Traffic

CPX

PTP

DOWNLOAD KOLEKSI FILM KAMI

Wednesday, January 20, 2010

Bila Guruh Klaim Restu Mega

Oleh:
Rovy Giovanie

Tiba-tiba saja Guruh Soekarnoputra mengumumkan pencalonannya sebagai ketua umum DPP PDIP. Putra Bung Karno ini mengklaim kantongi restu Mega dan dukungan 500 PAC. Benarkah?

Guyuran hujan tak menyurutkan kehadiran ratusan kader PDIP ke kediaman Guruh Soekarnoputra di Jl Sriwijaya Raya No.26 Kebayoran Baru, Jakarta, Sabtu (16/1) lalu. Mereka yang mengaku berasal dari berbagai daerah di Jawa dan sebagian Sumatera itu mendorong agar putra proklamator RI itu mencalonkan diri dalam kongres PDIP, April 2010 mendatang.
Para tokoh PDIP daerah itu mengklaim mewakili sekitar 500 PAC dari seluruh Indonesia. "Kami minta Mas Guruh untuk memimpin partai," teriak Ecy, pengurus PAC Bandung Selatan di rumah Guruh, Sabtu, (16/1).
Sebuah kain putih ukuran sekitar 1x10 meter pun dibentangkan. Ratusan tanda tangan tokoh PDIP dari berbagai daerah tercantum disitu. "Untuk perjuangan ini, bukan saatnya saya minta restu kepada Ketua Umum PDIP Megawati, tapi minta restu kepada rakyat. Tapi sebagai orang Indonesia, sebagai keluarga, saya mohon restu kepada kakak-kakak. Minta restu kepada Guntur, Mega, Rahmat dan Sukmawati dan alhamdulilah, semua memberi restu," teriaknya.
Para kader PDIP lainnya pun bergantian menyampaikan orasinya. Sudaryo dari PAC Kebayoran Baru, malah mengklaim mayoritas PAC di Jakarta berada di belakang Guruh. "80 persen pengurus anak cabang di Jakarta mendukung Mas Guruh," katanya.
Mendengar gemuruh dukungan itu, semangat Guruh pun tersulut. Dengan gaya khasnya yang lembut, adik kandung Megawati itu antusias menyambutnya. Dengan alasan untuk menyelamatkan masa depan partai moncong putih itu, Guruh menyatakan siap untuk maju dalam kongres PDIP mendatang. Menurut Guruh, saat ini ada dua kelompok dalam tubuh PDIP, yakni mereka yang menghendaki perubahan dan kelompok status quo yang sudah merasa nyaman dengan posisinya saat ini. “Para status quo adalah mereka yang takut tersingkir bila terjadi perubahan,” kritik Guruh yang mengklaim diri sebagai pengusung perubahan.
Politisi yang kental darah seni ini juga mengaku mencalonkan diri karena telah mengantongi dukungan dari semua saudaranya, termasuk Megawati. "Semua kakak saya mendukung saya, Mbak Mega, Mas Guntur, dan Mbak Rahma. Kalau adik saya yang lain ibu belum menyatakan, tapi rasanya juga mendukung," ujar Guruh.
Bahkan, jelas Guruh, Mega telah memerintahkannya untuk lebih sering turun ke daerah agar bisa mewujudkan keinginannya memimpin PDIP itu. Lantaran restu inilah Guruh yakin bakal memenangkan kongres PDIP mendatang. "Kalau aspirasi murni, saya yakin bahwa mayoritas memilih saya," tandasnya.
Restu Mega ini, menurut Guruh, tak lepas dari niat Ketua Umum PDIP itu untuk lengser dari kepemimpinan pasca kongres 2010. "Beberapa kali dia menyebut telah berusia 63 tahun. Sehingga pada 2015 menjadi 68 tahun. Artinya dia merasa lanjut usia. Apalagi, Mbak Mega juga mendambakan PDIP sebagai partai yang ampuh yang dipegang oleh generasi yang baru. Ini isyarat sudah saatnya Mega turun," paparnya.
Namun, klaim Guruh mengundang keraguan banyak kalangan. Ketua DPP PDIP, Tjahjo Kumolo malah membantah adanya restu Mega. "Tidak ada restu-restu. Ibu Mega tidak memberikan restu kepada siapapun," kata Tjahjo di Jakarta, Minggu (17/1).
Tak hanya itu, Tjahjo juga menegaskan tidak adanya niat Mega mengundurkan diri dari pucuk pimpinan partai pada kongres mendatang. Apalagi hampir semua daerah sejauh ini masih menghendaki kepemimpinan istri Ketua MPR Taufik Kiemas itu. Ia pun mencurigai bahwa dukungan kepada Guruh itu telah diatur. “Jadi, sama sekali bukan merupakan penolakan terhadap Bu Mega,” tandas Tjahjo.
Tak berbeda dengan Tjahjo, kalangan pengamat malah menganggap tindakan Guruh ini tak lebih dari upaya mencari sensasi. Pakar politik Charta Politica, Bima Arya Sugiarto dan pengamat politik Indo Barometer, M Qodari, misalnya, tak percaya dengan dukungan dari 500 PAC yang diklaim Guruh. "Guruh belum bisa menggantikan Megawati. Bukan darah Soekarno yang dibutuhkan. Tetapi stamina politik, mental politik, dan pengalaman politik," ujar Bima Arya.
Jiwa politik Guruh memang meragukan. Selama ini aktivitas Guruh lebih menonjol di bidang kesenian daripada di bidang politik. Putra bungsu pasangan presiden pertama RI, Soekarno dan Fatmawati ini hanya sering memanfaatkan momen untuk tampil, tetapi tidak pernah aktif dalam operasional partai yang sebenarnya. "Yang saya sayangkan Guruh selalu muncul dalam setiap hajatan politik. Saat Pemilu tiba-tiba mau jadi presiden, pas rakernas juga mau tampil," terang Bima.
Terlepas dari manuver Guruh, publik mungkin masih ingat bahwa Mega memang beberapa kali mengisyaratkan bakal mundur dari singgasana kepemimpinan PDIP. Di hadapan awak media asing, menjelang Pilpres 2009 lalu, dia tegas menyampaikan keinginannya agar tongkat estafet kepemimpinan beralih ke generasi mudah. Waktu itu Mega menyebut tiga nama yang berpeluang menggantikannya, antara lain putrinya sendiri, Puan Maharani, Sekjen Pramono Anung, dan Budiman Sujatmiko. Mega sama sekali tak menyebutkan nama adik kandungnya, Guruh Soekarnoputra.
Tak lama kemudian, isyarat ini diulangi lagi melalui salah seorang kader PDIP yang juga Wakil Gubernur Jawa Tengah, Rustriningsih. Rustri, demikian dia akrab dipanggil, mengatakan bahwa Mega beberapa kali menyampaikan keinginanya untuk pensiun dari kepemimpinan partai. Namun, Rustri tak menyebutkan siapa calon pengganti yang dikehendaki Mega.
PDIP memang membutuhkan penyegaran. Meski peran Mega sebagai perekat partai masih sangat dominan, namun fakta kegagalannya juga tak bisa dipungkiri. Putri Bung Karno ini telah mengalami hatrick kekalahan berkali-kali. Tak hanya dua kali kalah dalam Pilpres, tetapi perolehan suara PDIP juga terus merosot dari Pemilu ke Pemilu. Peneliti senior LSI, Burhanuddin Muhtadi malah memprediksikan PDIP bakal merosot lagi bila Mega masih menjadi ketua umum. Alasannya, Mega hanya memiliki dukungan dari pemilih fanatik. Itu pun jumlahnya terus berkurang. Sementara di kalangan pemilih baru, Mega sudah tak layak jual lagi. Padahal Pemilu mendatang bakal didominasi para pemilih baru. Maka, mempertahankan Mega akan sama dengan melepas suara pemilih baru kepada parpol lain yang notabene bakal menampilkan para pemimpin muda.
Ini adalah dilema tersendiri bagi PDIP. Keberanian Mega untuk menampilkan tokoh muda seperti Pramono Anung atau Puan, menjadi tantangan pada kongres mendatang.