Traffic

CPX

PTP

DOWNLOAD KOLEKSI FILM KAMI

Wednesday, August 4, 2010

Dari Anas, Setgab, hingga Geng Sakit Hati

Redupnya pamor Presiden SBY tak hanya akibat manuver kelompok lawan politik dan barisan sakit hati. Kekuatan internal kabarnya juga memberi andil signifikan.

Naskah: Rovy Giovanie
Tiga jabatan strategis yang disandang Susilo Bambang Yudhoyono dalam struktur baru Partai Demokrat yang diumumkan beberapa waktu lalu jelas memperlihatkan betapa kuatnya hasrat Presiden RI itu untuk tetap menguasai partai yang didirikannya. Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat (PD) itu terkesan tak legowo dengan terpilihnya Anas Urbaningrum sebagai Ketua Umum Demokrat.
Apalagi sebagai politisi Jawa, SBY tentunya sangat mafhum bahwa sejatinya kekuasaan itu jumlahnya tetap. Sehingga ketika dia membiarkan Anas mengambil sebagian kekuasaanya di Demokrat, maka sama artinya dengan mengurangi kekuasaan yang digenggamnya. Apalagi Anas bukanlah sosok politisi seperti Andi Mallarangeng –kandidat ketua umum PD yang dulunya diusung keluarga Cikeas—yang bisa diatur-atur sesuai kehendak Cikeas.
Menurut Direktur Eksekutif Lingkar Madani (Lima), Ray Rangkuti, turunnya pamor SBY di internal Demokrat itu akan kelihatan jelas sekitar setahun menjelang Pemilu dan Pilpres 2014. “Saya yakin Anas sadar betul justru tantangan utama dia adalah mengurangi wibawa SBY di kalangan pendukung Demokrat," ujar Ray di Jakarta, beberapa waktu lalu.
Tiga jabatan yang disandang SBY dalam struktur PD --Ketua Majelis Tinggi, Ketua Dewan Pembina dan Ketua Dewan Kehormatan— diyakini tak akan mampu membendung penurunan pamornya. Apalagi Anas sebagai ketua umum lah yang lebih banyak berkomunikasi langsung dengan konstituen di tingkat bawah.
Meskipun kasus ini lebih bersifat internal PD, namun langsung ataupun tak langsung juga berimbas dalam pamor SBY sebagai presiden. Kondisi ini, menurut pakar politik Universitas Indonesia, Iberamsjah, menjadi lebih parah setelah terbentuknya Sekretariat Gabungan (Setgab) Koalisi yang ketua hariannya dijabat Aburizal Bakrie (Ical). "Kewibawaan SBY sudah diambil setengahnya oleh Ketua Harian Sekber Koalisi," ujar Iberamsjah di Jakarta, pekan lalu.
Meski SBY dan petinggi Demokrat, dalam berbagai kesempatan, meyakinkan tidak adanya campur tangan Setgab dalam pemerintahan, namun faktanya wadah parpol koalisi ini sangat menentukan kelangsungan pemerintahan SBY-Boediono. Bahkan Ical sendiri pernah mengungkapkan peran Setgab yang cukup signifikan dalam menentukan arah pemerintah.
Hal ini cukup logis, karena Setgab jelas tidak akan bersedia bersusah-susah mendukung pemerintah bila tidak mendapat ruang dalam menentukan jalannya pemerintah. Dan yang jelas Setgab pula lah yang akhirnya mampu meredam kasus Century yang semula sempat mengguncang kekuasaan SBY. Menurut pakar politik LIPI, Ikrar Nusa Bhakti, potensi membangkitkan kembali kasus Century ini masih terbuka lebar bila parpol-parpol, khususnya anggota Setgab, menghendaki.
Padahal sebagian besar pakar politik menganggap kasus Century sebagai skandal yang sangat potensial menjatuhkan presiden. Pasalnya, meski sampai detik ini belum terbukti adanya aliran dana Century ke arah Tim Kampanye SBY-Boediono pada Pilpres 2009 lalu, namun wacana ini masih terus berkembang. “Sejak terbentuknya Setgab, kasus Century jadi adem ayem. Sampai sekarang kita masih juga belum mendapatkan jawaban pasti apakah Partai Demokrat itu juga memainkan Bank Century untuk keuntungan dia di bidang ekonomi pada kampanye Pemliu 2009 yang lalu. Ini masih belum terbongkar,” ujar Ikrar.
Tak salah bila banyak pakar menyebut SBY sebenarnya telah tersandera Setgab Koalisi. Sedikit saja Presiden melawan Setgab, maka bisa saja kasus Century dimainkan lagi. Bahkan tanpa usikan terhadap Setgab pun, kasus Century bisa diangkat kembali demi kepentingan masing-masing parpol menjelang Pemilu 2014 nanti.
Mungkin ini yang dimaksudkan dukun politik Prof Dr Suhardiman SE, bahwa skandal Century masih memiliki potensi besar sebagai peletup terjadinya gejolak yang akhirnya melengserkan SBY sebelum akhir masa jabatannya.
Bila api dalam sekam ini dinyalakan lagi, potensi bahayanya memang sangat dahsyat. Para lawan politik dan barisan sakit hati SBY pasti akan menyambarnya dengan cepat. Apalagi, menurut anggota Dewan Pembina Partai Demokrat, Ahmad Mubarok, kelompok sakit hati itu tidak pernah berhenti menggoyang pemerintah. “Mereka belum bisa menerima kekalahan sehingga terus mencari-cari kesalahan pemerintah,” kata Mubarok.
Guncangan terhadap pemerintahan SBY memang diperkirakan akan sangat luar biasa bila kasus Century atau kasus lainnya yang melibatkan Istana kembali dipersoalkan menjelang pelaksanaan Pemilu 2014 nanti. Mendiang paranormal kondang, mama Lorens dan paranormal kondang lainnya asal Pati, Jawa Tengah, Imam Suroso, pernah meramal pamor SBY mulai meredup tahun 2010 ini. Keduanya juga memperkirakan pamor SBY kian redup bila guncangan terhadap pemerintahannya tak juga mereda.
Sejak akhir 2009, pemerintahan SBY-Boediono memang terus mendapat hantaman. Berbagai macam kasus tak henti-hentinya menggoyang Istana. Dimulai dengan kasus dugaan kriminalisasi Komisi Peberantasan Korupsi (KPK). Kala itu SBY yang disebut-sebut mendukung gerakan Anggodo Widjaya dan kawan-kawan benar-benar terpuruk akibat opini dan gerakan massa. Selama berbulan-bulan SBY benar-benar disibukkan oleh isu yang akhirnya memaksa SBY membentuk Tim Delapan ini.
Belum reda kasus kriminalisasi KPK, menyusul kasus Bank Century yang memaksa DPR membentuk Panitia Khusus (Pansus) Hak Angket. Tak kalah hebohnya, dengan kriminalisasi KPK, kasus ini juga menyeret lingkaran Istana. Bahkan rekomendasi DPR secara gamblang menyebut keterlibatan Wapres Boediono sebagai pihak yang harus bertanggung jawab dibalik kasus yang merugikan negara Rp 6,7 triliun itu.
Di tengah panasnya skandal ini, mendadak George Junus Aditjondro, pengamat korupsi, meluncurkan buku ‘Gurita Cikeas’ yang membongkar borok Cikeas.
Tak berhenti disitu. Masih ada skandal lain yang tak kalah hebohnya, yakni mafia pajak dan kasus mantan Kabareskrim Mabes Polri Susno Duadji. Meski kasus ini tak secara langsung terkait dengan keluarga Istana, namun dampaknya jelas mempengaruhi pamor pemerintahan SBY-Boediono.
Yang teranyar dan kini sedang bergulir adalah kasus Sisminbakum. Kasus yang telah menetapkan sejumlah tersangka, diantaranya Yusril Ihza Mahendra, itu potensial melebar kemana-mana. Yusril yang tak terima dijadikan tersangka itu nekad melakukan perlawanan, termasuk membongkar kembali skandal Century dan kasus besar lai yang melibatkan Istana. Bahkan kini dia juga telah mengajukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi (MK) tentang legalitas Jaksa Agung.
Ironisnya, dari berbagai kasus itu, sampai sekarang tak ada satu pun yang diselesaikan secara tuntas. Mulai dari kasus KPK, Century, mafia pajak dan Susno Duadji, hingga Sisminbakum, semuanya mengambang. Bagi para pesaing dan lawan politik SBY, semua kasus ngambang itu bisa menjadi senjata untuk menjatuhkan, apalagi pada saat-saat menjelang Pemilu 2014.
Masuk akal bila sebagian kalangan berkeyakinan SBY akan lengser sebelum akhir masa jabatan. Penggantinya bisa saja dari internal Denokrat sendiri, anggota Setgab, atau bahkan lawan politiknya. Kita lihat saja nanti.