Traffic

CPX

PTP

DOWNLOAD KOLEKSI FILM KAMI

Saturday, June 20, 2009

Perlawanan dari Surabaya

Oleh: Rovy Giovanie
Dugaan kecurangan dalam pelaksanan Pilgub Jatim ternyata membekas tegas. Kabarnya muslimat NU telah sepakat bulat menggembosi suara SBY. Benarkah?

Jauh-jauh hari, Fatayat NU Jawa Timur telah mengumandangkan genderang ‘perang’. Lawannya tak tanggung-tanggung: Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang kini maju sebagai capres bersama cawapres Boediono untuk berlaga dalam Pilpres 8 Juli mendatang.
Penyebabnya, kekecewaan mereka atas hasil Pemilihan Gubernur (Pilgub) Jawa Timur yang diduga penuh kecurangan. Organisasi wanita kaum nahdliyin yang bermarkas di Surabaya (SBY) ini menilai Presiden berada dibalik kekalahan cagub-cawagub yang mereka usung, yakni Khofifah Indar Parawansa – Mudjiono (KaJi). "Warga nahdliyin dari kalangan perempuan di Jatim maupun seluruh Indonesia, tak akan memilih SBY. Kami akan kampanye, agar tidak memilih SBY," tandas Ketua Fatayat NU Jawa Timur, Farida Hanum.
Pada Pilkada tersebut, pasangan Soekarwo-Saifullah Yusuf (KarSa) keluar sebagai pemenang atas duet KaJi. Selisihnya sangat tipis, hanya 0,4% suara. Padahal, hasil hitung cepat (quick count) beberapa lembaga survei seperti LSI, LSN, SSC, dan Puskaptis, pasangan KaJi unggul dibandingkan pasangan KarSa, dengan rata-rata perolehan suara 50,6% berbanding 49,3%.
Inilah yang memicu desas-desus tentang pengaruh Istana dalam menentukan siapa pemenang Pilkada Jatim. Pasalnya KarSa merupakan pasangan calon yang sejak awal diusung Partai Demokrat, parpol yang melambungkan SBY ke kursi RI -1.
Publik pun lantas mengait-ngaitkan kekalahan KaJi sebagai buah dari skenario besar SBY untuk melenggang kembali pada Pilpres 2009 ini. Mereka menuding SBY menggerakkan birokrasi dari tingkat provinsi sampai kabupaten dan kecamatan untuk mendukung KarSa.
Cukup banyak indikasi yang mengarah pada kesimpulan ini. Yang paling jelas, menurut Hanun, adalah maraknya kampanye hitam (black campaign) ke arah KaJi, sehari menjelang masa pencoblosan.
Keyakinan kecurangan kian menguat setelah diketahui adanya sejumlah bukti yang mengarah pada upaya penggelembungan suara dan manipulasi Daftar Pemilih Tetap (DPT). Ironisnya, kasus ini seolah dihentikan secara sengaja di tengah jalan. Bahkan Irjen Herman Surjadi Sumadiredja yang semula berniat mengusut kasus ini akhirnya dicopot secara mendadak dan diganti oleh Irjen Anton Bachrul Alam sebagai Kapolda Jatim yang baru.
Kejengkelan pendukung Khofifah kian menjadi-jadi setelah gugatan yang diajukan ke Mahkamah Konstitusi (MK) juga mentok. Mereka haqqul yaqin bahwa SBY melakukan intervensi ke MK, karena bukti-bukti kecurangan yang mereka ajukan ke MK sangat jelas dan bukti-buktinya lengkap hingga ratusan ribu kecurangan suara. "Jika SBY tidak intervensi ke MK, kami yakin menang," ucap pendukung Khofifah ini.
Atas dasar itu, Fatayat NU bertekad bulat untuk memboikot SBY pada Pilpres mendatang. Ini tidak hanya dilakukan oleh Fatayat NU Jatim saja, melainkan juga di daerah-daerah lain se-Indonesia. “Kami tidak main-main dalam hal ini,” tandasnya.
Bila ini benar-benar dilakukan, maka potensi kehilangan suara bagi SBY-Boediono cukup signifikan. Untuk Jatim saja saat ini terdapat sekitar 29 juta pemilih. Diperkirakan, sepertiganya adalah kalangan perempuan nahdliyin yang dihimpun ke dalam organisasi Fatayat NU.
Kini, Khofofah beserta rombongannya telah merapat ke kubu JK-Wiranto. Wanita cerdas dan tegas ini bahkan menjadi salah satu ikon andalan tim JK-Win. Sejumlah iklan dan media kampanye lainnya berhiaskan foto Khofifah.
Sumber internal NU dan tim sukses JK-Win menyebutkan bahwa merapatnya Fatayat NU terjadi setelah terjadinya bargaining. Pembicaraan dengan JK diawali dengan pertemuan terbuka bersama para pengurus dan sejumlah anggota Fatayat. Dalam pertemuan itu, salah seorang di antaranya langsung mengajukan syarat kepada JK untuk bisa mendapatkan dukungannya. Syarat itu tak lain adalah jabatan menteri untuk mantan Menteri Peranan Wanita era Presiden Gus Dur itu. “Mendengar itu, JK tak berpikir lama. Dia spontan menjawab ‘ya’,” tutur sumber tadi kepada Mimbar Politik.
Sejak saat itu, Khofifah bersama gerbongnya secara resmi merapat ke kubu JK-Win. Khofifah bahkan berjanji untuk mengupayakan bulatnya suara Fatayat dalam mendukung JK-Win pada Pilpres mendatang.
Kalangan internal NU tak meragukan kemampuan Khofifah menjaga keutuhan suara Fatayat. Setidaknya hal ini telah dibuktikan Khofifah pada Pilgub Jatim yang lalu. Yang pasti, menurut Gus Sholah, soliditas suara Fatayat dan muslimat NU jauh lebih kuat dibandingkan dengan nahdliyin.
Tapi, kubu SBY-Boediono tak tinggal diam. Melalui PKB, PPP, dan sejumlah tokoh kyai sepuh, mereka berusaha melawan boikot yang dilakukan Khofifah dan kawan-kawan. Janji PKB untuk menggolkan 10 juta suara nahdliyin di Jatim tak lain termasuk rencana untuk ‘mencuri’ suara massa Khofifah.
Selain itu isteri SBY, Ani Yudhoyono, juga mulai diaktifkan untuk bersafari ke sejumlah kelompok pengajian ibu-ibu, atau minimal melakukan ramahtamah dengan muslimat dan Fatayat NU. Selasa dua pekan lalu (9/6), misalnya, di sela-sela kunjungan kerja SBY ke Semarang, Ibu Negara itu menghadiri Harlah ke 59 Fatayat NU, di Masjid Agung Jawa Tengah, Semarang. Pada acara ini hadir sekitar tiga ribu undangan yang terdiri dari Pengurus Pusat, Pengurus Wilayah, Pengurus Cabang, Pengurus Ranting serta anggota Fatayat dari seluruh Indonesia. Tampak juga Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar dan Menteri Agama Maftuch Basuni dan sejumlah pejabat lainnya.
Acara ini seolah berupaya mementahkan klaim Khosifah tentang bulatnya dukungan Fatayat ke arah JK-Win. Setidaknya ini bisa dilihat dari kesungguhan Ani Yudhoyono untuk tampil pada kegiatan itu. Mengenakan busana muslimah dan penampilannya yang ramah, dia berusaha akrab dan memberi perhatian kepada mereka yang hadir. “Perempuan adalah salah satu pilar untuk membangun negara yang baldatun toyyibatun wa Robbun Ghofur,” demikian secuil dari pidato sambutannya yang panjang lebar.
Tentu saja istri SBY itu tidak datang dengan tangan kosong. Sebuah Bussines Development Center (BDC) Fatayat NU diresmikannya juga kala itu. BDC merupakan wadah pembinaan dan pendampingan terhadap anggota yang memiliki keterampilan usaha dan potensial di sektor bisnis kecil dan industri rumah.
Ini sebenarnya merupakan proyek bantuan dari pemerintah. Meski demikian, secara politis hal ini memiliki dampak psikologis terhadap warga NU untuk bersimpati kepada sang isteri Presiden itu. Meskipun, tentu saja hal ini tidak serta merta berarti bakal mengalirnya dukungan dari Fatayat ke arah SBY-Boediono pada Pilpres nanti.
Sebelum pencoblosan dilakukan, apapun bisa terjadi. Bisa saja Khofifah akan kehilangan basis suaranya. Tetapi tak mustahil juga SBY benar-benar ditinggalkan para perempuan NU itu.