Traffic

CPX

PTP

DOWNLOAD KOLEKSI FILM KAMI

Saturday, February 13, 2010

Tatkala Koalisi Beradu Nyali

oleh: Rovy Giovanie
Koalisi pendukung pemerintah dalam bahaya. Demokrat mengancam bakal mendepak parpol pembangkan dari koalisi, tetapi Golkar dan PKS malah menantang. Sekedar adu nyali? Sekjen DPP Partai Demokrat Amir Syamsuddin panen kecaman. Kunjungannya menemui Presiden SBY untuk mengusulkan perombakan kabinet, pekan lalu, memancing amarah sebagian petinggi parpol anggota koalisi. Reaksi paling keras meluncur dari Golkar dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS).
"Sekjen dan Wakil Ketua PD melakukan berbagai kesalahan fatal dengan ancamannya kepada partai-partai koalisi," kata Wakil Sekjen DPP PKS Fahri Hamzah di Jakarta, Senin (8/2).
Bagi Fahri, usulan Demokrat untuk untuk me-reshuffle kabinet itu telah melangkahi SBY. Tindakan ini dinilai sebagai upaya merusak citra koalisi di mata publik.
Kamis (4/2) lalu, Amir memang menemui Presiden. Ia didampingi Ketua Fraksi Partai Demokrat Anas Urbaningrum dan Ketua DPP Partai Demokrat Jaffar Hafsah. Amir sendiri mengakui bahwa kunjungannya itu memang untuk mengusulkan reposisi kabinet. Tetapi ia membantah bila itu dilakukan sebagai bentuk tekanan atau ancaman. “Kita hanya perlu reposisi,” kilah Amir di Jakarta, Jumat (5/2).
Tetapi Amir tak membantah bahwa usulan ini tak lepas dari liarnya pernyataan sejumlah politisi anggota koalisi, terutama dari PKS dan Golkar, yang sudah dianggap melampauai batas kewajaran. Apalagi Amir mengaku mendengar pernyataan Sekjen PKS Anis Matta, bahwa apa yang dilakukan para politisinya itu justru atas arahan SBY. "Maka untuk itu saya perlu ketemu dengan presiden. Beliau tercengang, dan saya sampaikanlah pemikiran kami yang tidak punya kekuatan mengikat. Tapi reaksi Presiden, saya akan pertimbangkan sebaik baiknya. Itu kata beliau," papar dia.
Wacana reshuffle sebenarnya telah bergulir lama. Namun kala itu parpol koalisi tak menanggapi serius. Namun kali ini masalahnya menjadi beda, karena reshuffle tak hanya menjadi isu, tetapi sudah menjadi usulan Demokrat.
Konon, usulan reposisi kabinet ini memang sengaja digulirkan menjelang penyampaian pandangan awal fraksi dalam Pansus Angket Century. Tujuannya untuk mengerem parpol anggota koalisi agar dalam pandangan awal fraksinya mendukung sikap Demokrat.
Namun usul reshuffle ini ternyata malah direaksi negatif. Dalam pandangan awal fraksi di Pansus Century, Senin (8/2) lalu, jumlah pendukung Demokrat malah menyusut. PAN dan PPP yang semula jelas-jelas berada di barisan Demokrat, kali ini malah berbalik merapat ke kubu Golkar dan PKS bersama parpol nonkoalisi. Praktis Demokrat hanya mendapat dukungan dari PKB.
Dalam pandangan awal Pansus Century, Demokrat dan PKB tak melihat adanya pelanggaran dalam pengucuran dana talangan Rp 6,7 triliun kepada Bank Century. Sebaliknya kubu Golkar dan PKS melihat adanya tindak pelanggaran hukum dibalik kebijakan bailout yang melibatkan Gubernur Bank Indonesia waktu itu, Boediono, dan Ketua Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KKSK) Sri Mulyani Indrawati.
Menurut pakar ekonomi politik UI, Andrinof Chaniago, sikap balik arah PAN dan PKS itu hanyalah strategi untuk membangun posisi tawar. Apalagi bila perombakan kabinet benar-benar dilakukan, maka ini merupakan momentum untuk menambah jatah kursi menteri. “Akhirnya mereka pasti akan kembali ke Demokrat,” tegasnya ketika dihubungi Mimbar Politik, Rabu (10/2).
Selain itu, tak tertutup kemungkinan kedua parpol ini juga memanfaatkan kasus ini untuk melakukan deal kasus yang tengah menimpa para politisi mereka. PPP, misalnya, beberapa tokohnya kini sedang berurusan dengan hukum, diantaranya Ketua Majelis Pertimbangan PPP Bachtiar Chamsyah yang terbelit kasus sapid an mesin jahit. Selain itu juga ada Endin J Soefihara yang telah menjadi tersangka kasus korupsi pemilihan Deputi Gubernur BI, Miranda Goeltom.
Begitu pun PAN, salah seorang politisi andalannya, Abdul Hadi Jamal, telah divonis hukuman tiga tahun penjara karena kasus korupsi Dermaga Timur. Kini Hadi tengah mengajukan Peninjauan Kembali (PK) ke Mahkamah Agung.
Para petinggi kedua partai memang membuka ruang untuk terjadinya perubahan sikap dalam pandangan akhir nanti. Sekjen DPP PPP, Irgan Chairul Mahfiz, misalnya, secara transparan mengemukakan adanya ruang untuk melakukan penyamaan persepsi. Begitupun dengan Ketua Umum DPP PAN Hatta Rajasa, belum menganggap pandangan awal fraksinya itu sebagai sikap akhir partai. “Pansus masih berjalan. Masih banyak fakta-fakta yang belum dicocokkan,” tegasnya di sela-sela pelantikan pengurus DPP PAN di JCC, Selasa (9/2) malam.
Lain halnya dengan PAN dan PPP, dua parpol anggota koalisi lainnya, Golkar dan PKS, justru terkesan menantang. Wakul Ketua Pansus Century dari PKS Mahfudz Siddiq menjamin bahwa sikap partainya tak akan berubah dari pandangan awal hingga pandangan akhir. “Kami berkomitmen untuk membuka skandal Century hingga sejauh-jauhnya. Ini justru bentuk komitmen kami mendukung koalisi dalam menciptakan pemerintahan yang bersih,” ujarnya diplomatis.
Reaksi jauh lebih keras terjadi di Golkar. Ketua Umum DPP Partai Golkar Aburizal Bakrie alias Ical malah terkesan emosional saat mendengar adanya ancaman dari Demokrat. "Saya tidak pernah bisa mengancam, sifat saya seperti dulu. Dari dulu tidak pernah mengancam. Tetapi, jangan coba-coba ancam saya," kata Ical dengan serius sebelum acara pertemuan kader Golkar yang ada di legislatif dan eksekutif di Gedung DPR, Senanyan, Jakarta, Rabu (10/2).
Ical pun memerintahkan anggotanya di Pansus agar terus menjaga komitmennya guna mengungkap skandal Century hingga ke akar-akarnya. Ia menolak tegas melunakkan sikapnya mengikuti dikap Demokrat. "Harusnya partai Demokrat ikut yang tujuh (fraksi), masa tujuh ikut dua. Dari awal, Partai Golkar konsisten. Golkar tidak pernah mundur dari pendapatnya. Golkar meminta pemerintahan bersih dan berwibawa," tegas Ical.
Mantan Menko Kesara Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) Jilid I ini pun menyatakan kesiapannya bila menteri dari Golkar dikeluarkan dari kabinet. "Siap atau tidak, itu sebagai konsekuensi logis, Partai Golkar siap menerima jika presiden mengubah susunan kabinet, karena itu hak prerogatif presiden," katanya.
Bos Bakrie Group ini memang nampak serius menyikapi usulan reposisi kabinet yang disampaikan Demokrat kepada Presiden. Rabu (10/2) lalu, dia mengumpulkan seluruh menteri asal Golkar di DPR, diantaranya Menko Kesra Agung Laksono, Menteri Perindustrian MS Hidayat dan Menteri Kelautan dan Perikanan Fadel Muhammad. Selain itu juga hadir para gubernur asal Golkar dari berbagai daerah, antara lain, Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah, Gubernur Sumatera Selatan Alex Noerdin, dan Gubernur Sulawesi Barat Adnan Anwar. Hadir pula Wakil Ketua DPR Priyo Budi Santoso, dan ketua Pansus yang juga Sekjen Golkar Idrus Marham.
Tak jelas apa yang dibahas dalam pertemuan tertutup itu. Menurut sumber Mimbar Politik, pertemuan ini tak lepas dari memanasnya suhu politik akibat skandal Bank Century. “Kenapa gubernur juga diundang karena kalau sampai Golkar didepak dari koalisi, dampaknya tentu juga ikut dirasakan para gubernur. Apalagi bagi mereka yang terlibat kasus,” ujar sumber tadi.
Yang pasti, Golkar memang tengah mencari alat untuk memperkuat posisinya. Bersama PKS dan parpol nonkoalisi, kini Golkar berusaha mencari-cari alasan kuat untuk menyeret SBY. Diantaranya adalah dengan mengaitkan aliran dana Bank Century kea rah perusahaan-perusahaan yang menyumbang Tim Sukses SBY-Boediono pada Pilpres 2009 lalu. Ini dilakukan berdasarkan data yang diterima Pansus dari PPATK. Salah satu penerima aliran dana Century, menurut data tersebut adalah PT Asuransi Jaya Proteksi (AJP). "Pada data Century, PT AJP terdaftar dan pada laporan KPU sebagai penyumbang pasangan capres SBY-Boediono," kata anggota Pansus dari Golkar, Bambang Soesatyo alias Bamsat di Gedung DPR, Senayan, Rabu (10/2).
Namun pakar politik UI, Arbi Sanit, tak percaya kalau Golkar berani memutuskan keluar dari koalisi. "Ical hanya melakukan gertak-gertak. Kalau dihitung, banyak ruginya kalau di luar pemerintahan. Bisnisnya bisa dipreteli," kata Arbi Sanit kepada Mimbar Politik.
Ical memang tengah menghadapi segudang masalah yang ujungnya bisa menyeretnya ke meja hijau. Semuanya berskala besar. Kasus penunggakan pajak yang dilakukan salah satu anak perusahaan Bakrie Group, Kaltim Prima Coal (KPC), nilainya mencapai Rp 2,1 triliun. Sedangkan dendanya, menurut ketentuan, KPC harus membayar 4 kali lipatnya, yakni sekitar Rp 8,4 triliun. Jauh lebih besar ketimbang skandal Century yang sekitar Rp 6,7 triliun.
Belum lagi dengan kasus Bakrie Life yang merugikan ribuan nasabahnya. Dan yang paling fenomenal adalah kasus Lapindo Brantas yang konon masih menyimpan segudang permasalahan serius. Belum lagi dengan perusahaan-perusahaan Ical lainnya.
Mungkin karena alasan ini, Demokrat juga tak mau kalah ngototnya. Anggota Dewan Pembina Partai Demokrat, Hayono Isman tegas-tegas memberi pilihan kepada parpol anggota koalisi yang tak mau mendukung Demokrat. Untuk saat ini, menurut Hayono, Demokrat bisa memaklumi terjadinya perbedaan pendapat di Pansus. Karena, menurutnya, Demokrat sendiri memang salah karena tidak menjalankan fungsi koordinasi dengan baik dengan mitra koalisinya.
Tetapi, bila sampai pandangan akhir nanti mereka masih mengambil jalur diluar koalisi, menurutnya, sebaiknya para menteri dari kedua parpol itu mengundurkan diri. “Kalau mereka punya etika, semestinya begitu (mengundurkan diri). Kalau tidak di koalisi, menterinya ditarik saja. Jangan sampai SBY yang menggganti,” tandasnya.
Pernyataan serupa dikemukakan Ketua DPP Partai Demokrat, Anas Urbaningrum. Meskipun tak secara tegas mengakui adanya pembongkaran koalisi, namun ia memastikan SBY akan emngambil sikap setelah melihat kesimpulan akhir fraksi di Pansus Century. “Saya yakin pada akhirnya koalisi akan solid,” tegasnya.
Banyak pakar yang meragukan keberanian SBY mengeluarkan Golkar dan PKS dari koalisi. Apalagi Golkar memegang peranan kunci dalam koalisi. "Mendepak kedua partai itu dari koalisi, sama saja bunuh diri politik. Oposisi semakin kuat dan Demokrat makin tidak bisa kendalikan Pansus Bank Century," ujar pakar politik dari LSI, Burhanuddin Muhtad.
Menurutnya, yang mungkin dilakukan SBY adalah mendekati ulang Golkar. Bila dibandingkan dengan PKS, Partai Golkar adalah pemegang kursi terbesar kedua di DPR. Golkar juga punya sejarah koalisi yang lebih harmonis dengan SBY.
Di atas kertas, koalisi pemerintah di DPR saat ini berjumlah 423 kursi (75,53%), terdiri dari Partai Demokrat 148 kursi, Partai Golkar 107 kursi, PKS 57 kursi, PAN 46 kursi, PPP 37 kursi dan PKB 28 kursi. Sedangkan oposisi hanya 137 kursi (24,47%) yang terdiri dari PDIP 94 kursi, Partai Gerindra 26 kursi, dan Hanura Partai 17 kursi.
Hitungan itu akan berubah jika usulan Partai Demokrat agar SBY mendepak PKS dan Partai Golkar diterima. Kekuatan oposisi akan menguat menjadi 301 (53,75%) dengan bergabungnya Partai Golkar dan PKS ke barisan PDIP cs. Sementara, koalisi pemerintah hanya sebesar 259 (46,25%) dengan hilangnya suara Golkar dan PKS.
Barangkali karena posisi strategis ini, maka Golkar bekerja maksimal dalam memanfaatkan kasus Century untuk menaikkan posisi tawarnya. Tak cukup hanya dengan menggusur Sri Mulyani, melainkan juga Wapres Boediono. Setidaknya bisa dilihat dari pernyataan Bambang Soesatyo yang dengan sangat percaya diri mengatakan bahwa SBY tak mungkin melepas Golkar dan PKS. “Jangankan tanpa Golkar dan PKS, sekarang saja kelabakan menghadapi Pansus,” gertaknya.
Namun, Ketua Umum DPP Partai Demokrat memastikan bahwa SBY tak akan melakukan deal dengan anggota koalisi yang selama ini melakukan pembangkangan. “Saya pastikan tidak ada penggantian Sri Mulyani dan Boediono,” tegasnya kepada Mimbar Politik, pekan lalu.
Hayono Isman juga meyakinkan kalau partainya tidak mau terintimidasi oleh pengurangan jumlah kursi di parlemen bila ditinggalkan Golkar dan PKS. “Jangan sampai kita terintimidasi oleh angka-angka matematis. Ini masalah prinsip. Jadi disini saya bilang ke SBY untuk bertindak tegas. Jangan ragu-ragu,” tandasnya.
Sumber Mimbar Politik di Istana Negara juga membenarkan bahwa SBY kali ini akan bertindak tegas. Kalau sampai Golkar dan PKS benar-benar berani melawan pada kesimpulan akhir nanti, sumber tadi memastikan SBY akan mendepaknya darii koalisi. “Mungkin banyak orang tidak percaya karena SBY dianggap peragu. Tapi lihat saja nanti,” tegas sang sumber.
Bila benar demikian, maka sama saja dengan adu nyali antara Demokrat bersama SBY melawan Golkar dan PKS. Kita tunggu saja siapa yang akan memenangkan permainan ini.