Traffic

CPX

PTP

DOWNLOAD KOLEKSI FILM KAMI

Thursday, July 29, 2010

Senjata Pamungkas ‘Laksamana Cheng Ho’

Tersangka kasus Sisminbakum, Yusril Ihza Mahendra, tak juga mau menyerah. Meski bersedia memenuhi panggilan Kejagung, namun mantan pemeran utama film drama kolosal Laksamana Cheng Ho ini bertekad melawan hingga penghabisan. Sampai dimanakah perlawanan Yusril?

Naskah: Rovy Giovanie
Bak Laksamana Cheng Ho yang diperankannya dalam film kolosal yang ditayangkan televisi beberapa waktu lalu, Yusril Ihza Mahendra nampak cukup gagah saat tiba di Kejagung, Selasa (20/7). Bicaranya juga tegas dan lantang selantang Laksamana Cheng Ho kala memimpin pasukannya. Tak hanya itu, ‘sepasukan’ pendukungnya juga ikut mengiringi.
Bedanya, bila Cheng Ho nampak gagah dan tegas di medan perang, sedangkan Yusril kali ini tengah melakukan pembelaan diri atas kasus yang tengah menimpanya, yakni dugaan korupsi Sistem Administrasi Badan Hukum (Sisminbakum). Begitu pun dengan massa yang mengiringinya di Kejagung, Selasa (20/7), juga bukan pasukan gagah perkasa yang siap menaklukkan lawan, melainkan para demonstran Aliansi Masyarakat Peduli Hukum (AMPUH) yang hanya bisa berteriak-teriak menuntut keadilan dari luar gerbang Kejagung.
Setelah menyandang status tersangka, Yusril memang tampil lebih ‘garang’. Dengan bekal keyakinan bahwa dirinya tak bersalah, mantan Menteri Kehakiman dan HAM era Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur) ini bertekad melakukan perlawanan hingga penghabisan.
Perlawanan pertama jelas ditujukan pada kasus yang membelitnya saat ini. Dalam tiga kali pemanggilan pemeriksaan oleh Kejagung, dia hanya dua kali memenuhinya. Itu pun hanya sekedar formalitas untuk menghormati lembaga hukum. "Hari ini saya datang ke Kejagung memenuhi anjuran banyak pihak termasuk Pak Buyung Nasution bahwa saya harus menghormati instutusi kejaksaan," ujarnya di Kejaksaan Agung, Jakarta Selatan, Selasa (20/7).
Semula Yusril memang menolak hadir, karena kehadirannya pertama dalam pemeriksaan di Kejagung, sepekan sebelumnya, Guru Besar hukum tata negara ini memang sempat bersitegang dengan aparat Kejagung, karena menolak tanda tangan BAP. Waktu itu, Yusril bahkan sempat dihadang di petugas Kejagung di pintu gerbang, meskipun akhirnya dibiarkan pergi.
Sedangkan kali ini, meski memenuhi panggilan, Yusril tetap tetap kukuh dengan pendiriannya. "Jadi pertanyaan yang diajukan kepada saya, saya jawab sama yaitu bahwa saya belum bersedia menjawab pertanyaan ini karena saya berpendapat Jaksa Agung tidak sah," jelas mantan Mensesneg era Kabinet Indonesia Bersatu Jilid I ini.
Yusril lebih tertarik untuk menjawab semua pertanyaan langsung di pengadilan nanti. Jawaban di persidangan dianggap lebih objektif dibanding pertanyaan penyidik. "Biar hakim yang langsung bertanya kepada saya di pengadilan, saya akan menjawabnya langsung di sidang, tidak perlu menjawab pertanyaan selaku penyidik, jadi itu ada pertimbanganya," tandasnya.
Ketua Majelis Syuro Partai Bulan Bintang (PBB) ini memang sudah mengajukan judicial review UU 16/2004 tentang Kejaksaan RI, Kepres 187/2004, Kepres 31/2007 dan Kepres 83/2009 ke Mahkamah Konstitusi (MK) untuk membuktikan bahwa Jaksa Agung Hendarman Supanji adalah illegal. Atas landasan ini lah Yusril semula menolak menjalani pemeriksaan Kejagung hingga keluarnya putusan dari MK.
Tentu saja tindakan politisi senior ini mengundang cercaan berbagai kalangan, tak terkecuali dari politisi Senayan. Apalagi sebelum mempersoalkan status Jaksa Agung ini Yusril juga sempat menuding adanya intervensi sejumlah anggota Dewan dibalik penetapan statusnya sebagai tersangka. "Saya tahu dari adiknya Hendarman (Jaksa Agung), Bambang Tri, kalau ada 5-6 anggota DPR yakni Bambang Soesatyo, Desmon J Mahesa, Ahmad Yani, mendatangi Kejagung," kata Yusril.
Saat itu, Yusril menjelaskan, anggota DPR asal Gerindra, Golkar, Hanura, PPP, dan PDIP itu bertemu Hendarman dan mem-fait accompli Hendarman terkait dugaan suap yang diterimanya. "Pak Hendarman dalam keadaan terjepit. Mereka meminta Kejagung menuntut Hartono Tanoe, kalau tidak dugaan kasus suap akan diledakkan di DPR dan dibuat tim panja. Daripada diisukan suap, lebih baik menetapkan tersangka," terang Yusril.
Tidak lama, Hartono Tanoe pun ditetapkan menjadi tersangka, yang akhirnya menyeret Yusril. "Adik Pak Hendarman pada sekitar 26-27 Juni kemudian menemui saya, bercerita soal itu dan mengatakan kasus ini akan selesai. Saksinya Pak Kaban dan Yusron," imbuhnya. Sebelumnya, Yusril mengungkapkan bahwa adik Hendarman memberitahunya bahwa Jaksa Agung itu menerima suap dari Hartono Tanoe sebesar US$ 3 juta untuk menghentikan kasusnya.
Celotehan Yusril ini sontak dibantah ramai-ramai. Meski mengakui adiknya dekat dengan Yusril, namun Hendarman tegas-tegas menolak tudingan menerima suap ataupun mendapat tekanan. "Dia tanya kepada saya, ya saya bantah, tidak benar itu saya terima US$3 juta. Kalau benar sudah kaya saya," ucap Hendarman di Jakarta, senin (19/7).
Menurut Hendarman, penetapan tersangka Yusril dan Hartono Tanoesudibjo dalam kasus Sisminbakum sudah berdasarkan alat bukti yang ada. Bahwa dirinya bertemu anggota DPR di kantornya, tidak dibantah. "Tapi itu tidak menekan saya," tegasnya.
Bantahan Hendarman langsung disambut Bambang Soesatyo (Bamsat) dkk. Ia tidak hanya membantah melakukan tekanan, tetapi juga menuding Yusril berusaha mempolitisasi kasusnya. “Saya lihat Yusril lebih melebarkan ke arah politik,” tegas Bamsat kepada Kabar Politik di Jakarta, Senin (19/7).
Padahal, menurut Bamsat, kalau memang Yusril yakin dirinya tidak melakukan pelanggaran dalam Sisminbakum justru seharusnya membuktikannya lewat jalur pengadilan. ”Yusril itu sudah menyimpang dari apa yang seharusnya dia lakukan. Dia sudah menyenggol sana dan sini, tembak sana tembak sini, dan, sama sekali tidak ada relevansinya dengan kasus Sisminbakum,” sambung politisi Demokrat, Ramadhan Pohan.
Beberapa waktu lalu, Yusril memang mengancam untuk menyeret nama SBY bila kesalahannya terus dicari-cari. Alasannya, menuurt Yusril, Sisminbakum adalah kebijakan pemerintah yang juga tak merugikan negara sepeserpun. Sedangkan kasus Century yang juga sama-sama kebijakan pemerintah –bahkan merugikan negara sampai Rp 6,7 triliun—ternyata ditutup. “Jadi, kalau ada yang otak-atik Sisminbakum, maka bisa membuka peluang dibukanya kasus Century. Kalau Boediono kena, maka kena juga SBY. Jadi saya bilang, kasus ini (Sisminbakum) bisa membuka kasus besar,” ancamnya.
Tak hanya itu, Yusril juga mengancam akan membongkar berbagai skandal lainnya yang diduga melibatkan pemerintah. Selain kasus Bank Century, juga kasus Hotel Hilton dan sejumlah kasus lainnya.
Namun ancaman Yusril dipandang sinis para lawan politiknya. Ketua DPP Partai Demokrat, Ruhut Sitompul, menganggap pernyataan Yusril hanyalah gertakan untuk bisa lolos dari jeratan hukum agar bisa melanjutkan karir politiknya. "Mungkin dia tidak terima menjadi tersangka, karena dirinya juga masih punya ambisi besar untuk maju 2014 mendatang. Saya geli sendiri kalau dia mengatakan kasusnya penuh muatan politik. Itu akal-akalan dia saja," jelas Ruhut di Jakarta, pekan lalu.
Bisa saja Yusril sekedar menggertak. Tetapi bukan mustahil juga politisi yang mendukung SBY pada Pilpres 2004 itu benar-benar akan melakukannya. Sebagai guru besar hukum tata negara yang disegani dan mantan Menteri Kehakiman dan HAM, Yusril tidak hanya paham hukum, tetapi sangat mungkin mengetahui banyak data tentang kasus-kasus hukum yang selama ini tak terungkap ke publik. Apalagi dengan jabatan Mensesneg yang pernah didudukinya, Yusril pasti mengetahui banyak rahasia negara. Masalahnya, apakah data-data yang dimiliki Yusril itu cukup kuat untuk melawan kekuasaan pemerintah yang sedemikian besar?
Barangkali lantaran itu, para lawan politik SBY menyambut baik langkah Yusril. Politisi PDIP, Eva Kusuma Sundari, siap mendukung Yusril membeber kembali kasus Century bila memang memiliki data-data yang kuat. “Meski timingnya tidak tepat, namun dengan jiwa kenegarawanannya kami mengharap Yusril membuka kasus Bank Century,” saran Eva.
Kabarnya, sejumlah kelompok LSM yang berada di barisan seberang SBY siap-siap menggulirkan data yang dimiliki Yusril. Sebagai langkah pemanasan, mereka kini sudah mulai menggelar demo kecil-kecilan ketika Yusril menjalani pemeriksaan. “Kami masih menunggu perkembangan. Yang jelas kami siap bergerak kapanpun,” terang sumber Kabar Politik di Jakarta, Selasa (20/7).
Ketika dikonfirmasi, Ketua Umum Partai Bulan Bintang (PBB), MS Kaban, mengakui akan terus menggulirkan kasus Century. Ia bahkan menuntut agar Boediono segera diperiksa. Bahkan, mantan Menteri Kehutanan ini membawa temuannya ke Komisi III DPR. "Yang jelas semua surat-surat sudah kita sampaikan kepada fraksi-fraksi di DPR, kita berharap ini ada perhatian karena menurut kami ini serius," tandas Kaban.
Tetapi ia membantah tegas bila langkah ini dilakukan untuk barter kasus, yakni untuk menghentikan kasus Sisminbakum. “Ini sudah menjadi komitmen kami sejak awal,” sambung Kaban.
Tetapi di mata publik, kesan pembelaan diri ataupun dendam dibalik manuver Yusril memang nampak jelas. Sadar atau tidak, kakak kandung Yusron Ihza Mahendra ini juga sejatinya mengakui. Karena perlawananan habis-habisan memang dilakukan setelah dirinya menyandang status tersangka.
Yusril memang luar biasa terpukul dengan kasus yang menimpanya saat ini. Ia tah hanya merasa diperlakukan seperti PKI, tetapi juga dibunuh jalan hidupnya. "Kalau begini lebih baik saya keluar tinggalkan Republik ini. Karena saya tidak bisa ngapain-ngapain," ujar Yusril.
Yang membuat mantan Capres PBB ini lebih geram, bahwa dirinya merasa sudah diincar sejak menjabat menteri dalam KIB I. Ia pun menuturkan pengalaman tak mengenakkan ketika menjadi Ketua Panitia Pelaksana Peringatan 50 Tahun Konferensi Asia Afrika di Bandung pada 2005. "Baru dua minggu belum selesai laporan, Hendarman (saat itu Jampidus/Ketua Timtas Tipikor) bilang saya sudah mau diperiksa. Saya bilang, tunda dulu sampai laporan keuangan selesai," kisah Yusril.
Belakangan, Hendarman mengatakan kepadanya bahwa ia disuruh Sudi Silalahi (saat itu Sekretaris Kabinet). Yusril pun lantas mengkonfirmasi ke Sudi. "Katanya (Sudi) disuruh Presiden SBY," ungkap Yusril.
Dasar Yusril yang tak kenal takut, ia kemudian mengkonfirmasi langsung ke SBY. "Saya datang ke Cikeas, saya bilang, Asia afrika ini membuat nama Indonesia dan Anda harum di dunia. Saya setengah mati kerja, belum apa-apa mau di-Timtas Tipikor," ucap Yusril.
Yusril mengaku, saat itu pun ia meminta diberhentikan oleh Presiden SBY. "Saya minta berhenti sekarang juga. SBY tanya, 'kenapa?' Saya mau diperiksa. 'Lho siapa yang mau diperiksa?' Anda kan bilang ke Sudi untuk periksa Saya? 'Saya tidak pernah menyuruh'," kisah Yusril menceritakan dialognya dengan Presiden SBY. "Sejak itu saya berpikir, saya tidak aman deh," pungkas Yusril.
Perasaan kecewa, sakit hati dan teraniaya ini kiranya yang mendorong Yusril berbuat nekad. Tetapi sampai sejauh mana perlawanan ini akan menyelamatkan dirinya? Yusril tentu sadar bahwa melawan pemerintah yang sedemikian kuat tak ubahnya david melawan goliath. Apalagi kalau dia berjuang sendirian, tanpa dukungan politik dari Dewan yang kini sudah kembali dikuasai Istana.