Traffic

CPX

PTP

DOWNLOAD KOLEKSI FILM KAMI

Friday, May 29, 2009

Beber Bobrok Pemerintah, JK Telanjangi Diri Sendiri

Oleh:
Rovy Giovanie
Maksud hati menarik simpati publik, tapi apa daya rakyat justru makin antipati. Kira-kira demikian yang bisa menimpa Capres Partai Golkar dan Hanura, Jusuf Kalla.
Sejak mendeklarasikan diri sebagai pasangan capres - cawapres bersama Wiranto, JK yang masih duduk sebagai wakil presiden itu tak henti-hentinya secara sadar mengumbar wacana yang secara transparan membeber bobrok pemerintah.
Manuver ini diawali dalam sambutannya di depan kader Partai Golkar Makassar beberapa wakatu lalu. Saat itu dia mengaku kalau selama hanya dijadikan bemper pemerinta. Meskipun beberapa saat sebelumnya juga telah melontarkan pernyataan senada, namun kali ini dinyatakan secara lebih transparan dan terbuka.
Sepereti telah diduga oleh banyak kalangan sebelumnya, lntaran wacana tersebut ternyata by design. Tak lama setelah itu meluncur iklan di berbagai media dengan sejumlah format. Pesan utamanya tak beda, menciptakan image bahwa JK lah yang sebenarnya lebih banyak berbuat dalam pemerintahan Kabinet Indonesia Bersatu. Tokoh yang pertama kali melontarkan predikat ‘JK The Real Presiden’, Syafi’i Ma’arif pun menjadi bintang iklannya.
Tak berhenti disitu. Dalam safari politik yang belakangan digencarkan ke sejumlah daerah juga mengusung pesan sama. Semua prestasi pemerintah yang melibatkan dirinya sebagai pelaksana langsung di lapangan, tak henti-hentinya diulang sebagai bukti kemampuannya yang selama ini ‘tertutup’ oleh nama besar Presiden SBY.
Sebagai bentuk komunikasi politik di tengah persaingan yang ketat, khususnya dengan ‘atasan’ yang juga maju sebagai capres, memang bisa dianggap wajar. Pengalaman Pemilu Legislatif (Pileg) yang lalu rupanya benar-benar dijadikan pelajaran berharga, terutama ketika Partai Demokrat sejak pagi-pagi sudah melakukan klaim-klaim atas keberhasilan pemerintah, mulai dari penurunan harga BBM, swasembada pangan hingga Bantuan Langsung Tunai (BLT).
Dalam Pilpres kali ini, JK seolah ingin ‘balas dendam’, mencuri start dengan terlebih dulu mengklaim atas keberhasilan sejumlah pemerintah. Tak hanya itu. Masih dibumbui pula dengan ‘serangan-serangan’ atas kebijakan pemerintah yang dinilai tak berpihak kepada rakyat kecil. Harapannya, apalagi kalau bukan untuk ‘merebut’ kembali hati rakyat yang dalam Pileg lalu sudah terlanjur menganggap SBY lah yang paling berjasa dalam pemerintah selama ini.
Tetapi kalau dicermati dengan seksama, apa yang dilakukan JK ini terlalu kebablasan. Kalau sekedar klaim keberhasilan pemerintah masih bisa dimaklumi, karena bagaimanapun dia memang sebagai wapres. Sekecil apapun perannya, dia pasti memberi kontribusi atas keberhasilan yang diraihnya. Apalagi upaya-upaya untuk memunculkan ‘eksistensinya’ sebenarnya sudah kelihatan sejak jauh hari sebelum ‘musim’ Pemilu meskipun masih malu-malu, atau terkadang juga meminjam mulut orang lain.
Tetapi yang menjadi kebablasan adalah ketika klaim-klaim yang dilakukan terlalu berlebihan, bahkan cenderung membongkar bobrok pemerintah sendiri. Pernyataannya dalam penyampaian visi-misi bidang ekonomi dalam forum yang digelar Kamar Dagang dan Industri (Kadin) beberapa hari lalu, misalnya, JK terlalu emosional dalam ‘mengangkat’ dirinya. Ia seolah lepas tangan dari kebijakan ekonomi pemerintah yang selama ini masih menggantungkan diri kepada luar negeri. Lebih parah lagi, dia membeber bagaimana konfliknya dengan para menteri bidang perekonomian yang kerap tidak sejalan dengan dirinya, sehingga dia mengaku mengambil tugas alih atau pasang badan –mengambil alih tanggung jawab— dalam pelaksanaan kebijakan tersebut. Meskipun hanya menyinggungnya sekilas, namun sungguh tak sepantasnya JK yang masih menjabat sebagai wapres mengungkapkan hal semacam itu. Dampak psikologisnya akan buruk bagi jalannya pemerintahan Kabinet Indonesia Bersatu yang masih menjabat hingga November mendatang.
Bila diperhatikan secara seksama, belakangan JK memang seolah-olah sudah tidak lagi memposisikan diri sebagai wapres. Nyaris semua pernyataannya bertabrakan dengan kebijakan atau pernyataan resmi pemerintah. Yang paling gres adalah ucapan JK dalam menanggapi soal kecelakaan pesawat Hercules milik TNI-AU di Magetan yang menewaskan 100 orang lebih. Di hadapan wartawan dia menyalahkan pemerintah yang saat ini tidak memberikan anggaran cukup buat perlengkapan pertahanan. Sebaliknya dia ‘berkampanye’ akan memperjuangkan untuk meningkatkan anggaran pertahanan.
Terlepas dari benar atau tidaknya soal minimnya anggaran TNI, tetapi pernyataan yang mengaitkan kecelakaan pesawat tersebut dengan kekurangan anggaran sama sekali tidak pantas meluncur dari mulut seorang wapres, apalagi di tengah penderitaan seratus lebih korban tewas dan luka berat.
Bila model komunikasi konfrontatif yang cenderung tak terkendali ini dilanjutkan, kiranya bukan simpati atau image positip yang diraih JK, sebaliknya justru bisa membunuh dirinya sendiri. Ingat, bahwa rakyat Indonesia saat ini sudah semakin cerdas. Sehebat apapun JK berusaha memunculkan prestasi-prestasinya selama menjabat wapres, dia tetap tak mungkin bisa menghilangkan SBY. Apalagi dengan pendekatan dan strategiya yang cenderung ambigue atau mendua kental dengan nyansa akal-akalan. Di satu sisi mengklaim sejumlah keberhasilan, tetapi disisi lain menolak mengakui atau bahkan ‘cuci tangan’ atas sejumlah kegagalan dan program yang tidak pro rakyat.
Kelemahan lain pendekatan komuniaksi politik JK yang masih menjabat wapres ini adalah ekspose yang terlalu besar terhadap kegiatan safari politiknya di saat musim kampanye belum dimulai belakangan ini. Sementara itu pada saat bersamaan, SBY justru selalu terekspose dalam menjalankan tugas kenegaraan. JK mungkin tidak menyadari bahwa hal ini mampu melahirkan image tersendiri di mata publik tentang siapa yang bekerja dengan baik dan siapa yang mangkir untuk kepentingan politik.
Jadi, di tengah kesibukannya membangun pengakuan atas prestasi-prestasinya, tanpa disadari bahwa hal itu justru bisa memperlemah diri sendiri. Pun demikian dengan pernyataan-pernyataannya yang membeber bobrok pemerintah sama saja dengan menelanjangi diri sendiri. (*)