Traffic

CPX

PTP

DOWNLOAD KOLEKSI FILM KAMI

Thursday, January 21, 2010

Pembeli Pesan Demo Lengserkan Presiden

Oleh: Rovy Giovanie
Demo besar-besaran yang bakal terjadi 28 Januari 2010 nampaknya tak akan satu tujuan. Mereka bakal menyuarakan tuntutan sesuai dengan siapa yang ‘membeli’ pesan.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati hanya tersenyum tipis menanggapi maraknya demo yang menuntutnya mundur, belakangan ini. Tokoh yang tengah dibidik Pansus Angket Bank Century ini malah mengaku tak tahu apa alasan para pendemo itu.
Apalagi yang mendemonya, Selasa (19/1) lalu, adalah para ibu-ibu yang tak tahu apa-apa soal Bank Century. "Tanyakan saja sama pendemonya. Lumayan kan mereka dapat tambahan BLT (bantuan langsung tunai)," ujar Ani, nama panggilan Menkeu ini seusai melakukan kunjungan di Terminal Peti Kemas, Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Selasa (19/1).
Bisa jadi Ani hanya asal celetuk saja untuk melampiaskan kejengkelannya. Tetapi fakta di lapangan memang berhembus kabar tentang maraknya aksi demo pesanan. Bentrokan antar demonstran yang terjadi di gedung DPR RI, Rabu (13/1) lalu, ternyata tak lepas dari faktor pesanan itu. Massa Jaringan Muda Penggerak (Jamper) mendapat ‘pesanan’ hanya sampai pada tuntutan Wapres Boediono dan Menkeu Sri Mulyani mundur, sedangkan para kelompok demonstran merah sampai pada tuntutan SBY mundur. “Kami tidak mungkin meningkatkan tuntutan SBY mundur karena kami yang memberi pesan hanya sampai pada tuntutan kepada Boediono dan Sri Mulyani,” ujar salah seorang demonstran Jamper ketika dihubungi Mimbar Politik, kala itu.
Situasi semacam ini nampaknya bakal terjadi pada aksi demo besar-besaran yang berlangsung pada 28 Januari 2010 nanti. Demo dalam rangka 100 hari pemerintahan SBY-Boediono ini bakal diramaikan oleh berbagai elemen pergerakan. Mimbar Politik mencatat sedikitnya lima aliansi organisasi pergerakan bakal turun ke jalan. Diantaranya Gerakan Indonesia Bersih (GIB), Kelompok Petisi 28, Aliansi 30 Kampus, Front Perjuangan Rakyat (FPR), dan Jaringan Muda Penggerak (Jamper). Baca juga berita ‘Ngamen Politik Hingga Pendongkelan Presiden.’
GIB terbilang sebagai aliansi kelompok pergerakan kaum intelektual yang berseberangan dengan SBY. Entah sengaja atau tidak, nyaris semua tokoh yang memotori organisasi ini adalah mereka yang semula mendukung pasangan Jusuf Kalla – Wiranto pada Pilpres lalu. Sebut saja nama-nama seperti Ketua PP Muhammadiyah Din Syamsudin, pakar komunikasi politik Efendy Ghazali, pakar politik Yudi Latif, Ketua Kontras Usman Hamid, dan masih banyak lagi lainnya. Wajar bila pesan yang mereka usung dalam demo nanti juga tak jauh-jauh dari nilai-nilai yang selama ini kerap disuarakan Kalla, termasuk soal skandal Bank Century. Sesuai dengan para tokoh dan elemen yang menggerakkannya, GIB memilih jalur perjuangan yang lebih intelek, meskipun tujuan akhir mereka sebenarnya adalah untuk mengganti kepemimpinan SBY-Boediono.
Lain halnya dengan Kelompok Petisi 28. Aliansi sejumlah LSM dan organisasi mahasiswa yang kerap disebut ‘kelompok merah’ ini secara telanjang menyuarakan tuntutan agar SBY-Boediono mundur. “Bila tidak mau turun, maka dengan terpaksa kami akan menurunkannya,” kata aktivis Petisi 28 dari elemen pakar UI, Boni Hargens kepada Mimbar Politik, pekan lalu.
Siapakah yang berdiri di belakang kelompok ini? Bila melihat para tokoh yang tergabung di dalamnya, seperti Adhi Massardi, Boni Hargens, Harry Rusli Moti, dan beberapa lainnya, kelompok ini memiliki kedekatan dengan Ketua Komite Indonesia Bangkit, Rizal Ramli. Sumber Mimbar Politik malah menyebut mantan Menko Perekonomian era Presiden Gus Dur itu sebagai penyandang dana utama kelompok ini. Selain itu juga terdapat sejumlah pensiunan jenderal yang berseberangan dengan SBY.
Namun tudingan ini dibantah orang kepercayaan Rizal, Adhi Massardi. “Nggak lah. Semua elemen bergerak sendiri, karena kita memiliki keprihatinan yang sama terhadap pemerintahan di bawah kepemimpinan SBY yang sudah gagal. Dan kalau sudah gagal ya harus turun,”katanya kalem ketika dihubungi Mimbar Politik, Rabu (20/1).
Tetapi kedekatan Petisi 28 dengan Rizal dan sejumlah jenderal tak mungkin terbantahkan. Setidaknya keberadaan Adhi dalam Petisi 28 adalah representasinya. Belum lagi dengan isi pesan yang mereka usung, sama persis dengan apa yang menjadi tuntutan Rizal, yakni pemerintahan SBY-Boediono telah menyengsarakan dan malah merampok uang rakyat. Rizal juga meyakini pemerintahan SBY dalam waktu dekat ini.
Soal keberadaan para jenderal juga sulit disanggah. Mantan Kasad, Jenderal (Purn) Tyasno Sudarto, beberapa kali tampil bersama dengan para aktivis Petisi 28. Tuntutannya juga sama, lengsernya SBY. “Yang punya negara ini rakyat. Rakyat harus ambil kembali kedaulatannya. Negara ini dimerdekakan untuk menyejahterakan rakyat,” ujar tokoh Gerakan Revolusi Nurani ini di Doekoen Coffee, Pancoran, Jakarta Selatan, beberapa waktu lalu.
Yang mengejutkan adalah keterlibatan mantan Staf Khusus Presiden Bidang Pertahanan dalam Kabinet Indonesia Bersatu Jilid I, Mayjen (Purn) Irvan Edison. Meski dia tak pernah tampil terang-terangan di permukaan, namun penggunaan kafe miliknya, Doekoen Coffee, sebagai ‘markas’ Petisi 28 adalah representasi keberpihakannya pada upaya pelengseran bekas atasannya itu. Sejumlah pakar memasukkan Irvan sebagai bekas orang dekat SBY yang sakit hati.
Kelompok selanjutnya adalah Aliansi 30 Kampus. Namanya mungkin masih terdengar asing, karena perkumpulan aktivis lintas kampus se Jabodetabek ini memang baru terbentuk. Mereka adalah para aktivis kampus yag berseberangan dengan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) karena perbedaan pesan yang diusungnya. Bila BEM menolak pelengseran SBY, maka kelompok baru ini justru membawa misi utama penurunan SBY-Boediono dalam aksi 28 Januari 2010 nanti.
Menurut sumber Mimbar Politik, berdirinya kelompok baru ini tak lepas dari peranan politisi PDIP. Nama politisi muda PDIP yang belakangan Nampak vocal dalam Pansus Angket Century, yakni Maruarar Sirait, disebut sebagai salah satu sponsor utamanya. “Setahu saya Pak Ara, karena teman-teman sering bertandang ke kantornya,” ujar salah seorang aktivis yang menolak disebutkan namanya.
Entah dari mana Ara mendapatkan dana, yang pasti rumor keterlibatan PDIP dibalik aksi-aksi pelengseran SBY memang sudah lama berhembus, terutama di kalangan LSM Merah. Konon, langkah ini ditempuh untuk memperlancar pergerakan politik PDIP, baik di parlemen maupun di lapangan. Apalagi PDIP tidak masuk dalam koalisi pemerintah, sehingga kepentingan untuk mengganti kekuasaan jelas menjadi salah satu agendanya.
Namun, kabar ini dibantah mentah-mentah oleh Ara. Ketika dikonfirmasi Mimbar Politik, Rabu (20/1), putra tokoh gaek PDIP Sabam Sirait ini mengaku tak sedikit pun mengucurkan dana untuk para pendemo. “Tolong garis bawahi, itu tidak benar,” tandasnya.
Bagi Ara, maraknya aksi menuntut lengsernya SBY-Boediono adalah murni aspirasi rakyat yang sudah bosan dengan gaya SBY yang hanya mengutamakan politik pencitraan. “Itu aspirasi murni dari rakyat,” ucap Ara.
Kelompok berikutnya adalah Front Perjuangan Rakyat (FPR). Aliansi ini merupakan kumpulan berbagai organisasi para buruh dan pekerja. Tak mengherankan bila tuntutan mereka dalam aksi 28 Januari nanti akan berbeda dengan massa lainnya. Mereka lebih mengutamakan isu perburuhan dan ketenagakerjaan.
Meski demikian bukan berarti tak ada kelompok yang menunggangi. Sumber Mimbar Politik menyebut orang internal pemerintahan SBY sendiri yang berada di belakang gerakan ini. Mereka tak lain adalah para pejabat yang kecewa lantaran tidak ditunjuk sebagai menteri pada saat pembentukan KIB II, Oktober 2009 lalu. Sementara posisi menteri yang semula diincar itu ternyata disusuki orang yang dianggap tak memiliki kapasitas. Sebut saja, misalnya, Menakertrans Muhaimin Iskandar yang berkaitan langsung dengan soal perburuhan.
Sumber Mimbar Politik yang mengakui ikut mendanai FPR menyarankan agar SBY segera merombak kabinetnya, terutama terhadap para menteri yang dicap sebagai neolib. Sebagai buktinya adalah berlakunya perdagangan bebas antara Indonesia dengan Cina sejak awal Januari lalu yang dianggap berdampak fatal terhadap nasib para industri dalam negeri, termasuk para buruh dan pekerja. “Mari Elka Pangestu itu Menteri perdagangan Cina, yang memperluas pasar Indonesia untuk produk Cina. Untuk itu kita tidak bisa menggadaikan nasib bangsa kita di tangan mereka,” tuding tokoh muda yang kini menduduki posisi lumayan strategis di sebuah badan milik pemerintah ini.
Kelompok terakhir, Jaringan Muda Penggerak (Jamper) tak jauh berbeda dengan FPR. Gabungan beberapa kelompok pergerakan ini juga lebih dekat dengan lingkaran dalam koalisi pemerintahan SBY-Boediono. Nama Ketua Umum DPP Golkar Aburizal Bakrie (Ical) disebut-sebut berada di belakang aksi ini. Konon, Ical lah dimaksudkan oleh Ketua DPP Partai Demokrat Ruhut Sitompul, beberapa waktu lalu, sebagai salah seorang mantan menteri yang terlibat dalam aksi 9 Desember 2009 lalu.
Target Ical, menurut sumber Mimbar Politik, adalah posisi Wapres dan Menkeu Sri Mulyani. Karena itulah aksi yang kerap dilakukan Jamper, belakangan ini hanya menyuarakan dua tuntutan itu. Demo di depan Istana Wapres, Selasa (19/1) lalu, misalnya, para aktivis Jamper meneriaki Boediono sebagai maling.
Politisi senior Partai Golkar, Zaenal Bintang, tak menampik kemungkinan keterlibatan Ical. Menurutnya, sejumlah petinggi partainya memang mengincar jabatan Wapres, seperti Ical, Agung Laksono, Akbar Tandjung dna beberapa lainnya.
Namun Ical ketika dikonfirmasi Mimbar Politik melalui Twitter, membantah kabar itu. Ia malah mengaku baru mendengar kabar ini. “Saya tidak pernah terlibat membiayai demo,” tulisnya singkat, Rabu (20/1).
Bantahan juga datang dari Koordinator Jamper, Ghea Hermansyah. “Saya tidak pernah ketemu dengan Aburizal Bakrie,” tangkis Ghea ketika dihubungi via telepon, Rabu (20/1).
Kalaupun isu yang diusung dalam demonya hanya sebatas pada tuntutan Boediono dan Sri Mulyani mundur, menurut Ghea, karena tidak mungkin untuk langsung menjatuhkan SBY. Presiden, menurutnya, baru bisa dikaitkan dengan skandal Bank Century setelah Boediono dan Sri Mulyani dijatuhkan.
Entah benar atau tidak bantahan Ical dan Ghea, yang pasti arus dana bantuan untuk demonstran itu memang tak mengucur langsung dari Ical. Orang-orang kepercayaannya yang menjadi penghubung.
Meski demikian, kalangan pengamat pesimis aksi 28 Januari 2010 mampu menggoyang pemerintahan SBY. Pakar intelijen, Wawan H Purwanto, belum melihat adanya kekuatan signifikan yang bisa membuat SBY cemas.