan besar berinisial BS. Itu menjadi dasar juga bailout century," tandasnya.
Sedangkan soal merger, PKS menduga BI mengetahui pelanggaran yang dilakukan pemilik Bank CIC seperti LC fiktif, kredit fiktif. Pasalnya BI tetap memberi ijin akuisisi bank tersebut dengan Bank Danpac dan Bank Piko meski terjadi pelanggaran. Sekalipun akusisi itu dilakukan lewat pasar modal, menurut FPS, seharusnya BI membatalkan akuisisi tersebut dan tidak menyetujuinya. “BI jelas tidak mematuhi peraturan perundangan dan tidak menerapkan aspek prudential. BI sengaja melakukan proses merger meskipun sudah terjadi pelanggaran dengan menganggap lancar aset Bank CIC.” ujarnya.
Dari berbagai temuan itu, menurut Ketua DPP PKS Mahfudz Siddiq, yang paling bertanggung jawab dalam skandal Century adalah Boediono dan Sri Mulyani. "Dengan porsi kesalahan 80 persen di Boediono dan 20 persen di Sri Mulyani," tegas Mahfudz.



PAN Melihat Indikasi Korupsi

oleh: Rovy Giovanie
Mengejutkan. Partai Amanat Nasional (PAN) yang selama ini dikenal sebagai pendukung setia Demokrat ternyata mengambil posisi berseberangan dalam pandangan awal Pansus Century, Senin (6/2).Asman Abnur yang tampil sebagai juru bicara PAN mengatakan, Bank Indonesia melanggar keputusan yang dibuatnya sendiri dalam merger tiga bank, yakni CIC, Danpac dan Pikko menjadi Bank Century. "BI telah melanggar aturan merger," katanya.
BI, dalam penilaian PAN, telah melakukan pelanggaran dalam pengucuran Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek (FPJP) kepada Bank Century. Padahal berdasarkan peraturan yang berlaku Bank Century tidak memenuhi syarat untuk mendapat FPJP. Saat itu, BI mengubah peraturan yang mensyaratkan untuk memperoleh FPJP adalah bank bank yang memiliki rasio kecukupan modal (CAR) 8 persen. "Ada indikasi korupsi, memenuhi unsur korupsi yang dilakukan oleh BI dan LPS. Unsurnya, ada kerugian negara, penyalahgunaan akewenangan, dan pelanggaran hukum. Atas permintaan Bank Century, BI mengubahnya menjadi positif,” ujarnya.
Karena itu, PAN menyarankan Komisi Pemberantasan Korupsi untuk menangani kasus Bank Century. Sedangkan mengenai LPS, PAN juga melihat adanya pelanggaran. Pasalnya LPS tidak pernah mengajukan penyertaan modal yang diperlukan untuk menyelamatkan Bank Century.



PPP Minta Institusi Hukum Bertindak

oleh: Rovy Giovanie
Selain PAN, PPP juga membuat kejutan pada sidang penyampaian pandapat awal fraksi dalam Pansus Century, Senin (6/2). Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (FPPP) melihat ada indikasi penyimpangan meliputi tindak pidana korupsi, ekonomi dan perbankan. “Pelaksanaan pemberian FPJP patut diduga telah melanggar peraturan perundang-undangan sehingga dapat dikualifikasikan tindak pidana korupsi, tindak pidana ekonomi dan tindak pidana perbankan,” ujar anggota pansus asal PPP Romahurmuziy.
Adapun pihak yang patut diduga dapat dimintai pertanggungjawaban adalah pemegang saham dan pengurus Bank Century. “BI dan pihak-pihak lain yang mendapat keuntungan dari kebijakan tersebut,” jelasnya.
Fraksi PPP juga menilai BI dalam proses akuisisi dan merger Bank Century telah melakukan perbuatan melawan ketentuan peraturan yang dibuatnya sendiri. BI dianggap melalaikan tugas dan kewajibannya sebagaimana diatur dalam Pasal 8 huruf c Undang-undang tentang BI yaitu bahwa salah satu tugas BI adalah mengatur dan mengawasi bank.
Terkait penyerahan Bank Century dari KSSK kepada KK dan kemudian diserahkan kepada LPS, FPPP berpendapat hal itu berlandaskan pada peraturan yang cenderung masih sumir. “Sebenarnya persoalan landasan hukum ini dapat diatasi sekiranya pemerintah segera menyampaikan RUU pencabutan Perppu JPSK, sesuai amanat Pasal 25 ayat (4) UU No.10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan,” jelasnya.
Oleh karenanya, FPPP berpendapat, terhadap seluruh indikasi penyimpangan oleh Pansus, agar dapat ditindaklanjuti kepada institusi penegak hukum. “Baik kepolisian, kejaksaan, maupun KPK, sesuai kewenangannya,” tutupnya.




FPKB: Bailout Century Tak Salahi Aturan

oleh: Rovy Giovanie
Satu-satunya fraksi yang satu pandangan dengan FPD adalah Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (FPKB). Partai pimpinan Muhaimin Iskandar ini menilai penyelamatan Bank Century berupa bailout Rp 6,7 triliun tidak melanggar aturan yang berlaku. "Fraksi FPKB tidak melihat ditemukannya unsur yang melanggar hukum," ujar anggota Pansus Bank Century Agus Sulistyono saat membacakan pandangan sementara FPKB dalam rapat Pansus Bank Century di Gedung DPR, Jakarta, Senin (8/2). Negara, menurut dia, tidak dirugikan meski telah mengucurkan dana talangan kepada Bank Century. Pasalnya penyertaan modal bank century bukan dari uang negara, melainkan dari premi perbankan. "Dan berdasarkan aturan yang ada, setiap 5 tahun LPS harus melepas modal tersebut. Selain itu, setelah diselamatkan Bank Century juga bisa dijual ke pihak lain dan belum tentu ada kerugian," paparnya.
Pengucuran dana tersebut dianggap PKB sebagai bentuk penyelamatan sistem perbankan dan menghindari adanya dampak sistemik. "Kalau terjadi gangguan sistemik, maka akan memperburuk kondisi."
Selain itu, pelonggaran peraturan FPJP dimilai PKB tidak melanggar peraturan. Pasalnya kondisi saat itu mengharuskan FPJP dirubah secara tiba-tiba. Kendati demikian, lanjut dia, FPKB tetap mendukung tranparansi pengusutan larinya dana LPS tersebut. Hal itu bisa dilakukan dengan bekerja sama dengan instansi lain. "Kami juga mendorong pengembalian dana nasabah. Dan jika ada tindak pidana maka harus diselesaikan sesuai dengan ketentuan yang ada," pungkas Agus.



Gerindra: Bailout Century Tanpa Dasar Hukum

oleh: Rovy Giovanie
Meski terkesan pasif dalam kerja Pansus Century selama ini, namun Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) sejak awal sudah menunjukkan sikap berseberangan dengan Demokrat. Apalagi posisinya sebagai partai non koalisi, pandangan Gerindra lebih dekat dengan PDIP yang menolak bailout Century dengan semua proses yang mengikutinya. Gerindra berpandangan bailout Century dilakukan tanpa dasar hukum. "Karena perppu JPSK sudah ditolak oleh DPR," kata anggota pansus Century dari Fraksi Partai Gerindra Ahmad Muzani membacakan pandangan awal fraksinya dalam rapat pansus Century di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Senin (8/2/).
Bank Century, menurut Gerindra, sudah gagal sejak sebelum dimerger. Namun yang mencurigakan bahwa BI bersama Komite Stabilitas Sektor Keuangan (KSSK) tetap menetapkan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik dengan menggunakan data yang kurang valid. "Tidak ada sistem valid yang digunakan untuk menetapkan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik," papar Muzani.
Oleh karena itu, menurut Gerindra, Penyertaan Modal Sementara tidak dibenarkan. Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek juga tidak bisa diberikan karena kondisi Bank Century (BC) yang rasio kecukupan modal (CAR) minus. "Penyaluran PMS tidak sesuai karena BC tidak dalam posisi mendesak. FPJP tidak dibenarkan karena Bank Century dalam posisi CAR minus, dimana syarat harus CAR plus," tutupnya.




Hanura: Yang Paling Bertanggung Jawab Pejabat

oleh: Rovy Giovanie
Selama ini, Partai Hanura telah menunjukkan sikap kritisnya. Bahkan partai pimpinan Wiranto ini cukup aktif mewacanakan keterlibatan Boediono dan Sri Mulyani dalam skandal Bank Century. Dalam pandangan sementara yang dicakan anggota Pansus Akbar Faisal, Senin (6/2), Fraksi Hanura menyatakan sejumlah pejabat harus bertanggung jawab dalam kasus Bank Century.
Hanura menemukan 62 dugaan penyimpangan. Diantaranya 16 penyimpangan pada akuisisi, merger, dan operasional Bank CIC, salah satu bank yang dimerger menjadi Bank Century; 25 penyimpangan terjadi pada proses pasca merger, delapan penyimpangan pada saat pemberian FPJP kepada Century; dan 15 dugaan penyimpangan pada tahap penetapan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik.
Fraksi Hanura menilai pemberian FPJP pada Bank Century melawan hukum. Selain itu, FPJP itu dianggap hanya menguntungkan orang-orang tertentu. "Yang dilakukan dengan memanipulasi dan tidak berasaskan pada peraturan yang berlaku. Selanjutnya, dapat dikategorikan penyimpangan yang mengakibatkan kerugian Bank Indonesia," ujarnya.
Kerugian itu, kata dia, tampak saat Rp 1 triliun FPJP digunakan untuk mengganti dana operasional Bank CIC, salah satu bank yang dimerger jadi Bank Century. "Gubernur BI juga sudah menyatakan bank ini adalah bank gagal yang berdampak sistemik. Sejatinya hal ini tidaklah berdampak sistemik," kata dia.
Hanura pun kemudian merunut pejabat-pejabat yang harus bertanggung jawab dalam kasus ini, termasuk diantaranya mantan Gunernur BI Boediono dan mantan ketua KKSK Sri Mulyani Indrawati.


Munas Pertama Tanpa Kejutan

Oleh: Rovy Giovanie
Kejutan yang semula diperkirakan terjadi pada Munas Partai Hanura di Surabaya, 5-7 Februari 2010, ternyata tak menjadi kenyataan. Mampukah partai pimpinan Wiranto ini lolos Pemilu 2014? Perkelahian massal nyaris saja terjadi di arena Munas I Partai Hanura di Hotel Shangri La Surabaya, Senin (6/2) malam. Aksi saling jotos ini terjadi dalam sidang komisi yang membahas AD/ART partai yang dipimpin Suaidi Marasabessy.
Pemicunya adalah rencana revisi AD/ART Bab 10 pasal 32 huruf (m) yang mengatur tentang pencalonan kepala daerah dan wakil kepala daerah. Pihak DPC ngotot agar pengajuan dilakukan tanpa melibatkan DPD maupun DPP. Namun, usulan ini langsung dimentahkan sang pimpinan sidang tanpa alasan jelas. Tentu saja para pimpinan DPC naik darah, dan meminta pimpinan sidang turun dari kursi pimpinan.
Ketua DPP, AS Hikam, sempat berusaha melerai dengan menawarkan solusi, namun gagal. Karena tak kunjung mencapai kata sepakat, maka sidang memutuskan untuk memilih empat wakil DPC dan seorang dari DPP untuk melakukan konsultasi dengan Ketua Umum, Wiranto.
Tapi sayang, kesepakatan ini rupanya tak dijalankan dengan baik oleh panitia. Pihak DPP rupanya diam-diam mengganti delegasi DPC yang hendak bertemu dengan Wiranto itu dengan orang yang sepaham dengan DPP. Karena ketika wakil sah yang ditunjuk oleh sidang itu hendak memasuki ruangan Wiranto ternyata sudah ada wakil DPC yang lebih dulu menghadap sang ikon Hanura itu.
Walhasil, keinginan DPC mandiri dalam penetapan calon kepala daerah pun mentok, karena Wiranto rupanya tetap menghendaki keterlibatan DPD dan DPP. “Maksudnya supaya rantai daerah dan pusat itu tidak terputus,” kilah AS Hikam.
Perihal calon kepala daerah memang kerap menjadi masalah. DPP kerap kali menjegal calon yang diusulkan dari bawah ketika sang calon itu dirasa tak sesuai dengan keinginan elit DPP. Tindakan ini kerap menimbulkan konflik internal partai. Kasus terakhir adalah kemarahan dan demo besar-besaran yang dilakukan kader PDIP di Tabanan Bali lantaran calon bupati yang mendapatkan dukungan dari bawah ternyata dianulir oleh pimpinan DPP.
Namun, Ketua Dewan Penasihat DPP Hanura, Bambang W Soeharto optimis kasus semacam ini tak akan terjadi di partainya. Alasannya semua proses telah dilakukan dengan cara yang demokratis. “Ini namanya dinamika dalam demokrasi,” ujarnya.
Di luar kasus diatas, Munas Hanura kali ini berlangsung datar-datar saja. Tak terkecuali dalam pemilihan ketua umum. Munas yang diikuti 33 DPD dan 407 DPC ini secara aklamasi menetapkan kembali Jenderal TNI (Purn) Wiranto sebagai ketua umum. Menurut Ketua DPP, Elza Syarief, Wiranto masih dibutuhkan utnuk mempersatukan partai. “Partai ini baru berusia tiga tahun. Kalau diibaratkan dengan benih, ia baru bertumbuh, daunnya masih muda, batangnya belum kuat, dan akarnya belum dalam. Oleh sebab itu dibutuhkan figur seperti Wiranto sebagai the strong leader”, ujarnya kepada Mimbar Politik.
Kondisi ini meleset dari dugaan publik yang semula memperkirakan tampilnya sosok baru seperti Hutomo Mandala Putra alias Tommy Soeharto dan mantan Ketua Dewan Pembina Golkar, Surya Paloh. Kalaupun ada yang dianggap kejutan adalah masuknya politisi muda Golkar, Yuddy Chrisnandy, yang sebenarnya sudah lama menjadi pemberitaan di media massa. Selain itu muncul figur-figur muda diantaranya Dossy Iskandar yang semula menjabat Ketua DPD Jawa Timur kini dipercaya menjadi Sekjen mendampingi Wiranto. Dossy menyisihkan 3 orang kandidat lainnya, yaitu wakil sekjen demisioner Saleh Husein dan Dhanny Tharhansyah dan sekjen demisioner Yus Usman.
Dalam Munas kali ini, Yuddy dipercaya untuk menjadi ketua bidang pemenangan pemilu. "Tugas baru ini adalah tugas yang berat karena saya harus memperluas konstituen di partai yang baru ini," kata Yuddy.
Mantan calon ketua umum DPP Golkar yang tak mendapat dukungan dalam Munas Golkar di Pekanbaru – Riau, beberapa waktu lalu, itu yakin bahwa sejumlah kader Golkar lainnya bakal mengikuti jejaknya merapat ke Hanura. “Saya tidak mengajaknya, tapi kader itu akan ikut pindah bersama saya," kata nya tanpa menyebut siapa yang dimaksudkan.
Yang pasti, Bambang W Soeharto berkeyakinan Yuddy mampu membesarkan Hanura dalam menyongsong Pemilu 2014 mendatang. Apalagi, menurutnya, Yuddy memiliki jaringan luas di kalangan permuda yang diperkirakan bakal menjadi pemlih potensial pada Pemilu mendatang.
Namun, banyak kalangan pesimis akan kemampuan Yuddy membesarkan Hanura. Pengamat politik LIPI, Lili Romli, Yuddy tidak memiliki basis dukungan yang kuat. "Kalau dilihat dari gagasanya iya oke. Tapi dia (Yuddy) punya basis atau tidak?" ujarnya.
Rekan seperjuangan Yuddy di Golkar, Indra J Pilliang juga tak melihat sesuatu yang istimewa dibalik masuknya Yuddy ke Hanura. Apalagi gerbong yang bakal diusung Yuddy juga tidak jelas. Sementara tokoh-tokoh seperty Tommy Soeharto dan Surya Paloh kemungkinan besar juga batal merapat ke Hanura setelah kursi ketua umu telah diduduki kembali Wiranto.
Sementara persaingan dalam Pemilu mendatang dipastikan bakal jauh lebih ketat. Terobosan lebih hebat tengah dilakukan parpol-parpol lain, baik parpol papan atas seperti Demokrat, Golkar dan PDIP. Begitu pun dengan parpol papan tengah seperti KPS, PPP, PAN dan PKB. PAN, misalnya, kini menggandengn sejumlah tokoh potensial seperti Eros Djarot, Hely Yahya, dan Bima Arya Sugiarto. Begitu juga dengan parpol papan bawah yang selevel dengan Hanura, yakni Gerindra, dipastikan bakal melakukan berbagai terobosan menjelang kongres dua tahun lagi.
Tak salah kalau banyak pakar politik yang mengkhawatirkan Hanura gagal memenuhi parliamentary threshold (PT) pada Pemilu mendatang bila sosok Wiranto masih menjabat. Apalagi bila persyaratan PT dinaikkan dari 2,5 persen saat ini menjadi 5 persen. “Terlalu berat bagi Wiranto untuk bisa mengangkat perolehan suara pada Pemilu 2014. Masa Wiranto sudah lewat,” kata pakar politik LSI, Burhanuddin Muhtadi kepada Mimbar Politik.
Tak salah bila ada yang mengatakan bahwa munas Hanura mengalami antiklimaks. Tapi perjalanan menuju 2014 masih cukup panjang. Banyak hal yang bisa terjadi dalam rentang waktu hingga menuju pelaksanaan Pemilu.



Tim Sukses SBY-Boediono Dominasi Matahari Biru

oleh: Rovy Giovanie
Jajaran pengurus baru DPP PAN dipenuhi para mantan Tim Sukses SBY-Boediono. Apakah karena itu, mantan Ketua Umum, Soetrisno Bachir, tak mau hadir? Senyum Ketua Umum DPP PAN, Hatta Rajasa, terus mengembang. Kehadiran para pimpinan parpol anggota koalisi pada acara pelantikan pengurus baru DPP PAN periode 2010-2015, Selasa (9/2) malam, membuatnya bahagia. Nampak hadir pada acara yang berlangsung di Jakata Convention Center (JCC) itu diantaranya Ketua Umum Partai Golkar Aburizal Bakrie, Ketua Umum PPP Suryadharma Ali, Ketua Umum DPP PKB Muhaimin Iskandar, putra Presiden SBY, Edhie Baskoro beserta sejumlah pimpinan Partai Demokrat.
Sedangkan dari parpol nonkoalisi yang hadir juga mereka yang selama ini dikenal dekat dengan SBY, seperti Ketua Deperpu PDIP Taufik Kiemas dan Sekjen PDIP Pramono Anung. Selain itu, juga masih banyak tokoh parpol lainnya. Dan tentu saja seluruh tokoh penting PAN berkumpul disana, termasuk Ketua Ketua Majelis Pertimbangan Partai (MPP) Amien Rais.
Yang menarik, bahwa jajaran pengurus baru yang dilantik malam itu ternyata didominasi wajah-wajah yang semula aktif dalam Tim Sukses SBY-Boediono. Diantaranya, pendatang baru di PAN, yakni Bima Arya Sugiarto dan Bara Hasibuan. Keduanya adalah mantan Tim Pakar SBY-Boediono pada Pilpres 2009 lalu. Selain itu dua menteri PAN di Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) II, yakni Menkum HAM Patrialis Akbar dan Menhut Zulkifli Hasan juga masuk dalam formasi kepengurusan PAN sebagai ketua DPP bersama Didik J Rachbini, Viva Yoga Muladi dan beberapa lainnya. Sedangkan kursi Sedangkan kursi wakil ketua umum ditempati ekonom Drajad Wibowo dan Sekjen oleh Taufik Kurniawan.
Bima Arya selama ini lebih dikenal sebagai pakar politik dan pimpinan Charta Politica. Sedangkan Bara sebenarnya merupakan tokoh lama, bahkan salah seorang deklarator PAN yang kemudian hengkang pada 2001. Selepas dari PAN, Bara bergabung dengan PPB, namun gagal ke Senayan. Konon balik kandangnya Bara tak lepas dari kebersamaan mereka selama menjadi Tim Sukses SBY-Boediono yang kala itu diketuai Hatta. "Saya akan bergabung kembali dengan PAN. Saya yakin bisa bekerja sama dengan Pak Hatta dan semua pihak di partai," kata Bara.
Tak pelak, pelantikan pengurus PAN ini tak ubahnya acara pertemuan para politisi pendukung SBY. Apalagi acara ini dilangsungkan tepat satu hari setelah Pansus Angket Century menyampaikan pandangan awal fraksi-fraksi. Lebih komplet lagi ketika isi sambutan Hatta ternyata juga menyinggung soal koalisi. "Koalisi harus diartikan mendukung pemerintah guna membangun pemerintahan yang bersih, berwibawa, menegakkan kebenaran dan menjadi pro rakyat," kata Hatta.
Selain itu, sebagai ketua umum baru, Hatta juga tak lupa menyampaikan rasa terima kasih kepada pendahulunya, yakni Amien Rais dan Soetrisno Bachir (SB). Tetapi anehnya, mantan ketua umum sebelum Hatta itu tak hadir. Ketika dihubungi, Selasa (9/2), SB mengaku tak diundang. "Saya nggak dapat undangan kok. Ya kalau saya hadir, dosa dong saya, kan nggak dikehendaki," katanya.
Namun, dalam sambutannya, Hatta justru mengaku telah mengundang SB. "Sebagai mantan ketum, dia juga diundang. Tapi yang bersangkutan tampaknya berhalangan hadir karena kesibukannya," ujarnya.
Ketidakhasiran politisi yang semula menolak mendukung SBY-Boediono ini memunculkan isu perpecahan. Apalagi pengusaha batik asal Pekalongan itu juga menolak duduk di jajaran pengurus MPP yang diketuai Amien Rais.



Kala Prabowo Memilih Prihatin

oleh: Rovy Giovanie
Di saat parpol lain sibuk mencitrakan diri, Partai Gerindra justru santai. Tak hanya anggotanya di Pansus Century yang cenderung diam, peringatan hari jadi ke-2, Sabtu (6/2), pun dirayakan sederhana.
Kemeriahan peringatan hari jadi Partai Gerindra setahun lalu kini tak terulang lagi. Berlokasi di kantor DPP Partai Gerindra, Jl Brawijaya, Jakarta, Sabtu (6/2), perayaan ulang tahuh ke-2 partai berlambang kepala Garuda kali ini jauh dari gegap gempita. Tidak ada perhelatan pesta, apalagi nuansa kemewahan. Yang ada hanya acara potong tumpeng ala selamatan masyarakat Jawa.
"Syukuran biasa, hanya potong tumpeng saja," ujar Ketua Panitia Pelaksana Ulang Tahun Ke-2 Partai Gerindra, Edi Prabowo, di sela-sela acara.
Kesan sederhana juga nampak dari absennya para tamu undangan penting. Wajar kalau suasana ultah hari itu tak jauh beda dengan acara-acara rapat rapat yang rutin digelar Gerindra. Bedanya, para pengurus partai yang hadir kali ini lebih lengkap, termasuk sekitar 26 politisinya yang duduk di kursi Senayan. Maklum, hari itu sang ikon Gerindra, Prabowo Suboanto, menyempatkan diri hadir, meskipun belakangan ini lebih banyak sibuk di luar negeri.
Anehnya lagi, bila parpol-parpol lain cenderung mengajak wartawan ikut ramai-ramai memeriahkan ulangtahun, maka ultah Gerindra kali ini justru tak memperbolehkan wartawan memasuki ruangan. Namun, belakangan panitia memasang pengeras suara di luar ruangan, sehingga para wartawan bia mengikuti acara. Ketika acara menjelang usai, para wartawan baru dibiarkan masuk.
Entah kenapa Prabowo yang biasanya semula selalu total dalam mensosialisasikan aktivitas partainya, kali ini justru terkesan menutup-nutupi. Ada apakah? Menurut Edi, acara ultak sengaja disetting sederhana karena situasi Indonesia sedang prihatin. “Rasanya tidak pantas untuk membuat kemeriahan di saat rakyat sendiri masih kesusahan,” kilah Edi.
Tak salah bila kondisi yang agak janggal ini menimbulkan desas-desus. Kabarnya Prabowo sengaja membuat acara ultah kali ini tertutup dari wartawan lantaran Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra itu sedang kecewa berat dengan para kader partainya. Penyebabnya adalah pernyataan ‘lancang’ sejumlah politisinya di Senayan yang mengatasnamakan sikap resmi partai ketika menuntut pemakzulan Presiden SBY. Yang dimaksud adalah Sadar Subagyo yang menggelar jumpa pers resmi, Senin (1/2) untuk menyuarakan pemakzulan presiden. Pernyataan ini kemudian dipertegas lagi oleh politisi Gerindra lainnya, Desmon Mahesa, yang mengajak anggota Pansus untuk tidak ragu-ragu memakzulkan SBY.
Kabarnya, Prabowo yang kala itu tengah berada di luar negeri itu marah besar ketika mendengar kabar ini. Pasalnya, dia tidak pernah diajak bicara sebelum keluarnya pernyataan sikap yang sempat menghebohkan itu. Nah, dalam acara ultah ini, Prabowo rupanya melampiaskan kekecewaannya. Konon, dalam pertemuan tertutup itu, mantan menantu Soeharto itu sempat memberi peringatan keras kepada politisi ‘lancang itu. "Pak Prabowo mengingatkan bahwa sendi negara harus dihormati. Kemudian aturan main juga harus dihormati dan kehidupan masyarakat juga harus dijaga. Pak Prabowo juga berpesan bahwa proses demokrasi harus dihormati," ungkap Sekjen DPP Partai Gerindra Ahmad Muzani.
Dalam pidato ulang tahun itu Prabowo juga menyampaikan sindiran cukup pedas. "Saya berpesan agar kader harus tetap patuh kepada kapten tim. Tanpa disiplin kita ini gerombolan. Saya tidak mau jadi ketua dewan pembina gerombolan. Dan bagi kader partai yang tidak sunguh-sungguh dipersilahkan untuk keluar dari partai,” tandas Prabowo.
Meski demikian, bukan berarti mantan Danjen Kopassus ini melarang politisinya mengungkap skandal Century. Prabowo, menurut Muzani, justru mengungkap siapa yang benar dan siapa yang salah dalam kasus Century . Bagi Prabowo, Gerindra tidak memiliki beban untuk bersikap tegas, karena tidak punya kepentingan untuk bermanuver laiknya sejumlah perpol lainnya yang menjadikan Pansus sebagai ajang mencari kabatan
Yang masih menjadi masalah, menurutnya, adalah lemahnya koordinasi diantara sesama politisi Gerindra. Apalagi, menurutnya, saat ini adalah momentum tepat untuk melakukan konsilidasi guna menghadapi Pemilu dan Pilpres 2014. "Kami akan melakukan konsolidasi selama tiga tahun mendatang. Dalam masa itu kami akan memperkuat para kader partai kami supaya lebih militan," ujar Prabowo.
Akankah pendekatan prihatin ini mampu mengantar Gerindra mengejar ketertinggalannya dari parpol lain yang belakangan saling berlomba-lomba mencuri perhatian publik?



Thursday, February 11, 2010

Harga Termahal Skandal Century

Oleh: Rovy Giovanie
Deal politik diyakini mewarnai proses akhir Pansus Angket Century. Kursi wapres merupakan harga maksimal yang bisa dibarter. Akankah SBY rela melepasnya?

Tanggal 4 Februari 2010 menjadi saat paling mendebarkan buat Wapres Boediono dan Menkeu Sri Mulyani Indrawati. Mungkin juga bagi mantan Sekretaris Komite Stabillitas Sistem Keuangan (KSSK) Raden Pardede dan para tertuduh dalam skandal dana talangan Bank Century senilai Rp 6,7 triliun.
Ya, hari Kamis (4/2) memang merupakan waktu yang menentukan bagi pengungkapan skandal yang tengah ditangani Pansus Angket Century. Meskipun sidang paripurna DPR itu hanya mendengarkan kesimpulan sementara fraksi-fraksi atas hasil kerja Pansus, namun sudah bisa diperkirakan kemana Dewan akan membawa kasus yang menghebohkan ini.
Sejauh ini peta kesimpulan fraksi-fraksi belum bergeser dari perkembangan yang terjadi di Pansus selama ini, yakni mengarah pada dua kelompok besar. Kelompok pertama secara jelas dan tegas menyebut empat lembaga, yakni Bank Indonesia (BI), Komite Stabillitas Sistem Keuangan (KSSK), Komite Koordinasi (KK) dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) sebagai pihak yang bersalah dalam skandal Century. Ini artinya, kesimpulan kelompok pertama ini menyeret nama Boediono yang saat itu menjabat Gubernur Bank Indonesia dan Sri Mulyani Indrawati yang kala itu menjadi Ketua KKSK merangkap KK.
Pengusung kesimpulan ini adalah Fraksi Golkar, PKS, PDIP, Gerindra dan Hanura. Secara keseluruhan, kubu ini memiliki 300 kursi atau sekitar 53 persen dari 560 kursi yang ada di DPR RI.
Sedangkan arus besar kesimpulan kedua tidak melihat proses bailout Century sebagai sebuah kesalahan. Sebaliknya, pemberian dana talangan senilai Rp 6,7 triliun itu justru untuk menyelamatkan perekonomian Indonesia dari krisis. Ini artinya, tidak ada yang harus disalahkan dalam skandal Bank Century, meskipun terdapat beberapa kesalahan kebijakan.
Pandangan ini dimotori Fraksi Partai Demokrat bersama PAN, PPP dan PKB yang menguasai sekitar 260 kursi atau sekitar 47 persen dari total anggota Dewan.
Dalam kalkulasi matematis, kubu Demokrat jelas kalah bila harus berhadapan dengan kelompok Golkar. Apalagi untuk menggolkan sebuah kesimpulan Pansus, paripurna hanya membutuhkan setengah plus satu dari anggota DPR atau 281 suara untuk kuorum, sedangkan persetujuan keputusan Pansus hanya memerlukan dukungan setengah plus satu dari kuorum atau sekitar 142 suara saja. Dengan modal ini, kubu Golkar bisa melangkah ke tahap selanjutnya, yakni mengajukan Hak Menyampaikan Pendapat untuk melakukan pemakzulan atau melimpahkannya ke KPK.
Namun, politik bukanlah matematika. Apapun bisa terjadi. Apalagi terdapat tenggat waktu sekitar 3 minggu antara pengampaian kesimpulan sementara dengan penyampaian kesimpulan akhir pada akhir Maret 2010 nanti. “Dalam tenggang waktu itu mereka bisa saja melakukan deal politik. Kemungkinan ini sangat terbuka lebar, karena Pansus memang sengaja mengulur-ulur waktu agar bisa melakukan tawar menawar politik,” kata Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW), Danang Widoyoko, kepada Mimbar Politik di Jakarta, Senin (1/2).
Kecurigaan semacam ini bukan hanya terlontar dari Danang, melainkan dari hampir semua pemerhati politik dan korupsi di negeri ini. Bahkan para politisi dari kubu Demokrat sendiri mengakui adanya tendensi itu. Apalagi yang menjadi penentu arah kesimpulan Pansus saat ini adalah Golkar dan PKS, karena merapatnya Golkar yang menguasai 106 (20%) kursi di DPR dan PKS dengan 57 (10%) kursi akan membalik arah kesimpulan Pansus.
Anggota Fraksi PKB, Effendy Choirie alias Gus Choi, meyakini Golkar tak akan menyia-nyiakan peluang ini untuk bermain. Apalagi selama ini sudah memperlihatkan manuvernya secara telanjang ke hadapan publik. “Lihat saja saat Golkar mendukung Wiranto-Solahudin Wahid melawan SBY-JK pada Pilpres 2004. Kemudian Jusuf Kalla menjadi wapres dan mengambil alih Golkar dan kemudian JK menjadi capres pada Pemilu 2009 dan kalah, kemudian Golkar diambil alih oleh Ical yang dekat dengan SBY dan masuk lagi kekuasaan. Itu kan sebuah bukti bahwa Golkar selama ini bermain,” ujar Gus Choi kepada Mimbar Politik
Begitu juga dalam kasus Century ini, menurutnya, masyarakat paham bahwa galaknya Golkar dalam pansus adalah untuk kekuasaan dan uang. “Dengan berperilaku galak, Golkar tentunya memiliki bargaining politik yang kuat untuk mendapatkan kekuasaan atau uang,” tegasnya.
Anggota Pansus Century dari Demokrat, Benny K Harman, mengamini. Golkar, menurutnya, memainkan agenda tersembunyi dengan mencari-cari alasan untuk menyingkirkan Wapres Boediono atau setidaknya Menkeu Sri Mulyani. “Sri Mulyani menjadi ancaman karena pernah membuka kebobrokan Ketua Umum Golkar, Aburizal Bakrie. Ini yang membuat kerja Pansus tidak objektif,” kata Benny.
Pun demikian dengan PKS. Meski tak sefrontal Golkar, namun partai Islam terbesar ini juga berusaha memainkan peranannya untuk mencari posisi tawar. Hanya saja ‘harga’ yang bisa dicapai PKS memang tak akan semahal Golkar. Selain karena kepemilikan kursinya yang jauh dibawah Golkar, juga partai ini kurang memiliki hubungan emosional dengan SBY. “Saya curiga bahwa konflik internal yang tengah melanda PKS saat ini hanyalah strategi untuk bermain di dua kaki,” ujar pengamat politik Charta Politika Arya Fernandes.
Begitu juga dengan PDIP yang sekarang berada di luar pemerintahan, juga terbuka kemungkinan melakukan deal politik. Apalagi ada kesan kuat masih adanya keinginan sejumlah kader partai moncong putih ini untuk masuk ke cabinet. Ini bisa dilihat dari kegetolan sejumlah politisi PDIP agar SBY segera melakukan reshuffle kabinet pada 100 hari pemerintahannya saat ini. “Kesannya memang mengarah kesana. Tetapi kalau PDIP sampai berbalik arah dengan mendukung pemerintah, maka pada Pemilu 2014 nanti bisa hancur,” kata Ketua Forum Masyarakat Peduli Parlemen (Formappi), Sebastian Salang.
Sementara sumber Mimbar Politik di kalangan dekat SBY mengungkapkan bahwa tak hanya Golkar dan PKS yang berman dibalik Pansus Century. PDIP juga membuka peluang untuk melakukan pembicaraan khusus dengan Demokrat. “Bentuknya kemugkinan besar memang bukan jabatan baik di kabinet maupun BUMN, karena untuk menghindari sorotan publik. Kita kan tahu kalau cukup banyak kasus yang melibatkan para tokoh PDIP,” ujar sang sumber di Jakarta, Rabu (3/1).
Konon, target deal politik parpol dalam skandal Bank Century ini memang luar biasa. Dengan posisi Boediono yang kian terpojok, bahkan terkesan mengganggu jalannya pemerintahan SBY saat ini, kabarnya Golkar tak malu-malu ‘meminang’ jabatan itu kepada SBY. “Sejauh ini memang belum ada pernyataan resmi yang sampai ke SBY, tetapi nuansanya sudah sampai ke beliau,” ujarnya tanpa menjelaskan apa yang dimaksud dengan ‘nuansa’.
Langkah berani partai warisan Orde Baru ini tentu bukan tanpa alasan. Secara konstitusional, pemakzulan Boediono memang mungkin saja terjadi. Menurut pakar hukum tata negara, Refly Harun, deal politik membuka peluang bagi pemakzulan wapres. "Kalau itu bagian dari kesepakatan politik. Misalkan, asalkan number two (RI2) yang dimakzulkan, bisa saja terjadi," katanya di Jakarta, pekan lalu.
Hanya saja, ini merupakan harga tertinggi yang bisa dibarter dengan skandal Century. Lebih dari itu, yakni pemakzulan presiden, tidak mungkin terjadi dalam situasi saat ini.
Menurut Refly, kekuatan Demokrat di DPR adalah 26,43 persen dari total jumlah 560 kursi parlemen. Dan bila ada deal politik antara Demokrat dengan fraksi lain, bisa saja pemakzulan itu hanya menimpa mantan Gubernur Bank Indonesia yang kini Wakil Presiden, Boediono. “Klausul tidak melaksanakan korupsi, pidana berat, perbuatan tercela. Aturan itu sangat lentur. Ini tergantung Golkar," kata dia.
Namun, kecil kemungkinan SBY mau melakukan itu. Kalaupun pilihannya adalah mengorbankan Boediono, menurut sumber, SBY tak akan mungkin tega melakukannya melalui pemakzulan. “Apalagi Pak Boediono sudah menyatakan kesediaannya untuk lengser,” ujar sang sumber.
Boediono sendiri beberapa kali mengisyaratkan kesediannya melepas jabatan bila memang dikehendaki. Pernyataan terakhir disampaikan ketika menerima kunjungan para pengusaha HIPMI, Jumat (29/1). Dalam pertemuan itu, Boediono transparan menyampaikan legowo untuk kehilangan jabatan. "Pak Wapres mengatakan jabatan hilang itu tidak ada masalah. Beliau semata-mata ingin mengabdi pada bangsa ini," ucap Ketua I Bidang Organisasi Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) Kamrussamad, menirukan ucapan Boediono.
Sebelumnya, Boediono juga sempat dikabarkan pernah menawarkan diri kepada SBY untuk mundur agar tidak mengganggu jalannya pemerintah. Namun tawaran itu ditolak SBY.
Kini, dengan membesarnya muatan skandal Century, apakah SBY masih mempertahankan sikapnya? Ketua Umum DPP Partai Demokrat Hadi Utomo meyakini SBY tak akan memberikan posisi apapun kepada parpol anggota koalisi yang selama ini bersikap keras. ”Pansus Century tidak boleh digadai untuk mencari posisi lebih banyak,” tandas Hadi Utomo kepada Mimbar Politik di Hotel Bumi Karsa, Bidakaria, Jakarta, pekan lalu.
Tak hanya menyangkut Boediono, posisi Sri Mulyani pun dipastikannya akan aman. ”Saya memastikan Sri Mulyani tidak akan dicopot, apalagi digadai,” tegas adik ipar SBY ini.
Bila memang bukan Boediono dan Sri Mulyani yang akan dijadikan barter politik, lantas apa bentuk deal yang akan terjadi? Tukar guling kasus ataukah jabatan basah di BUMN? Yang pasti publik meyakini bahwa tidak lah gratis bagi SBY untuk bisa menyelamatkan anak buahnya dari skandal Bank Century.


Komitmen Ala Mitra ’Nakal’ Koalisi

Oleh: Rovy Giovanie
Kompak menyanggah. Itulah yang dilakukan para lawan politik kubu Demokrat di Pansus Angket Century terhadap tudingan melakukan bargaining politik dengan Presiden SBY.
Adalah Golkar yang paling lantang membantah. Seolah kebakaran jenggot, para petinggi partai beringin ini rame-rame mementahkan tudingan mengincar posisi wapres dan Menkeu. “Tidak benar Golkar ingin memakzulkan Boediono. Dari laporan yang saya terima, sampai detik ini belum ada fakta-fakta yang dapat membenarkan pemahzulan terhadap Boediono," kata Ketua Umum DPP Golkar Aburizal Bakrie, pekan lalu.

Wakil ketua umumnya, Agung Laksono kian menegaskan, tidak ada dasar hukum maupun politik yang memungkin partainya melakukan tindakan pemakzulan Boediono. “Apalagi sebagai mitra koalisi tidak ada keinginan untuk melakukan itu," ujarnya di Bali, Minggu (31/1).
Ketua Fraksi Partai Golkar di DPR RI, Setia Novanto, pun menjamin komitmen partainya untuk mengungkap kebenaran dalam Pansus Century. Kesimpulan akhir Pansus Century, katanya, bebas dari tukar guling kasus ataupun deal-deal politik yang mencedrai rasa keadilan rakyat. ”Pansus ini jadi taruhan partai-partai politik pada 2014. Oleh karena itu Golkar tidak mau berjudi dengan tukar guling kasus ataupu jabatan,” sergahnya.
Sanggahan tak kalah lantang keluar dari PKS. Seperti halnya para politisi Golkar, Wakil Ketua Pansus dari PKS, Mahfud Siddiq, menjamin partainya berada pada jalur yang benar. “Kita bekerja fokus saja, bahkan kita mendorong betul agar proses penyelesaiain hukum yang sedang ditangani KPK ini juga bisa berjalan secara sinergis,” ujarnya kepada Mimbar Politik.
Ia tak membantah bahwa sikap kritis PKS selama ini memang dicurigai sebagian kalangan sebagai cara untuk menaikkan posisi tawar. “Kalau orang menafsirkan macam-macam silahkan saja. Yang jelas pertama, bagi kami pansus ini bekerja atas landasan audit BPK, sebuah lembaga auditor negara yang tertinggi dan official resmi. Dan yang kedua, PKS juga mendorong agar proses hukum yang sedang berjalan ini bisa dituntaskan lebih cepat, sehingga ada fakta-fakta hukum yang mengikat.,” tuturnya.
Begitu juga dengan PDIP. Partai nonkoalisi terbesar ini tegas-tegas membantah mengincar kursi menteri di kabinet SBY. Kalaupun ada politisi PDIP menyuarakan saran agar Presiden melakukan reshuffle, itu dianggap sebagai tugas partai oposisi mengoreksi pemerintah. Menurut Sekjen DPP PDIP Pramono Anung, partainya akan tetap berada di luar pemerintah. “Sesuai dengan arahan Ibu (Mega), sikap PDIP tidak berubah,” jelas Pramono.
Entah sungguh-sungguh ataukah tidak, bantahan para petinggi parpol itu tak diyakini pengamat politik LIPI, Siti Zuhro. Menurutnya, tawar-menawar dalam politik adalah hal biasa. Begitupun dengan sanggahan-sanggahan semacam disampaikan para politisi. “Partai politik mencari posisi tawar untuk mendapatkan kekuasaan (jabatan), karena partai itu identik dengan kekuasaan,” ujarnya.
Bisa saja para ‘musuh’ Demokrat di Pansus memang tak melakukan pemakzulan terhadap Boediono ataupun Sri Mulyani. Karena untuk mendapatkan kursi empuk kekuasaan itu memang tak harus melalui pemakzulan, melainkan justru lebih mudah dengan cara ‘pemaksaan’ penguduran diri terhadap mantan Gubernur BI dan Menkeu itu.



Menabuh ‘Gong’ Mimpi di Siang Bolong

Oleh: Rovy Giovanie
Wacana pemakzulan Presiden yang bergulir sepekan terakhir mendapat tabuhan gong dari Fraksi Gerindra. Fraksi terkecil kedua ini resmi menyampaikan hasratnya melengserkan Presiden.

Sekian lama tenggelam dibalik hiruk-pikuk para vokalis Pansus Angket Century, Senin (1/2) lalu, Fraksi Partai Gerindra berusaha mencuri perhatian. Dalam konferensi pers resmi, fraksi partai besutan Prabowo Subianto itu secara jelas dan tegas memformalkan wacana pemakzulan presiden yang selama sepekan terakhir bergulir.
“SBY dalam bahaya! Yang paling bertanggung jawab (dalam skandal Bank Century) jelas komandannya, SBY. Boediono dan Sri Mulyani hanya pelaksana lapangan, jadi yang harus dimakzulkan adalah SBY," kata anggota Komisi III dari Fraksi Gerindra Rindoko dalam keterangan pers resmi itu.
Sikap Fraksi Gerindra ini tentu sangat mengejutkan. Pasalnya selama ini, partai yang memiliki seorang wakil dalam Pansus Century ini tak pernah terdengar suaranya dalam membongkar skandal Century, jauh berada di belakang Fraksi Hanura yang sama-sama memiliki seorang wakil di Pansus.
Sebagai sebuah wacana, isu pemakzulan sejatinya sudah berhembus kencang sejak sepekan terakhir. Mulai kalangan LSM, tokoh masyarakat, kalangan pengamat hingga politisi ramai-ramai membahas kemungkinan pemakzulan. Namun, saat itu tak ada satu pun parpol yang menjadikannya sebagai sikap formal. Pantas, bila keberanian Gerindra menabuh gong pemakzulan itu mendapat sorotan tajam.
Entah kebetulan atau tidak, pada hari yang sama, Senin (1/2), sejumlah mantan jenderal mengadakan pertemuan khusus di kantor PP Muhammadiyah. Nampak diantaranya perwakilan Persatuan Purnawirawan Angkatan Darat (PPAD), Letjen TNI (Purn) Kiki Syahnakri, mantan KSAD Jenderal TNI (Purn) Ryamizard Ryacudu, mantan Kepala Staf Komando Keamanan dan Ketertiban (Kaskopkamtib) Jenderal TNI (Purn) Widjojo Soejono, dan beberapa jenderal lainnya. Selain itu juga hadir para tokoh yang selama ini berseberangan dengan SBY, seperti Ketua PP Muhammadiyah Din Syamsuddin, ekonom Kwik Kian Gie, mantan Ketua DPP Golkar Syamsul Muarif, mantan anggota DPR Ali Mochtar Ngabalin, mantan Menteri Pemberdayaan Perempuan Khofifah Indar Parawansa, dan beberapa lainnya.
Meski tak tegas mengakui adanya pembahasan pemakzulan, namun Kiki tak menampik bahwa isu pemakzulan memang menjadi perhatiannya. Pertemuan itu bahkan sepakat membentuk kelompok bernama Gerakan Penyelamatan Bangsa. Sebagai langkah awal, merka membentuk tim kecil guna merumuskan petisi. Tim ini terdiri atas Kiki Syahnakri (PPAD), Syamsul Muarif (SOKSI), Ma`mun Murod Al Barbasy (Muhammadiyah), Ali Mochtar Ngabalin dan Syaeful Bachri Anshori (NU), serta Chusnul Mariyah (UI).
Belum diketahui kemana arah gerakan ini akan dibawa, namun sejumlah sumber menyebutkan bahwa tampilnya para pensiunan jenderal itu tak lepas dari isu pemakzulan yang kian marak. Sejumlah LSM dan kelompok pergerakan memang mendukung langkah pelengseran presiden yang terdengar keras sejak menjelang peringatan 100 hari usia pemerintah.
Dukungan dari para jenderal ini nampaknya membakar semangat Gerindra. Partai berlambang kepala garuda ini pun serius menindaklanjutinya. Dalam pandangan fraksinya pada rapat Pansus Angket Century, Selasa (3/2), Desmon Mahesa yang mewakili Gerindra, kembali menegaskan pentingnya pemakzulan presiden. "Kita bukan bersemangat memakzulkan, UU nya membuka kesempatan kok, kalau takut ada pemakzulan ya UU nya kita amandemen saja," kata mantan aktivis mahasiswa itu.
Tapi sayang, sikap ini rupanya tak bersambut di Senayan. Parpol anggota koalisi kompak menentang, tak terkecuali Golkar dan PKS yang selama ini cenderung dianggap ‘liar’. Ketua FPKS Mustafa Kamal bahkan mengecam pernyataan Gerindra. "Pernyataan ini tidak relevan, kita pansus tidak kompeten bicara pemakzulan ini," kata Mustafa di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (2/2). Jika Partai Gerindra nekat memaksakan pemakzulan SBY, PKS pun menyebut Gerindra bermimpi di siang bolong.
Sikap serupa terlontar dari semua anggota koalisi pendukung pemerintah. Bahkan PDIP yang merupakan parpol nonkoalisi terbesar juga tak melihat adanya kemungkinan terjadinya pemakzulan. “Wacana itu overdosis,” ujar Sekjen DPP PDIP Pramono Anung di Jakarta, pecan lalu.
Reaksi paling keras tentu datang dari Partai Demokrat dan pemerintah. Keduanya tak melihat sedikit pun celah bagi terjadinya impeachment terhadap SBY. Menkum HAM Patrialis Akbar bahkan menegaskan sikapnya untuk melawan habis-habisan bila pemakzulan dipaksakan. "Semua harus antisipasi, harus disampaikan. Kita melawan habis kalau ada pemikiran itu (pemakzulan)," ujar Patrialis Akbar di sela-sela acara pertemuan SBY dengan Menteri Kabinet Indonesia Bersatu II.
Bagi politisi PAN ini, tidak ada pintu bagi pemakzulan presiden. "Dari mana pintunya? banyak persyaratan di konstitusi tak satupun terpenuhi," katanya. Alasannya adalah lima prinsip yang melindungi presiden. Prinsip pertama karena sistem presidensial, dimana presiden dan wapres dipilih melalui pemilihan umum. Prinsip kedua, masa jabatan selama 5 tahun dijamin, dan tidak boleh diganggu dengan alasan politik apapun. Prinsip ketiga, presiden adalah lambang negara, dan dalam NKRI presiden lambang negara kesatuan. Sehingga tak hanya sebagai kepala pemerintahan, presiden juga sebagai lambang negara. Oleh karena itu tak mudah bahkan dipersulit konstitusi di dalam menjatuhkan presiden dan wapres, itu prinsip dasar. Prinsip Keempat, dalam negara Indonesia, hukum adalah primadona. Hukum bisa membatalkan putusan demokrasi apabila putusan demokrasi bertentangan dengan konstitusi.
Hal tersebut juga berlaku bagi wakil presiden, karena presiden dan wapres merupakan satu kesatuan. Dalam konstitusi, keduanya dipilih melalui pemilihan umum, sehingga prinsip dasar diatas tak hanya melekat pada presiden namun juga wakil presiden.
Sedangkan dari sisi hukum materiil, berdasarkan UUD 1945 pasal 7 ayat a dan b, persyaratan presiden dan wapres dapat dimakzulkan jika melakukan pelanggaran hukum. Menurut Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD, ada lima hal yang bisa memakzulkan presiden dan wapres. "Korupsi, suap, dan kejahatan. Selain itu ada pengkhinatan terhadap negara dan perbuatan tercela juga masuk dalam dakwaan pemakzulan. Tetapi itu harus didukung duapertiga anggota DPR," kata Mahfud.
Kalaupun misalnya SBY terbukti melakukan pelanggaran terhadap lima hal tersebut juga teramat sulit melengserkannya. Konstelasi kekuatan pendukung SBY di parlemen terlalu besar untuk dikalahkan. Dukungan duapertiga anggota DPR sebagai syarat pemakzulan hampir mustahil terpenuhi. Meskipun tanpa dukungan Golkar dan PKS, Demokrat bersama lotalisnya, yakni PAN, PPP dan PKB masih menguasai sekitar 46 kursi parlemen.
Alasan inilah yang kiranya membuat mantan Wapres Jusuf Kalla berkeyakinan bahwa posisi SBY sangat aman. Konon, Prabowo Subianto yang kini tengah berada di luar negeri juga marah besar lantaran ulah fraksinya menuntut pemakzulan tanpa memberitahunya. Bahkan Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra itu kabarnya mengancam bakal melakukan pergantian antar waktu sejumlah anggotanya di Dewan.
Mereka nampaknya terkena imbas penabuhan gong terhadap mimpi di siang bolong.


Mubarok: SBY Tak Akan Lakukan Deal Politik

Jalan panjang yang telah dilalui Pansus Angket Century nampaknya tak akan membuahkan hasil menguntungkan buat rakyat. Kalangan pengamat meyakini parpol-parpol yang memiliki anggota dalam Pansus lebih mengutamakan kepentingan jangka pendek, yakni deal politik dengan pemerintah. Apalagi posisi Presiden SBY dianggap terlalu kuat untuk dimakzulkan.
Masalahnya, sejauh mana Presiden SBY bersedia memenuhi tuntutan deal politik itu? Wakil Ketua Umum DPP Partai Demokrat, Achmad Mubarok, membeberkan kemungkinan-kemungkinan sikap yang hendak diambil SBY dalam menghadapi maneuver parpol dalam Pansus Century. Berikut ini penuturan orang dekat SBY ini kepada wartawan Kabar Politik, Alfonsius Takota, yang menyambangi kantornya di Jl Satrio No.12A, Jakarta, Selasa (2/2).
Apa pendapat Anda soal sikap Pansus menjelang akhir tugasnya?
Sebenarnya inforamasi yang digali oleh Pansus itu sudah banyak sekali. Tetapi ketika orang berusaha mencaritahu banyak hal, tidak berarti harus bebas nilai. Pasti ada keberpihakan. Hanya keberpihakan itu, kepada yang kecil atau yang besar. Kalau berpihak kepada yang kecil artinya keberpihakan itu jatuhnya kepada partainya sendiri. Dan kalau keberpihakan kepada yang besar maka akan jatuh ke kepentingan bangsa dan Negara. Kesinambungan bangsa dan Negara ini.
Jika Pansus itu berpihak kepada kepentingan jangka panjang bangsa dan negara ini, maka Pansus akan melakukan sesuatu yang membawa prospek keberlansungan bangsa dan negara ini secara prospektif. Sehingga tidak membuat rekomendasi yang kemudian justru bangsa ini disibukan memasuki lorong-lorong yang gelap.
Pansus ini ibaratnya sebuah kendaran yang sedang melaju melalui tol mau Cikampek tetapi ketika ada belokan apalagi gang kecil yang menarik, maka cukup dilihat jangan kemudian masuk gang dan akhirnya jalan terus via gang dan tak ada ujung. Akhirnya tidak sampai ke Cikampek.

Jadi kerja Pansus tidak fokus?
Nah, Pansus ini ibaratnya seperti itu. Terus kejar sesuatu yang sedetail-detailnya. Akibatnya korban sangat banyak, yaitu agenda umum (pembangunan), psikologi masyarakat terganggu dan berpotensi selama lima tahun kerjanya adalah mengkritisi, sehingga pembangunan tidak berjalan. Ini akan mengganggu suksesi kepemimpinan di tahun 2014.
Setelah Soekarno dengan hard powernya jatuh secara tidak terhormat, demikian juga Soeharto juga jatuh tidak terhormat. Kemudian selama reformasi, dalam satu periode kepresidenan ada empat presiden, semuanya sebentar-sebentar. Habibie sebentar, Gus Dur sebentar, Mega sebentar. Nah diakhir dengan sebuah awal dimana seorang presiden dipilih langsung oleh rakyat melalui pemilu langsung.
Seharusnya era ini dikawal oleh kita semua, terutama DPR. Soekarno selama 20 tahun, Soeharto 32 tahun, sementara era sekarang sudah dijamin 10 tahun. Model yang sekarang ini sejatinya harus dipertahankan, maka akan menjadi jalan raya bagi pembangunan demokrasi, ekonomi dan politik yang baik di republik ini ke depan.

Jadi Anda melihat ada yang tidak beres pada Pansus?
Yang terjadi sekarang kan para pemimpin ingin sekali melakukan pemakzulan. Mereka berpikir, kalau memang bisa dilakukan pemakzulan kenapa tidak? Karena itu dicari-carilan pasal-pasalnya. Pekerjaan untuk mencari pemakzulan itu memakan waktu, energi, biaya, psikologi. Itu yang sebutkan tadi memasuki gang. Kita sudah tahu liku-likunya banyak tetapi kita mau mencobanya dan meninggalkan substansi masalah. Padahal sudah tahu ongkosnya mahal.

Apakah mereka itu sebenarnya siap dengan pengganti yang lebih baik?
Tidak ada. Justru itu mereka tidak mempunyai konsep. Sudah jelas kemarin (Pilpres 2009) ada tiga kandidat, yaitu Megawati, JK dan SBY. Sekarang kita ada SBY. Dan kalau SBY jatuh, siapa yang mau diusung kan? Siapa? Yang ada konsepnya sederhana, kalau pak Boediono turun, maka Golkar akan mengusulkan Ical untuk naik dan PKS akan mengusung Hidayat Nur Wahdt. Itu lamunan mereka.

Apakah PAN juga melakukan hayalan yang sama?
Boleh juga Hatta Rajasa diusung untuk naik ke posisi Wapres. Mereka-mereka ini yang banyak masuk gang yang gak menentu. Padahal ongkosnya besar.

Nampaknya Anda sangat pesimis dengan kerja Pansus?
Nah justru karena pansus itu hipokritis, maka substansinya menjadi tidak ada. Karena hipokritis itu maka mereka lupa akan posisinya. Yang ditanya itu seolah-olah terdakwa. Mereka bukan kritis, tetapi hipokritis. Akhirnya pertanyaanya berputar-putar, ujung-ujungnya mereka memprovokasi masyarakat. Misalnya demo kemarin, mereka membawa foto presiden dan menempel di kerbau. Itu ongkos psikologinya sangat mahal. Kita ini sebenarnya jadi tontonan masyarakat internasional. Sementara pemain yang di DPR itu berbangga karena mereka merasa mewakili rakyat.

Artinya Anda melihat Pansus berhasil memprovokasi rakyat?
Iya, mereka berhasil memprovokasi masyarakat. Tetapi tidak berhasil mengambil benang merah dari perjuangan mereka.

Tetapi bukankah kerja Pansus memang untuk membongkar misteri dibalik skandal Century?
Ya, yang namanya pembongkaran oleh sebuah lembaga di DPR itu tidak berarti membongkar seperti korengan yang dibuka sekaligus seperti itu. Harusnya dibuka dengan peta yang menggambarkan anatomi sebuah persoalan. Ini kan tanpa adanya solusi. Itulah yang terjadi di DPR di pansus kita sekarang.

Dari pengamatan Anda, sekarang ini sampai sejauh mana hasi pansus?
Ada kebijakan dan ada penyimpangan. Kalau kebijakan pasti bisa benar dan juga bisa salah. Artinya jika benar, maka nilainya dua dan kalau salah nilainya satu. Sebenarnya pansus sudah membuka borok-borok, tetapi justru tidak berhasil menerangkan struktur dari borok-borok itu.

Artinya dalam kasus ini ada borok?
Iya lah. Pasti ada borok. Sepanjang sejarah tidak ada yang berjalan mulus. Siapa pun pemimpinnya pasti ada masalah. Namanya dunia politik pasti ada. Tetapi ada borok yang berbahaya apabila menjalar ke mana-mana dan ada juga yang bisa disembuhkan.

Untuk kasus Century ini masuk kategori yang mana?
Sebenarnya Century ini kecil. Masih ada kasus besar lainnya seperti BLBI sebesar 600 triliun, bahkan kasus pajak penjualan batu bara milik Aburizal Bakrie yang nilainnya mencapai Rp 10 triliunan lebih yang belum diusung. Ini saya baca dari koran. Sementara Century hanya 5 triliun.

Tetapi mengapa kasus Century ini terkesan besar. Apakah karena kepentingan tawar menawar politik?
Iya. Maka, apa pun yang mereka gunakan itu untuk bargaining potition dalam pergantian kabinet atau direktur-direktur di BUMN.

Siapa yang paling berambisi dalam hal ini?
Partai yang paling gencar adalah Golkar dan PKS. Kedua partai ini mengincar posisi wakil presiden.

Kalau kedua partai ini ngotot terus berarti akan terjadi perombakan kabinet?
Kalau melihat karakter SBY, saya pikir tidak akan melakukan secara terburu-buru. Dan kalau ada perombakan, maka tidak dilakukan sekarang. Paling tidak setelah setahun.

Perombakan ini karena deal politik atau bagaimana?
Kalau ada perombakan kabinet itu karena SBY berpikir ke depan. Berpikir untuk bangsa ini. Karena kalau berdasarkan deal-deal politik, saya pikir menteri dari partai ternyata tidak menolong pemerintah. Kita lihat sekarang ini, koalisi sama sekali tidak membantu. Jadi apa gunanya orang partai di kabinet?

Jadi Anda yakin SBY tidak akan menghiraukan tuntutan deal politik?
Iya begitu. SBY akan merombak kabinet berdasarkan kinerja dan profesionalisme, tidak berdasarkan deal-deal politik. Saya pikir SBY telah banyak mengambil hikmah dari kasus Century ini. Saya berpikir lebih baik kurangi jatah partai dan perbanyak figur profesional.

Perubahan apa yang akan dilakukan SBY bila melakukan perombakan kabinet?
Saya melihat kurang menteri senior yang bisa menjadi penyeimbang atau partner presiden yang bisa saling tukar menukar ide. Kalau kabinet yang lalu ada JK dan Aburizal Bakrie. Tapi sekarang tidak ada. Semua hal menunggu presiden. Semua mentri benar-benar menjadi pembantu presiden.

Kembali ke Pansus, seberapa besar kemungkinan kesimpulan akhir Pansus nanti mengarah ke pemakzulan?
Saya sih percaya bahwa pada akhirnya, ketika merumuskan (kesimpulan akhir), maka ketua-ketua partai akan terlibat. Maka, mereka juga akan menyadari implikasi dari keputusan pansus itu untuk bangsa dan negara ke depan. Saya yakin pada akhirnya akan ketemu format yang sama. Karena semuanya serba susah, kalau mau belok kiri jalannya terjal, kalau ke kanan lorongnya panjang. Maka, satu-satunya jalan lurus.

Berarti terjadi deal politik?
Saya pikir bukan deal-deal politk, tetapi kesadaran bahwa bangsa ini harus dibangun tidak dengan main-main. Pansus itu dibangun dengan main-main, tanpa memikirkan implikasi. Implikasi psikologi yang menggerakkan bola liar.


Jabatan BUMN Hingga Pemutihan Skandal

oleh: Rovy Giovanie
Tak hanya kursi empuk menteri yang menjadi incaran para vokalis Pansus Century. Sejumlah jabatan di BUMN hingga barter kasus pun menjadi target barter yang tak kalah menggiurkan.
Di tengah memanasnya suhu politik pada saat-saat akhir kerja Pansus Angket Century DPR, Presiden kembali menyampaikan rencana evaluasi kabinet. "Tiga bulan mendatang kita lakukan rapat kerja kembali untuk mengevaluasi apakah instruksi presiden yang akan saya terbitkan segera bisa ditindaklanjuti sesuai sasaran serta kerangka waktunya," kata Presiden SBY di Istana Cipanas, Cianjur, Jawa Barat, Rabu (3/2).
Ini kedua kalinya disampaikan Presiden setelah evaluasi dilakukan menjelang 100 hari pemerintahan, beberapa waktu lalu. Waktu itu, berbagai kalangan mengaitkan evaluasi tersebut dengan sebagian anggota koalisi yang dianggap membangkang, khususnya dalam Pansus Century, yakni Golkar dan PKS. Namun faktanya Presiden tak melakukan perubahan komposisi kabinet ataupun koalisi dalam 100 hari pemerintahannya, meski nampak adanya pelunakan sikap parpol pendukung pemerintah.
Bisa jadi evaluasi pertama yang dilakukan SBY kala itu hanya sebatas peringatan terhadap mitra koalisinya yang dianggap melanggar kontrak politik. Lantas bagaimana dengan evaluasi kedua yang akan jatuh pada bulan April mendatang?
Bila dikaitkan dengan kerja Pansus, bulan April merupakan saat yang memang mengharuskan pemerintah bersikap. Karena rekomendasi final Pansus akan disampaikan dalam sidang paripurna DPR, 3 Maret 2010. Pada saat ini, SBY akan mengetahui persis bagaimana sikap politik parpol-parpol anggota koalisinya. Bagi para pembangkang, menurut anggota Dewan Pembina DPP Partai Demokrat Hayono Isman, harus dikeluarkan dari koalisi. “Ini konsekuensi sikap yang harus diambil dalam sebuah koalisi,” ujar tokoh Kosgoro ini, beberapa waktu lalu.
Itulah sebabnya, pekan-pekan sebelum 2 Maret 2010 menjadi saat yang menegangkan bagi negosiasi politik antara kubu Demokrat dengan para penentangnya di Pansus, terutama Golkar dan PKS. Ketua DPP Golkar Priyo Budi Santoso mengakui adanya lobi antara partainya dengan pihak Demokrat. "Benar bahwa terjadi lobi-lobi baik tingkat lapangan, tengah, ataupun tinggi," kata Prio di Gedung Dewan, Senayan, Jakarta, Rabu (3/2).
Hanya saja Prio tak mau menyebutkan apa bentuk deal politik yang tengah terjadi. Ia hanya mengatakan bahwa Golkar belum menentukan kesimpulan terhadap kasus Century, termasuk mengenai perlu atau tidaknya pemakzulan Boediono. Alasannya, Golkar masih berusaha menelusuri skandal ini hingga terbuka selebar-lebarnya.
Namun, politisi PKB Effendy Choirie mencurigai Golkar tengah bernegosiasi sebelum menentukan sikap partai. Begitu pun dengan pendapat kalangan pengamat politik. “Pasti ada yang dinegosiasikan,” ucap Koordinator ICW, Danang Widoyoko, kepada Mimbar Politik, pekan lalu.
Cukup banyak hal yang bisa menjadi bahan tukar guling kasus Century, baik bagi Golkar, PKS atau parpol lainnya, termasuk parpol nonkoalisi. Yang paling utama tentu kursi Wapres Boediono dan Menkeu Sri Mulyani Indrawati. Tetapi dengan dalih momentum evaluasi kabinet, SBY bisa saja mengganti sejumlah menteri lainnya. Menurut sumber Mimbar Politik, para menteri yang kemungkinan diganti adalah Menteri Pembangunan Daerah Tertinggal Ahmad Helmy Faisal asal PKB, Menteri Perdagangan Marie Elke Pangestu, dan beberapa lainnya. “Kalau soal alasna kan bisa saja dicari-cari. Apalagi Helmi dan Marie Pangestu kan cukup tinggi resistensinya. Helmy ditolak para tokoh PKB sendiri, sedangkan Mendag dianggap melakukan kesalahan fatal dalam soal pasar bebas dengan Cina,” ujar sang sumber.
Selain kursi menteri, yang tak kalah menariknya adalah jabatan di BUMN. Kebetulan sejumlah BUMN memang sudah saatnya mengalami pergantian direksi. Menurut Meneg BUMN, Mustafa Abubakar, penggantian direksi ini akan diputuskan bulan Mei 2010 mendatang. Selain perbankan, sejumlah BUMN lainnya juga akan mengalami perombakan direksi dalam waktu dekat ini. “BUMN memang menjadi bagian dalam deal politik,” tutur pengamat politik dari LSI, Burhanuddin Muhtadi.
Ini tak lepas dari rumor selama ini, bahwa parpol-parpol kerap menjadikan BUMN sebagai sapi perahan untuk mendanai partai, khususnya menjelang Pemilu atau Pilpres. Meski hingga detik ini belum ada satu pun kasus yang berhasil mengunkap dugaan ini, namun publik meyakini kebenaran hal ini.
Diluar jabatan empuk menteri dan BUMN, target deal politik yang tak kalah pentingnya adalah barter kasus. Sudah menjadi rahasia umum bahwa banyak tokoh politik di negeri ini yang terbelit berbagai kasus korupsi, penggelapan atau penyalahgunaan kekuasaan. Dalam konteks Pansus Century, Ketua Umum DPP Golkar, Aburizal Bakrie (Ical), kerap disebut sebagai tokoh yang berkepentingan ‘menukar guling’ Pansus dengan kasus penggelapan pajak perusahaannya senilai Rp 2,1 triliun lebih. Bahkan ada yang menyebut bahwa kasus pajak perusahaan Bakrie Group ini bisa mencapai Rp 10 triliun.
Selain itu, Ical juga memiliki sejumlah kasus lainnya yang potensial bisa menjeratnya ke meja hijau bila tak mendapat perlindungan pemerintah, diantaranya adalah kasus Lapindo Brantas yang hingga saat ini belum tuntas hingga kasus Bakrie Life.
Begitu pula dengan PKS. Wakil Ketua Umum DPP Partai Demokrat Achmad Mubarok pernah mengungkap adanya penyalahgunaan bantuan di Departemen Pertanian semasa menterinya dijabat kader PKS, Anton Apriantono. Menurut Mubarok, PKS menyalahgunakan bantuan program pertanian Deptan, kala itu, hanya diarahkan ke pesantren milik PKS.
Konon, hampir semua parpol memiliki tokoh yang tersangkut kasus korupsi, tak terkecuali parpol anggota koalisi yang kini loyal terhadap pemerintah. Bahkan kasus dugaan korupsi dalam pengadaan sapid an mesin jahit yang kini menjerat mantan Mensos Bachtiar Chamsyah adalah bagian dari scenario barter kasus. Setelah lengser dari kursi menteri, Ketua Majelis Pertimbangan Pusat PPP itu dianggap berupaya melawan pemerintah. Bahkan dalam Mukernas di Medan, pekan lalu, barisan pendukung Bachtiar berusaha melengserkan Suryadharma Ali dan membawa PPP keluar dari koalisi.
Apalagi kasus ini diperkirakan bakal menyeret sejumlah nama penting, termasuk anak mantan Ketua Tim Delapan Adnan Buyung Nasution, bernama Iken Nasution. “Buyung sudah lama menjadi target karena dia diam-diam ikut terlibat dalam upaya pemakzulan presiden,” ujar sumber Mimbar Politik.
Sementara dari barisan nonkoalisi, pemerinta mengantongi segepok kasus yang melibatkan para politisi PDIP, tak terkecuali sang ketua umum Megawati Soekarnoputri. Salah satu megakasus yang kini menjadi incaran untuk segera diungkap Demokrat adalah skandal BLBI yang merugikan negara hingga sekitar Rp 700 triliun. Selain itu juga kasus LNG Tangguh yang berpotensi merugikan negara puluhan triliun rupiah, serta kasus penyalahgunaan Rekening 502 yang merugikan negara sekitar Rp 20,9 triliun.
Sedangkan yang sedang menjalani pengusutan di KPK saat ini adalah kasus suap pengangkatan Deputi Senior Gubernur BI, Miranda Goeltom. Kasus yang terbongkar gara-gara pengakuan politisi PDIP , Agus Condro, ini diperkirakan bakal menyeret sejumlah tokoh penting parpol moncong putih itu. Diantaranya yang sedang menjalani pemeriksaan KPK saat ini adalah Panda Nababan, Max Moein, dan Dudhie Makmun Murad.
Sumber Mimbar Politik meyakini, target PDIP dalam Pansus Century cenderung mengarah ke barter kasus-kasus tersebut. Pasalnya terlalu besar beban politik yang ditanggung bila menjalin koalisi dengan pemerintah.



‘Akbar Tandjung Paling Berpeluang Gantikan Boediono’

Kerja Pansus Angket Century sudah mendekati final. Seluruh anggota Pansus juga telah menyerahkan kepada masing-masing fraksi untuk merumuskan kesimpulan akhir. Meski belum ketahuan keputusan final yang akan diambil Pansus, namun berbagai spekulasi telah berhembus, mulai dari isu reshuffle kabinet, bongkar pasang koalisi hingga pemakzulan wakil presiden.
Adalah dua parpol angota koalisi yang selama ini dianggap paling liar, yakni Golkar dan PKS, disebut-sebut sebagai penentu arah kesimpulan Pansus. Apalagi keduanya dikenal sebagai parpol yang punya ambisi besar untuk melakukan transaksi politik.
Bagaimana perkiraan akhir ‘drama’ pembongkaran skandal dana talangan Bank Century senilai Rp 6,7 triliun ini? Serta peluang deal politik apa saja yang kemungkinan terkadi? Ketua Forum Masyarakat Peduli Parlemen (Formappi), Sebastian Salang, memiliki pandangan-pandangan yang menarik diikuti. Apalagi Formappi melakukan pemantauan dan pengkajian khusus selama jalannya Pansus Century DPR RI. Berikut petikan wawancaranya dengan wartawan Kabar Politik, Petrus Dabu, dan fotografer, Denny MT, di kantor Formappi, Jl Matraman Raya - Jakarta Timur, Senin (1/2).

Tak lama lagi Pansus akan menyampaikan kesimpulan akhir. Bagaiman Anda melihat peta pertarungan yang akan terjadi nanti?
Ya, yang bertarung sekarang ini ada dua kubu yang punya pandangan sangat betentangan terhadap kasus Century ini. Kelompok pertama dipimpin Demokrat, di dalamnya terdapat PKB, PPP, dan PAN. Kelompok ini melihat bahwa bailout terhadap Century ini adalah kebijakan yang tepat untuk menyelamatkan Indonesia dari krisis. Kelompok kedua, ada PDIP, Golkar, PKS, Gerindra, dan Hanura melihat kebijakan bailout ini adalah kebijakan keliru, karena tidak ada alasan kuat, dan mereka tidak menemukan bukti bahwa ada dampak sistemik bila Bank Century ini tidak diselamatkan.
Dua kelompok kepentingan inilah yang bertarung sekarang ini di DPR. Kedua-duanya bersikeras dengan pandangannya masing-masing. Atau tidak menemukan kesepahaman. Akhirnya tidak ada kesimpulan sementara yang dikeluarkan, karena alasan tidak ada dalam mekanisme Pansus bahwa ada kesimpulan sementara. Padahal kalau tidak diatur oleh UU atau tata tertib DPR tidak berarti tidak boleh kan? Akhirnya memang rekomendasi sementara itu tidak ada. Yang ada hanya pandangan masing-masing fraksi.
Tetapi menurut saya, pandangan masing-masing fraksi ini tetap menjadi pegangan bagi publik untuk menilai apakah pandangan fraksi itu konsisten dengan prosesnya. Misalnya, selama proses persidangan anggotanya berapi-api, begitu kritis dan mengungkapan sejumlah data dan fakta, tetapi kalau tiba-tiba pandangan fraksi mengatakan, oh itu nggak ada masalah. Itu artinya, kita bisa menilai pandangan fraksi tidak objektif lagi atau tidak konsisten dengan sikap selama persidangan.

Sejauhmana kemungkinan terjadinya perubahan sikap itu?
Sebetulnya fraksi-fraksi yang masih setia bergabung dengan Demokrat ada dalam posisi itu. Misalnya PKB. Partai ini sangat tidak jelas. Ketidakjelasannya bisa dibaca karena mereka setia terhadap koalisi. Lalu, PAN, dalam proses kelihatan kritis. Tetapi kita belum menemukan pandangan mereka yang jelas terhadap isu-isu penting seputar kasus Century. Kemudian PPP, sikapnya masih gamang. Apakah kebijakan untuk bailout Bank Century ini salah atau benar. Kalau mereka katakan kebijakan itu benar, tetapi mereka menemukan adanya indikasi pelanggaran terhadap UU. Sebaliknya, kalau mereka mengatakan kebijakan itu salah atau ada pelanggaran terhadap UU, maka mereka takut dinilai tidak setia terhadap koalisi. Tetapi Mukernas (Musyawara Kerja Nasional) PPP memutuskan bahwa ada indikasi pelanggaran terhadap UU terkait dengan bailout Century ini. Menurut saya, ini langkah maju karena ini sikap partai. Tetapi kita nggak tahu akan ada perubahan atau tidak. Karena rata-rata partai ini kan oportunis semua. Sikap mereka sangat dipengaruhi oleh deal-deal kepentingan.

Dari kelompok ini, yang konsisten cuma Demokrat dong?
Ya. Fraksi yang punya sikap jelas sejak awal adalah tentu saja Partai Demokrat. Sejak awal Demokrat bersikap bahwa bailout Century adalah kebijakan tepat. Terbukti sekarang ini tidak ada krisis. Artinya, situasi sekarang ini merupakan buah dari kebijakan bailout itu. Mereka konsisten dengan sikap itu.
Sementara kelompok yang jelas sejak awal bahwa ada pelangaran terhadap UU dalam bailout itu adalah PDIP, PKS, Golkar, Hanura, dan Gerindra. Untuk Golkar dan PKS, mereka memang menilai kebijakan bailout century itu tidak tepat. Tetapi pada sisi yang lain, mereka masih terikat dengan koalisi. Apakah pandangan akhirnya nanti, menyatakan kebijakan bailout itu salah lalu harus ada orang yang bertanggung jawab? Kalau seperti itu, mereka bisa saja dinilai mengkhiantai koalisi. Mereka bisa dituduh menggembosi pemerintahan SBY, karena dampaknya terhadap dua orang penting dalam KIB II ini (Boediono dan Sri Mulyani).

Bila pilihan yang diambil partai koalisi adalah perubahan sikap, kira-kira apa dampaknya?
Pertama, taruhannya pada integritas anggota Pansus itu sendiri. Apalagi prosesnya sangat terbuka kepada publik. Misalnya saat rapat seorang anggota Pansus sangat kritis, mencecar saksi dan ahli, membeberkan data-data bukti pelanggaran. Tetapi kesimpulan akhir fraksi ternyata beda. Ini pukulan bagi anggota bersangkutan secara pribadi.
Kemudian kedua, ini juga menjadi tantangan bagi partai itu sendiri. Apakah mereka ingin mengungkapkan kasus ini secara tuntas atau justru menutupinya karena kepentingan kekuasaan. Karena menjadi bagian dari pemerintahan lantas menutupi fakta-fakta yang mereka temukan.
Dan ketiga bagi DPR, ini adalah angket pertama periode ini. Kalau rekomendasinya kabur atau tidak jelas, maka citra DPR semakin anjlok. Masyarakat semakin tidak percaya dengan DPR.

Bicara soal perubahan sikap anggota koalisi tentunya tak bisa dilepas dengan deal politik. Menurut perkiraan Anda, apa bentuk transaksi politik yang mereka lakukan?
Yang saya lihat adalah deal soal posisi kabinet bagi partai-partai itu. Sekarang nampaknya fraksi-fraksi itu otonom, diberi kebebasan untuk berbicara, menggali informasi. Tetapi keputusan akhir nanti kan sangat ditentukan ketua atau pimpinan partai. Saya kira, mereka (pimpinan partai) akan dipanggil presiden untuk mempertanyakan kesetian dan komitmen mereka setelah menandatangani kontrak politik. Kontrak politik ini ada dua, pertama kontrak politik dengan partai dan kedua dengan menteri. Nah, menurut saya ini dimanfatkan betul oleh SBY untuk mendikte sikap akhir dari fraksi-fraksi koalisi.
Selama ini Golkar yang nampak terang-terangan melawan. Menurut saya, pilihannya ada dua, mereka akan habis-habisan dengan konsekuensi berada di luar pemerintahan. Itu artinya menteri-menterinya dicopot. Atau justru Pansus ini dijadikan Golkar untuk meningkatkan posisi tawar dengan SBY. Misalnya, seperti rumor yang berkembang beberapa waktu lalu itu, bahwa Golkar minta Sri Mulyani diganti dengan kadernya.
Atau pilihan jangka panjang. Ok sekarang kita fight habis-habisan dan membongkar ini sampai tuntas, sehingga ada kepercayaan masyarakat terhadap partai itu. Lalu, kepetingannya jangka panjang untuk 2014.

Menurut Anda, pilihan mana kira-kira yang akan diambil Golkar. Posisi Wapres dan Menkeu ataukah rela dikeluarkan dari koalisi?
Sampai sekarang belum terlalu jelas ya. Menurut saya bisa saja beberapa pihak merasa punya peluang mendapatkan posisi itu (Wapres dan Menkeu). Misalnya, Golkar merasa paling besar peluangnya apabila Boedinono diganti. Kalau SBY mau aman, tentu saja memberi kompensasi yang lebih besar kepada Golkar. Tetapi ada juga yang sangat dekat dengan SBY, yaitu PAN melalui Menko Perekonomian Hatta Rajasa. Kita lihat sikap PAN kan nggak jelas, padahal anggotanya cukup kritis di Pansus. PAN melihat kedekatan dengan SBY memberi keuntungan. Bukan tidak mungkin bila terjadi pemakzulan Wapres, maka posisi Boediono digantikan oleh orang PAN.
Hal-hal seperti itu sangat terbuka. Tinggal mana yang dipilih partai-partai, apakah kepentingan jangka pendek ataukah jangka panjang? Kepentingan jangka pendek itu mislanya soal kesetiaan terhadap koalisi, soal penambahan jatah di kabinet. Kepentingannya hanya lima tahun. Tetapi citra partai di mata masyarakat akan hancur. Dan itu berdampak pada dukungan masyarakat terhadap partai.

Lantas bagaimana dengan PKS, bukankah partai ini sejak awal, bahkan sejak menjelang Pilpres, sangat berambisi menduduki posisi wapres?
Kalau PKS meski sejak awal sudah berambisi mengincar posisi RI-2, namun perolehan suaranya tidak cukup signifikan. Bargaining politik atau posisi tawarnya lemah dibandingkan Golkar dan PAN. Meski mereka lebih banyak dari PAN, tetapi dari segi kedeketan dan kepercayaan SBY, PAN jauh lebih punya prospek. Tetapi untuk menambah posisi di kabinet mungkin saja.

Jadi, kalau misalnya Golkar dan PKS memilih konsisten dengan sikap kritisnya, ini berarti peninjauan koalisi?
Itu bisa saja terjadi. Risikonya memang evaluasi kembali terhadap koalisi. Itu tadi pilihannya. Mereka tetap mempertahankan kader mereka di kabinet dengan menjual integritas ataukah memilih yang jangka panjang? Jadi, ini memang urusan koalisi, berbeda dengan mengungkap kebenaran. Menurut saya, pilihannya hanya dua itu. Dan dua-duanya memang tidak mudah. Sama-sama butuh pertimbangan berat. Karena partai-partai ini bukanlah partai yang betu-betul mandiri secara politik dan ekonomi. Partai-partai ini sangat rapuh, apalagi terhadap kekuasaan. Perlu diketahui bahwa partai-partai di Indonesia rata-rata hidup dari kekuasaan. Karena itu, tidak mudah melepaskan kekuasaan. Makanya, saya tidak yakin kalau partai-pratai itu rela melepaskan kekuasaan atau jabatan di kabinet yang sudah diperoleh. Tetapi memang masih ada orang-orang idealis di partai, yang konsisten memperjuankan kepentingan jangka panjang dengan membongkar kasus century ini secara tuntas. Dua kelompok inilah yang sedang bertarung di internal partai, kelompok pragmatis dan kelompok idealis. Kita tunggu saja mana yang memenangkan pertarungan.

Bila melihat tren politik yang ada, kira-kira bagaimana kemungkinan terbesar yang akan terjadi?
Dari yang saya dengar, yang menentukan sekarang adalah Golkar dan PKS. Bola ada di kedua partai ini. Nah, kalau kedua partai ini konsisten, maka yang akan direkomendasikan itu adalah kecenderungan pandangan kedua partai ini, yaitu bahwa kebijakan bailout Century ini adalah kebijakan yang tidak tepat. Karena itu orang-orang yang membuat kibijakan itu harus bertanggung jawab, baik secara politik maupun secara hukum. Sejauh ini saya melihat Golkar dan PKS masih konsisten. Kalau sikap konsisten ini terus dipertahankan, maka hitung-hitungan kekuatan di DPR, kelompok yang menilai kebijakan bailout itu salah menjadi mayoritas, karena ditambah dengan PDIP, Gerindra, dan Hanura.

Artinya ada peluang untuk melakukan pemakzulan?
Ya, kalau sikap Golkar dan PKS konsisten, bukan tidak mungkin sampai kepada upaya pemakzulan terhadap Wakil Presiden Boedino. Tetapi pemakzulan terhadap Presiden saya kira nggak lah. Jadi hanya berkisar pada Wapres, karena dia terlibat langsung, bukan sebagai Wakil Presiden tetapi sebagai Guberur Bank Indonesia saat itu. Dia yang terlibat langsung dalam kebijakan bailout itu.

Kalau pemakzulan Wapres benar-benar terjadi, menurut Anda siapa yang paling berpeluang menggantikannya?
Menurut saya, tentu saja Golkar. Karena, pertama, Golkar pemenang pemilu kedua setelah Demokrat. Kedua, Golkar dikenal sebagai partai oportunis, selalu melihat peluang untuk mendapatkan kekuasaan. Dan partai ini tidak punya tradisi untuk berada di luar kekuasaan, melainkan selalu menjadi bagian dari kekuasaan. Karena itu bukan tidak mungkin Golkar mendapatkan posisi itu.

Nominatornya?
Soal siapa orangnya ya tentu saja dinamika tersendiri di internal Golkar. Bisa saja Ketua Umumnya Aburizal Bakrie, bisa juga Agung Laksono, bisa juga Akbar Tanjung. Ketiganya punya peluang.

Tentunya dari ketiga nama itu ada plus-minusnya?
Kalau Akbar, mungkin saja SBY menganggap terlalu senior dan sulit dikendalikan. Karena itu peluang untuk Aburizal dan Agung Lakono menjadi kuat. Tetapi jangan lupa di internal Golkar itu ada faksi-faksi. Kalau Aburizal yang maju, maka konflik antara faksi itu bisa saja melebar. Kalau Akbar Tanjung, dia bisa menyatukan elemen-elemen yang berkonflik. Kalau Agung Laksono, SBY sudah punya pengalaman bekerja sama sehingga bisa dikendalikan. Intinya, ketiga-tiganya punya peluang.
Dari ketiganya Akbar Tanjung memang punya aura politik yang luar biasa hebat. Tetapi karakter SBY, dia tidak ingin ada matahari kembar. Tapi untuk kepentingan politik, menurut saya, ini pilihan yang pas. Hitung-hitungan politik di internal Golkar mungkin pilihannya adalah Akbar Tanjung. Kelebihannya adalah mempunyai kemampuan melakukan konsolidasi kekuatan politik secara informal. Sama seperti Pak Jusuf Kalla. Ini yang tidak dimiliki SBY dan Boediono sekarang. Mengapa gejolak selalu terjadi sekarang, ya karena SBY tidak memiliki kemampuan konsolidasi kekuatan politik secara informal. Kemampuan Akbar ini sangat dibutuhkan SBY saat ini. Karena SBY terlalu mengandalkan komunikasi politik formal yang kaku.
Jadi, ini menjadi kelebihan Akbar dan sekaligus menjadi kelemahan buat SBY, karena bisa memunculkan matahari kembar dalam pemerintahan. Kalau Akbar menjadi Wapres bisa saja dia menggeser popularitas SBY sendiri.

Selain Golkar, partai mana yang punya kans?
Mungkin saja PAN. Ini terjadi kalau deal antara SBY dan Golkar tidak ketemu. Apalagi ada kedekatan emosional SBY dan PAN melalui Hatta Rajasa. Figur di PAN yang paling mungkin tentu saja Hatta Rajasa sendiri. Sedangkan PKS, menurut saya, mengintip peluang diantara Golkar dan PAN. Tetapi tidak terlalu besar peluangnya.

Bagaimana dengan PDIP, bukankah ini kesempatan untuk melanjutkan rencananya merapat ke pemerintah yang dulu sempat berhembus?
Kalau PDIP, menurut saya, sudah kepalang tanggung. Mereka tidak mungkin berharap ada kompensasi politik dari Presiden SBY dengan pansus ini. Jadi, saya melihat sikap PDIP saat ini lebih merupakan investasi politik untuk 2014. Artinya kalau sikap mereka konsisten dan rekomendasi nantinya bisa membongkar skandal century sampai tuntas, maka orang tentu memberi apresiasi kepada PDIP. Kalau kepentingan politik jangka pendeknya kecil sekali peluangnya. Karena kalau PDIP menerima deal politik jangka pendek dengan menjadi bagian kabinet SBY, justru PDIP akan hancur. Lebih elok kalau mereka main bola panjang saja, untuk tetap menjaga kepercayaan konstituennya.

Partai anggota koalisi lainnya?
PPP, PKB, dan PAN meskipun loyal terhadap SBY tetapi bisa saja dikorbankan kalau SBY membuat deal dengan partai lain yang mempunyai bargaining politik lebih tinggi. Apalagi tampilan menteri dari partai-parai itu tidak hebat-hebat amat. Menurut saya posisi yang paling mudah ditawarkan ke partai lain adalah posisi yang dimiliki oleh ketiga partai itu.