Traffic

CPX

PTP

DOWNLOAD KOLEKSI FILM KAMI

Tuesday, June 21, 2011

Andi Nurpati Kunci Menuju Aktor Surat Palsu MK

Jakarta: Rapat konsultasi Panitia Kerja Mafia Pemilu dengan Mahkamah Konstitusi (MK) Selasa (21/6/2011) secara perlahan membuka aktor penting dalam pemalsuan surat MK bernomor 112/PAN.MK/VII/2009. Siapa saja aktor kunci pemalsuan surat MK?

Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud Md menyebutkan laporan MK ke kepolisian terhadap Andi Nurpati dikarenakan peran yang bersangkutan dalam posisi menggunakan surat palsu serta penggelapan surat MK. "Dengan diperiksanya Andi Nurpati, maka akan dipanggil pihak lainnya," ujarnya di gedung DPR, Jakarta, Selasa (21/6/2011).

Pernyataan Mahfud Md ini didasari atas investigasi yang dilakukan pihak internal MK pada 22 Oktober - 9 November 2009 yang dipimpin mantan Wakil Ketua MK Abdul Mukhtie Fadjar. Dalam kesempatan tersebut, Muktie menyebutkan Tim Investigasi mensinyalir ada keterlibatan pihak luar dalam pemalsuan surat MK. "Ada keterlibatan pihak luar dalam pemalsuan surat MK," paparnya.

Sekjen MK Djanedri M Gaffar menyebutkan lebih detil, beberapa nama yag terlibat dalam pemalsuan surat MK yang melibatkan internal MK yakni Zaenal Arifin Hoesein (Panitera MK), Masyhuri Hasan (Juru Panggil MK), Pan Mohammad Faiz (Panitera Pengganti MK) dan Nalom Kurniawan (Panitera Pengganti MK).

Dia menuturkan secara kronologis proses pemalsuan surat MK bermula dari surat KPU melalui fax yang ditujukan kepada MK terkait penjelasan Putusan MK No 84 tentang perolehan suara Partai Hanura Daerah Pemilihan Sulawesi Selatan I (Gowa, Takalar dan Janeponto) Jumat (14/8/2009). "Setelah diskusi, panitera membuat konsep surat jawaban dengan dibantu Masyhuri Hasan. Faiz membuat nota dinas MK yang ditujukan kepada Ketua MK, tapi tidak jadi dikirim" papar Djanedri.

Keesokan harinya (Sabtu, 15 Agustus 2009), Djanedri menuturkan, Hasan masuk ke kantor sekitar pukul 10.00 atas inisiatif sendiri. Siang harinya, sambung Djanedri, giliran Panitera MK Zaenal Arifin Hoesein datang di MK.

"Panitera tidak mengetahui apa yang dikerjakan Hasan. Panitera meminta Hasan untuk mencari berkas putusan MK Nomor 84. Nah saat itu panitera dihubungi Arsyad Sanusi yang bertanya apakah putusan MK No 84 ada penambahan suara? Panitera menjawab tidak ada," tutur Djanedri menirukan.

Pada Minggu, 16 Agustus 2009, Masyhuri Hasan kembali mendatangi kantor MK. Sekitar sore jelang Maghrib, Djanedri menyebutkan putri hakim MK Arsyad Sanusi Neshawati menghubungi Hasan agar datang ke apartemen pejabat negara di Kemayoran, Jakarta Pusat.

"Hasan mencopy file jawaban panitera MK, dengan mencopy tanda tangan scan Panitera MK. Saat di kediaman Arsyad, ada Dewi Yasin Limpo," katanya. Dalam kesempatan tersebut Hasan menyerahkan konsep jawaban MK ke KPU kepada Arsyad Sanusi.

Di saat yang bersamaan, sambung Djanedri, Arsyad kembali meghubungi Panitera MK menanyakan kembali apakah putusan MK terkait perolehan suara Partai Hanura di Sulsel I terkait penambahan suara, Panitera MK tetap menjawab tidak ada penambahan. "Di saat bersamaan, Dewi meminta waktu ketemu Panitera MK, namun Panitera tetap menghindar. Namun pukul 20.00 Dewi datang di kediaman Panitera MK di Bekasi," katanya seraya menyebutkan menanyakan surat jawaban MK.

Selanjutnya Senin (17 Agustus 2009), Djanedri menyebutkan Panitera MK menghubungi Ketua MK untuk konsultasi tentang konsep jawaban panitera MK ke KPU. Saat itu, Panitera MK menghubungi Masyhuri Hasan dan Nalom Kurniawan agar datang ke MK untuk perbaikan surat jawaban MK untuk KPU. "Kenapa Hasan diundang karena pegang file konsep surat jawaban. Namun panitera tidak mau tandatangan konsep karena tidak sesuai dengan putusan MK, karena ada kata 'penambahan suara',"paparnya.

Singkat cerita, akhirnya Panitera MK meneken surat asli dengan merujuk putusan MK No 84 yang tidak mencantumkan kata 'penambahan suara'. Surat tersebut akhirnya dikirim ke KPU dengan mengutus Hasan dan Nalom. "Sekitar pukul 18.00 keduanya tiba di KPU ke lantai II namun tidak ada orang. Nah, saat di parkir, Dewi Yasin Limpo ditemani seseorang menghampiri mobil Hasan dan Nalom untuk meminta copy surat MK," demikian Djanedri.

Kedua staf MK tersebut menolak untuk menyerahkan surat MK ke Dewi. Namun, sambung Djanedri, di saat bersamaan putri Arsyad Sanusi Neshawati melakukan kontak dengan Dewi Yasin Limpo yang akhirnya berkomunikasi dengan Hasan. "Neshawati meminta agar Dewi diberi copi surat tersebut, katanya atas perintah Arsyad," ujarnya. Pada saat itu, Dewi akhirnya menerima copi surat MK dengan mencopi surat tersebut di MK.

Berhubung tidak ada orang di KPU, sambung Djanedri, Panitera MK menghubungi komisioner Andi Nurpati. Saat berkomunikasi itu, Andi Nurpati meminta agar surat diserahkan kepada dirinya di stasiun Jak TV yang saat itu sedang siaran langsung.

"Akhirnya keduanya ke Jak TV bertemu Andi. Surat diterima Andi. Menurut Nalom dan Hasan, ketika Andi buka surat, ia komentar gak seperti ini suratnya. Kalau gak mengubah jumlah kursi, kenapa dikabulkan? Meski Andi sudah terima suratnya tapi Andi gak mau terima tanda terima surat. Tanda terima disampaikan ke supir Andi," paparnya.

Dari kronologi yang dihasilkan dari investigasi MK ini memang secara terang benderang terdapat tiga tokoh kunci dalam pemalsuan surat MK ini. Mereka adalah Arsyad Sanusi (Mantan Hakim MK), Dewi Yasin Limpo (Caleg Partai Hanura Dapil Sulsel I), serta Andi Nurpati (bekas komisioner KPU).

Menurut Wakil Ketua Komisi II DPR Ganjar Pranowo pihaknya akan merajut ketiga aktor tersebut untuk mengetahui siapa aktor intelektual dalam pemalsuan surat MK tersebut. "Kita rajut hubungan segitiga ini. Kita akan panggil tiga-tiganya," cetus Ganjar ditemui seusai rapat konsultasi.