Traffic

CPX

PTP

DOWNLOAD KOLEKSI FILM KAMI

Sunday, April 11, 2010

Momentum Kembalinya Barisan Sakit Hati

Naskah: Rovy Giovanie
Kehadiran Prof Dr Subur Budi Santoso dalam soft launching Marzuki Alie sebagai calon ketua umum Partai Demokrat, pekan lalu, memberi makna lain. Setelah sekian lama tak kedengaran suaranya, Ketua Umum Partai Demokrat periode pertama itu muncul di saat partai pernah dipimpinnya itu hendak menggelar kongres di Bandung, 21-23 Mei 2003 mendatang.
Yang menarik, salah seorang pendiri Partai Demokrat ini lebih condong mendukung pencalonan Marzuki dan Anas ketimbang Andi Mallarangeng yang kabarnya mendapat dukungan keluarga Cikeas. Ada apa sebenarnya? Benarkah ini sebagai ekspresi kekecewaan Prof Budi Santoso yang belum bisa melupakan peristiwa kongres tahun 2005 silam? Tak bisa dipungkiri bahwa kongres yang akhirnya menobatkan adik ipar SBY, Hadi Utomo sebagai ketua umum itu memang membuahkan perpecahan. Sejumlah pendiri partai bahkan hengkang, seperti Ventje Rumangkang, Sys NS, dan banyak lagi lainnya.
Kini, sebagian tokoh lama Demokrat itu kabarnya ingin merapat kembali. Bahkan Wakil Ketua Umum DPP Partai Demokrat, Ahmad Mubarok, mengaku telah dihubungi beberapa mantan kader Demokrat yang kini aktif di parpol lain. “Mereka menyampaikan minatnya untuk kembali ke Demokrat,” jelasnya kepada Mimbar Politik, Jumat (2/4).
Fenomena ini tak lepas dari proses demokratisasi yang tengah terjadi di internal partai. Apalagi kongres ke-2 Partai Demokrat kali ini juga mengusung semangat konsolidasi dan rekonsiliasi untuk menghadapi pertarungan tahun 2014 mendatang. Dari tiga kandidat kuat yang bersaing saat ini, semuanya memiliki semangat sama. “Kongres bulan Mei nanti adalah momentum untuk konsolidasi partai, momentum untuk menyatukan seluruh kekuatan partai, momentum untuk kita bersama-sama membesarkan partai,” kata Andi Mallarangeng kepada Mimbar Politik, pekan lalu.
Begitupun dengan Anas dan Marzuki, keduanya mengharapkan kongres di Bandung nanti mampu mengantarkan Demokrat meraih suara 30 persen dalam Pemilu 2014 nanti. Karena itu, menurut Mubarok, kembalinya barisan sakit hati ke Demokrat merupakan potensi yang tak bisa disepelekan. “Semua potensi harus dirangkul,” ujarnya.
Semangat inilah yang kabarnya menjadi penyebab resistensi para tokoh Demokrat terhadap calon yang mengklaim mendapat dukungan dari keluarga Cikeas. Pasalnya bila keberpihakan itu dilakukan terhadap salah satu calon, menurut pakar politik LIPI, Syamsuddin Harris, maka bukannya konsolidasi dan rekonsiliasi yang terjadi, tetapi sebaliknya justru perpecahan. Kasus kongres tahun 2005 pun bisa terulang kembali.
Disinilah letak kesamaan kubu Anas dan Marzuki yang sama-sama tak percaya bahwa SBY rela mengorbankan masa depan partai hanya demi keberpihakannya terhadap salah satu kandidat. “Pak SBY itu sangat demokratis, dan kalau toh ada restu pasti semuanya direstui dan mempersilahkan untuk bersaing sehat dan fair,” ujar Marzuki Alie.
Kubu Andi Mallarangeng sendiri juga tak membantah bila SBY memang menghendaki kongres nanti berlangsung demokratis. “Yang jelas dinamika di Demokrat memang tinggi. Tapi saya katakan, kami tidak sampai berdarah-darah seperti partai lain, dan kami juga tidak slow-slow aja seperti partai tetangga juga. Kami ada di tengah-tengah lah. Masih dalam batas yang wajar,” tutur Sekretaris Tim Sukses Andi Mallarangeng, Ramadhan Pohan kepada Mimbar Politik.
Apapun jawaban dari masing-masing kandidat, tetapi fakta tak bisa dibantah bahwa pengkubuan memang nampak nyata menjelang kongres saat ini. Ada kecenderungan para tokoh yang selama ini kurang akur dengan Hadi Utomo cenderung merapat ke Anas atau Marzuki. Sebaliknya, mereka yang merupakan loyalis adik ipar SBY itu lebih memilih mendukung Andi.
Yang paling nyata adalah tampilnya Mubarok sebagai Ketua Tim Sukses Anas. Juga ramai-ramainya barisan sakit hati untuk mendukung salah satu diantara kedua politisi itu. Meski Mubarok secara terbuka tak pernah terlibat konflik dengan Hadi Utomo, namun keduanya tak pernah nampak akur. Bahkan sebagai Wakil Ketua Umum, Mubarok mengaku tak pernah dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan partai. Ini barangkali terjadi karena naiknya Mubarok ke kursi Wakil Ketua Umum itu bukan kehendak Hadi, melainkan atas titipan langsung dari SBY. “Makanya saya tak punya beban untuk mengkritik siapapun,” kata Mubarok.
Lantas mampukah kongres nanti menyatukan kubu yang berseberangan itu? Ataukah malah memperuncing keretakan? Jawabannya terletak pada kesungguhan SBY untuk menerapkan demokrasi dalam kongres mendatang.