Traffic

CPX

PTP

DOWNLOAD KOLEKSI FILM KAMI

Wednesday, July 7, 2010

Rontokntya Pilar Partai Ka’bah

Konflik internal PPP berbuntut panjang. Dua dari empat pilar berdirinya partai ka’bah itu, Parmusi dan Syarikat Islam, telah berancang-ancang hengkang.


by: Rovy Giovanie
Kekesalan Bachtiar Chamsyah terhadap Ketua Umum DPP PPP, Suryadharma Ali, ternyata tak juga mereda. Meski beberapa saat sempat tenggelam dari pemberitaan, namun konflik dua elit partai ka’bah ini belakangan kian meruncing.
Di sela-sela sebuah acara diskusi di Gedung Epicentrum, Kompleks Bakrie, Jl HR Rasuna Said, Kuningan, Jakarta, Kamis (24/6), mantan Menteri Sosial itu bahkan mengisyaratkan bakal membawa Parmusi keluar dari PPP. Kesan hijrah ini kian jelas bila melihat kemasan acara yang diberi nama Silaturahmi Parmusi dengan Ketua Umum Partai Golkar yang juga ketua harian Setgab Koalisi Aburizal Bakrie (Ical).
Golkar pun lantas disebut-sebut sebagai parpol yang hendak dijadikan Parmusi tempat naungan baru. "Ya nantilah, kita lihat aja dulu. Kalau ide-ide kesejahteraan rakyat di Partai Golkar, siapa yang tidak suka. Itu baik. Bagaimanapun Parmusi itu independen. Kita juga setuju kalau kesejahteraan rakyat dipercepat," ujar Bachtiar.
Isyarat ini langsung disambut hangat oleh Golkar. Apalagi paska Munas di Pekanbaru, beberapa waktu lalu, partai beringin itu juga ditinggal sejumlah tokoh potensialnya. "Tergantung Parmusi, kalau Golkar sangat mengharapkan, welcome dengan tangan terbuka," ujar Ical pada kesempatan sama.
Sayangnya isyarat yang dilontar Bachtiar hanya sepihak. Faktanya, para petinggi Parmusi masih jauh dari kata sepakat. Ketua Pimpinan Pusat Parmusi Lukman Hakiem Saifuddin, misalnya, mengaku terkejut dengan manuver Bachtiar Chamsyah itu. "Saya sendiri kaget pas ditelepon kawan pagi tadi. Saya nggak tahu itu. Jadi memang ada diskusi, tapi informal soal masa depan Parmusi, apakah akan terus menjadi ormas, atau menjadi partai politik. Itu belum ada keputusan," kata Lukman di Jakarta, Minggu (27/6).
Menurut Wakil Ketua Dewan Pakar PPP ini, hanya muktamar yang bisa memutuskan Parmusi hijrah ke Golkar. Sedangkan dalam muktamar yang lalu, Parmusi justru menegaskan kesetiaannya untuk tetap mendukung PPP. "Kalau membuat keputusan itu, tidak bisa orang perorang. Harus Rapat Pleno atau bahkan Muktamar yang memutuskan. Apalagi dalam AD/ART sempat ditegaskan bahwa Parmusi mendukung PPP," terangnya.
Selain itu Lukman juga keberatan bila Parmusi hanya membuka peluang untuk Golkar saja, tetapi harus juga membuka kesempatan untuk bergabung dengan Demokrat. “Kalau ada opsi gabung dengan Golkar, saya kira harus dipertimbangkan juga opsi bergabung dengan Demokrat. Sebab, sejarah Golkar tidak bisa dilepaskan dari Orba. Sementara Demokrat tidak punya beban sejarah," terangnya.
Sikap serupa juga disampaikan tokoh Parmusi lainnya, Irgan Chairul Mahfidz. Bagi Sekjen DPP PPP ini, Parmusi akan kehilangan jati dirinya bila bergabung dengan Golkar. "Saya yakin Parmusi tidak akan tinggalkan PPP. Saya sudah konfirmasi ke Pak Bachtiar, katanya hanya forum diskusi Setgab Koalisi," jelasnya.
Sejarah Parmusi sejak kelahirannya memang tidak pernah menunjukkan kedekatan hubungan dengan partai warisan Orde Baru itu. Kalaupun saat ini ada kedekatan, itu tak lebih dari kedekatan hubungan pribadi antara Bachtiar dengan Ical. Kedekatan itu, menurut Wasekjen DPP PPP, Romy Romahurmuziy, sudah terjalin cukup lama. "Kan sama-sama menjadi menteri, dan Pak Bachtiar sering diminta nasehat oleh Pak Ical," jelas Romi.
Itulah sebabnya, semua petinggi Parmusi hingga saat ini belum melihat tanda-tanda bakal keluarnya Parmusi dari PPP. Apalagi pengurus Parmusi di daerah juga mayoritas merupakan pengurus DPC PPP.
Apapun bantahan para elit tersebut yang jelas PPP memang tengah dilanda disharmonisasi. Kubu Bachtiar tidak hanya merasa disisihkan dari partai, tetapi juga cenderung dikorbankan. Status tersangka yang disandang Bachtiar –dalam kasus pengadaan mesin jahit, sapi impor, dan sarung— adalah contoh nyatanya. Sampai detik ini Bachtiar merasa tidak mendapat perlindungan dari Suryadharma Ali (SDA) sebagai ketua umum.
Konflik ini akhirnya menjadi pemicu terangkatnya potensi-potensi konflik lain. Syarikat Islam (SI) yang selama ini tidak pernah kedengaran suaranya, misalnya, diam-diam ternyata juga memilih untuk lepas dari partai dengan identitas warna hijau ini. Alasannya, menurut Ketua Umum Lajnah Tanfidziyah SI Rahardja Tjakraningrat, SI hanya akan berkonsentrasi sebagai organisasi massa dan tidak akan berafiliasi ke partai politik mana pun, termasuk PPP. "SI netral, tidak berafiliasi ke parpol manapun," ujar Rahardja dalam konferensi pers di Jakarta, Senin (28/6).
Belakangan ini SI memang seolah mati suri. Keasyikannya berpolitik telah mengantarkan organisasi yang pernah berjaya pada masa lalu itu belakangan kian terpuruk. Jauh tertinggal dibandingkan ormas keagamaan lainnya. Karena itu, menurut Ketua Majelis Syar'i SI KH Fathul 'Adzim Chatib, kini SI berkomitmen membangun kembali jati diri sesuai khittahnya sebagai pergerakan kebangsaan kaum muslimin Indonesia yang tidak berafiliasi dengan partai politik. "Tahun 2010 ini merupakan momentum bagi kaum SI untuk kembali ke khittahnya," ujarnya.
SI memang telah menggelar Majelis Tahkim atau kongres nasional luar biasa pada 18-21 Juni 2010 lalu. Hasilnya terbentuk tiga lembaga inti SI untuk periode 2010-2015. Yaitu Rahardja Tjakraningrat sebagai Ketua Umum Lajnah Tanfidziyah, KH Fathul Adzim Chatib sebagai Ketua Majelis Syar'i dan Ramlan Sasmita sebagai Ketua Dewan Pusat.
Perpecahan internal yang kian menganga ini tak pelak memunculkan manuver-manuver diantara para elitnya. Yang paling mengemuka saat ini adalah tuntutan percepatan pelaksanaan muktamar. Bila semula SDA menolak percepatan, kini Menteri Agama ini justru yang melontarkan wacana percepatan. Kolega sesame menteri dari PPP, Suharso Manoarfa, pun mendukungnya. Meskipun mereka berkilah bahwa percepatan muktamar --yang seharusnya tahun 2012 menjadi 2011-- itu hanya untuk menyesuaikan dengan kalender politik menghadapi Pemilu 2014, namun tak bisa dipungkiri bahwa nuansa politisnya sangat kental. Konon, SDA yang kini berada diatas angina karena dukungan dari pemerintahan SBY itu ingin memperkuat barisannya. Selain itu, semakin dekatnya Pemilu 2014 memang mengharuskan PPP berbenah bila tidak ingin tersingkir dari Senayan, apalagi ada kemungkinan Parliamentary Threshold naik menjadi 5 persen.
Menurut pengamat politik LSI, Burhanuddin Muhtadi, PPP seolah terjebak dalam manuver-manuver para elitnya. Padahal tugas terberat yang semestinya dilakukan PPP, menurutnya, adalah mencari solusi untuk mencegah kemerosotan suara pada Pemilu 2014 nanti. “Tanpa intropeksi, kondisi PPP tidak akan lebih baik dari yang ada saat ini, malah bisa memburuk,” tegasnya.