Traffic

CPX

PTP

DOWNLOAD KOLEKSI FILM KAMI

Friday, June 12, 2009

Jurus Merebut Suara Islam

Oleh: Rovy Giovanie/ Syarov D Imfath

Pudarnya politik aliran memicu persaingan yang kian tajam di antara parpol nasionalis. Mereka bahkan berlomba-lomba membangun kendaraan berbaju Islam untuk mertebut ceruk yang tersisa dari partai-partai politik Islam.
“Selamat Datang Peserta Pengajian Baitul Muslimin Indonesia (BMI).” Demikian isi tulisan spanduk berukuran besar yang terpampang di halaman rumah Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri. Spanduk berlatarbelakang warna merah itu terpasang selama berminggu-minggu pada saat menjelang dan setelah pencapresan saat ini.
Para ibu-ibu berkerudung dan berjilbab pun tampak memenuhi salah satu ruangan kediaman putri Bung Karno itu. Mereka memang tengah menggelar pengajian. Sebuah pemandangan yang sulit ditemukan pada tahun-tahun awal kelahiran partai berlambang moncong putih itu. Saat itu PDIP identik dengan partai kaum abangan.
Ya. Baitul Muslimin memang merupakan organisasi sayap baru bentukan PDIP. Dideklarasikan Mega pada 29 Maret 2007, ormas bernafaskan Islam ini dipimpin oleh Prof. Hamka Haq, nama yang tak terlalu asing di lingkaran aktivis Islam. Sejumlah nama tokoh Islam juga kabarnya tergabung di dalamnya. Di antaranya adalah Farid Prawiranegara, putra ketua Masyumi almarhum Syafruddin Prawiranegara.
Dalam kepengurusan DPP PDIP, Hamka menjabat Ketua Bidang Keagamaan dan Kerohanian. Karena itu, orang tak sulit untuk mengatakan bahwa Baitul Muslimin tak lebih dari sekedar kendaraan PDIP untuk masuk ke ceruk pasar Islam yang selama ini agak terabaikan. Apalagi deklarasinya juga dilakukan pada saat maraknya persiapan menghadapi Pemilu 2009 lalu.
Menurut pakar politik Dr Bachtiar Effendy, fenomena yang terjadi pada PDIP ini adalah perwujudan dari menyatunya kaum santri dengan abangan yang semula selalu didikhotomikan. Bagi partai yang cenderung dicap abangan memang sangat tidak mudah untuk merebut suara Islam. Tetapi dengan pembentukan BMI setidaknya PDIP telah menunjukkan diri sebagai partai pluralis.
Sejumlah ormas yang semula sinis dengan PDIP memang menyambut baik langkah banteng bermoncong putih itu. Bahkan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) yang dikenal sebagai organisasi Islam fundamental menilai BMI sebagai jembatan yang bisa mempertemukannya dengan PDIP. “Semoga sayap baru PDIP ini benar-benar ikut melakukan syiar Islam, bukan hanya untuk kepentingan politik,” tutur Ahmad Fanani, salah seorang tokoh HTI
PDIP memang tak main-main dengan ormas Islam yang diprakarsainya itu. Ketua Dewan Pembina PDIP Taufik Kiemas langsung bersafari mendekati para tokoh Islam tak lama setelah deklarasi BMI. Mulai dari tokoh NU hingga Muhammadiyah disambinginya. Tanpa malu-malu, Taufik meminta agar kader NU ikut bergabung dalam BMI. Ini tak hanya dilakukan di tingkat pusat, tapi sampai ke tingkat cabang di daerah-daerah. TK juga tak sungkan-sungkan meminta BMI untuk ikut serta memenangkan Megawati dalam Pilpres mendatang. “Kami mengharapkan Baitul Muslimin Indonesia dapat mewujudkan kemenangan Megawati untuk 2009. Kerja keras BMI sangat diperlukan, ” ujar Dewan Pembina BMI ini.
Manuver politik berbau religi memang menjadi senjata cukup ampuh untuk memperluas pasar partai nasionalis. Partai Golkar yang relatif memiliki hubungan dekat dengan kaum santri juga lebih dulu menempuh langkah serupa. Kebetulan banyak kader Golkar yang bertebaran di berbagai organisasi keislaman, mulai dari NU, Muhammadiyah, KAHMI, ICMI, NU, dan sebagainya.
Tak cukup hanya itu, Golkar juga memiliki sayap Islam loyalis. Sebut saja Assyafi’iyah pimpinan Tuti Alawiyah. Meskipun tak secara formal berkiblat ke Golkar, namun sudah puluhan tahun menyumbang perolehan suara Golkar. Belakangan, Jusuf Kalla berusaha melebarkan sayap Islam loyalisnya. Adalah LDII (Lembaga Dakwah Islam Indonesia) yang menjadi sasaran. ’’LDII memang memiliki kaitan emosional dan historis dengan Partai Golkar. Namun, bukan berarti menutup pintu pondok pesantren kami untuk partai-partai lain,’’ ujar Wakil Sekjen DPP LDII Hidayat Nahwi Rosul.
Karenannya LDII lebih memilih memantapkan langkah membela JK-Wiranto dalam Pilpres mendatang, meskipun semua pasangan capres-cawapres mendekatinya. Berdasarkan kartu anggota yang diterbitkan DPP LDII, jumlah anggotanya berkisar 15 juta orang.
Lantas bagaimana dengan kubu SBY dengan Partai Demokrat-nya? Capres yang masih menjabat RI-1 ini ternyata tak kalah langkah. Diam-diam SBY rupanya telah membentuk organisasi sayap Islam yang tak kalah ampuh sejak empat tahun silam. Namanya Majelis Dzikir SBY Nurussalam atau disingkat MDZ. Organisasi dzikir pimpinan H. Haris Thahir ini ternyata bukanlah kelompok wirid kelas kampung. Dia telah menjelma menjadi sebuah yayasan yang cabangnya menggurita hingga ke seluruh provinsi dan kabupaten se-Indonesia. Kegiatan dzikirnya pun tak pernah sepi peserta. Dua pekan lalu ketika berlangsung di Masjid Istiqlal Jakarta, puluhan ribu orang memadati acara tersebut.
Beberapa nama terkenal tercantum dalam kepengurusan Nurussalam. Di luar Kurdi Mustofa, antara lain tercantum nama SBY dan putranya Eddy Baskoro Yudhoyono; SBY menjadi pembina dan Edhi Baskoro menjabat sebagai sekretaris. Untuk bendahara ada nama Hartanto Eddie Wibowo dan Aziz Mochdar.
Hartanto Edhie Wibowo adalah adik laki-laki dari Ibu Negara Ani Yudhoyono, yang merupakan pengusaha yang namanya tercatat sebagai komisaris pada PT Power Telecom, perusahaan yang dimiliki Keluarga Tjokrosaputro. Adapun Aziz Mochdar adalah pengusaha atau tepatnya pelaku bisnis dan pernah tercatat sebagai pemegang saham PT Bimantara Citra yang antara lain mengelola SCTV (dulu), PT Satelindo, PT Duta Nusabina Lestari dan PT Asri Wahana Intinusa. Azis juga merupakan adik dari Muchsin Mochdar, ipar BJ Habibie, Presiden RI ketiga.
Menurut Haris Thahir, anggota resmi MDZ saat ini mencapai 5 jutaan orang. Tetapi anggota tak resmi mencapai dua kali lipatnya. Mereka semua siap memenangkan SBY-Boediono dalam Pilpres 8 Juli mendatang. Haris mengaku telah menyiapkan sejumlah langkah guna mengawal duet SBY-Boediono menuju kemenangan pilpres dalam satu putaran.
Beberapa program dukungan konkret yang telah dipersiapkan di antaranya memerintahkan kepada seluruh jajaran pengurus dari tingkat pusat hingga desa di 33 provinsi untuk meneruskan kegiatan dzikir dan doa bagi pemenangan SBY-Boediono. Ia juga memerintahkan seluruh kader dan pengurus untuk merapatkan barisan guna mengawal perjuangan pasangan SBY-Boediono dalam Pilpres 2009. Perintah terakhir adalah seruan kepada seluruh kader dan umat untuk mengajak keluarga, jamaah, saudara, tetangga, relasi, dan lainnya untuk mendukung pasangan SBY-Boediono. "Kami juga memerintahkan pengurus mulai dari tingkat pusat hingga daerah untuk menyiapkan relawan dan saksi di seluruh TPS yang terbukti efektif dalam memantau pelaksanaan pemilu yang jujur, adil, dan tanpa kecurangan dalam pileg kemarin," kata dia.
Jelas sudah, betapa seriusnya partai-partai nasionalis dalam menggarap ‘pangsa pasar’ Islam. Terang benderang pula tentang betapa besar keterlibatan agama sebagai jurus ampuh untuk menggaet massa pendukung.
Dalam kasus Demokrat, MDZ kabarnya merupakan faktor yang signifikan dalam melejitkan perolehan suara dalam Pileg 2009 lalu. Faktanya, di daerah-daerah dimana MDZ berjalan maksimal berbanding lurus dengan peningkatan suara Demokrat. Sebagai contoh kasus adalah Jawa Barat dimana MDZ tergarap hingga ke tingkat pelosok desa, Demokrat berhasil melibas parpol-parpol yang semula menguasai Jabar. Bahkan PKS yang semula dikenal memiliki massa militan ternyata takluk juga.
Fakta ini sekaligus membuktikan bahwa tidak ada lagi parpol berbasis massa kuat karena landasan ideologis.(*)