Traffic

CPX

PTP

DOWNLOAD KOLEKSI FILM KAMI

Wednesday, January 20, 2010

Di Balik Merapatnya Rekan Koalisi

Oleh: Rovy Giovanie
Peringatan Presiden SBY untuk mengevaluasi koalisi nampaknya ampuh juga. Sejumlah parpol ‘pembangkang’ lebih memilih melunakkan sikap ketimbang tersingkir dari pemerintah.

Menkominfo Tifatul Sembiring hanya tersenyum saat mendengar rumor reshuffle kabinet. Apalagi partai tempatnya bernaung, PKS, disebut-sebut sebagai salah satu anggota koalisi yang bakal didepak. "Belum ada (teguran). Presiden akan melihat perjalanan 100 hari ke depan. Jadi belum ada teguran sekarang," ujar mantan Presiden PKS ini di kantornya, Jl Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Senin (18/1).
Tak hanya Tifatul yang merasa aman dengan kursi empuknya. Para menteri lainnya juga haqqul yakin Presiden SBY tak akan melakukan pergantian menteri dalam 100 hari usia pemerintahanya. "100 hari tidak ada reshuffle. Karena, semua program jalan, kabinet jalan semua," kata Menakertrans Muhaimin Iskandar di Jakarta, Selasa (19/1).
Sebagai Ketua Umum DPP PKB, posisi Muhaimin memang aman. Apalagi selama ini partainya selalu setia mendukung setiap gerak langkah SBY. Hanya saja kursi jabatan keponakan almarhum Gus Dur ini memang bisa terancam bila PKB yang sekarang sedang mengupayakan islah itu lepas dari kubunya.
Jaminan tidak adanya reshuffle pun ditegaskan orang-orang terdekat SBY. Menko Polhukam, Djoko Suyanto, malah memastikan bahwa SBY tak penah sedikit pun menyinggung penggantian menteri. "Presiden ada banyak pertemuan dengan siapa saja, tapi tidak ada soal reshuffle," jelas mantan Wakil Ketua Tim Sukses SBY-Boediono ini.
Yang bakal dilakukan SBY dalam 100 hari pemerintahannya nanti, sambung Jubir Kepresidenan, Julian Aldrin Pasha, hanyalah evaluasi. "Kemarin sudah dilakukan sejauh mana capaian-capaian program 100 hari kabinet," ujar mantan Wakil Dekan FISIP UI ini di Madiun, Selasa (19/1).
Sumber Mimbar Politik di Istana Negara membenarkan, dalam pekan-pekan ini SBY tak mungkin melakukan perombakan kabinet. Tapi, ini sama sekali bukan berarti kursi para menteri dari parpol itu aman. Pasalnya, menurut salah seorang kepercayaan SBY itu, Presiden sudah menegor parapimpinan anggota koalisi agar menjalankan komitmen sebagaimana tertuang dalam kontrak politik. “Presiden masih memberi kesempatan sekali lagi kepada teman-teman anggota koalisi. Kalau ternyata mereka masih tetap berulah ya Presiden pasti akan bersikap lain,” jelas sumber tadi.
Konon, SBY memberi batas waktu kepada parpol anggota koalisi hingga berakhirnya kerja Pansus Angket Century bulan Maret mendatang. Saat-saat setelah selesainya kerja Pansus dianggap penting lantaran DPR akan menggelar sidang paripurna yang keputusannya sangat menentukan nasib pemerintahan SBY. “Sangat wajar kalau SBY sebagai pemimpin koalisi akan melakukan penertiban. Ini lazim terjadi di mana-mana,” ujarnya.
Ketua DPP Partai Demokrat, Anas Urbaningrum, ketika dikonfirmasi tak secara tegas mengakui adanya teguran SBY kepada parpol koalisi. Namun, secara tak langsung ia membenarkan perlunya langkah penertiban. "Biar jelas warnanya. Pendirian dan posisi politik sebaiknya jelas warnanya," ujar Anas di Jakarta, Selasa (19/1).
Hanya saja politisi muda yang dikenal santun ini menolak untuk mengaitkan evaluasi koalisi dengan Pansus Angket Century, melainkan kinerja parpol anggota koalisi secara keseluruhan, apakah sudah menjalankan komitmen dalam kontrak politik ataukah belum.
Berbeda dengan Anas, sejumlah politisi Demokrat lainnya justru terang-terangan menunjuk Pansus Angket Century sebagai biang evaluasi koalisi. “Evaluasi koalisi ini memang didasarkan atas adanya kasus Century,” aku Wakil Ketua Umum DPP Partai Demokrat, Ahmad Mubarok kepada Mimbar Politik.
Penyataan senada dikemukakan anggota Pansus Angket Century dari Demokrat, Achsanul Kosasih dan Ruhut Sitompul. Anggota Dewan Pembina DPP Partai Demokrat, Hayono Isman, malah terang-terangan menuding sejumlah anggota Pansus dari sebagian parpol anggota koalisi telah berkhianat.
Sejauh ini, anggota koalisi yang dianggap sudah keluar dari jalur komitmen koalisi adalah Golkar dan PKS. Anggota Pansus dari kedua parpol ini memang kerap menyudutkan pemerintah. Bahkan mereka juga berusaha mengait-ngaitkan skandal Century dengan Presiden SBY.
Fakta di lapangan memang menunjukkan perubahan signifikan dalam Pansus dalam beberapa hari terakhir. Sejak terlontarnya pernyataan evaluasi koalisi dari Presiden SBY, para rekanan koalisi nampaknya langsung melakukan penertiban. PKB, misalnya, mendadak mengganti dua anggotanya di Pansus yang dianggap kelewat galak terhadap pemerintah, yakni Marwan Ja’far dan Anna Mu’awanah.
Pun dengan Golkar. Meski sejauh ini belum melakukan penggantian, namun beberapa anggota Pansus mengaku mendapat tekanan dari pimpinan parpolnya. "Desakan agar saya diganti sangat kuat," ujar Bambang Soesatyo alias Bamsoes di Gedung DPR RI, Jakarta, Jumat (15/1).
Dari pengamatan Mimbar Politik, para aggota Pansus dari parpol koalisi yang semula cenderung liar belakangan menjadi agak tertib. Perubahan paling mencolok terjadi pada Golkar. Lagi-lagi, Bamsoes, yang semula selalu ‘tebar pesona’ dengan pernyataan-pernyataannya yang cenderung membuat merah telinga pemerintah, kini terdengar agak datar. Bahkan dia yang lazimnya tampil mewakili Golkar dalam talkshow di televisi, kini digantikan oleh politisi Golkar lainnya.
Begitu pun dengan politisi PKS sekarang juga nampak lebih lembut, meski tak jarang juga tampil garang. Ketua Fraksi PKS Mustafa Kamal menyampaikan rasa legowonya bila SBY melakukan evaluasi. Hanya saja dia keberatan bila dikaitkan dengan Pansus Century. Apalagi santer dikabarkan bahwa Tifatul Sembiring dan para menteri PKS lainnya bakal dicopot gara-gara ‘keliaran’ PKS di Pansus. "Kita berharap Presiden dapat arif dan bijaksana. Dalam hal ini Presiden punya hak prerogatif dan penilaian tersendiri, jadi kita serahkan saja kepada beliau untuk berikan arahan dan bimbingan yang sesuai," ujarnya di Jakarta, Jumat (15/1).
Pakar politik UI, Arbi Sanit, menganggap wajar bila SBY meminta pertanggungjawaban para anggota koalisinya. Sudah selayaknya partai-partai yang berkoalisi bekerja sama untuk mendapatkan dan berbagi serta menikmati kekuasaan dari koalisi tersebut. “Kan sekarang sudah dibagi-bagi kekuasaannya, malah sudah ada yang menjadi menteri bahkan hingga mendapatkan mobil seharga Rp1,3 miliar. Lalu kenapa harus sampai menyerang pimpinan koalisi, itu sama saja dengan pengkhianatan," kata Arbi.
Bagi Arbi, yang namanya parpol koalisi sudah seharusnya berada di pihak pemirintah. Sedangkan kalau mau tampil gagah-gagahan dengan menyerang pemerintah, maka akan lebih terhormat bila tampil total dengan memposisikan diri sebagai parpol non pemerintah.